35

8.4K 711 86
                                    

Keluarga Evano membiarkan Jeano masuk ke kamar, mereka memberi waktu agar keduanya bicara.

Jeano berjalan ringkih dengan tubuhnya sudah banyak luka, ia menghampiri ikut duduk di samping sang submisif ditepi ranjang.

"Apa segitu tak sukanya kau padaku?" ucao Evano lirih, air mata masih mengalir seakan tak mau berhenti.

"Evan ... tolong dengarkan aku ... "

"Hanya tunggu sembilan bulan dan kau akan tahu jika aku tak berbohong, kupikir kau sudah bisa menerimaku," ucap Evano, isakannya terdengar pilu.

Jeano menunduk, tetes demi tetes dari hidungnya mengotori lantai.

"Aku hanya mencintaimu, apa aku peran yang begitu jahat di hidupmu? Aku memberikan apapun untukmu, menunggu tanpa lelah tapi ... kau berbohong! Dari dulu aku tak apa jika kau tak nikahi, tapi kau berlutut kau memohon! Dan kau berjanji tak akan menikahi Ola! Di sini sakit Jean ... " Evano menekan dadanya, perkataanya melirih diakhir.

"Evan sorry." Jeano tak tahu harus mengatakan apa, Evano begitu kecewa dan tak mau mendengarnya.

"Jika kau tak percaya, jika kau tak mau. Biarkan saja, mereka hanya bayiku!" Evano berteriak, ia melempar foto USG yang sedari tadi ia genggam.

Jeano meraih foto yang sudah sedikit lecet itu, jantungnya berdesir saat melihat gambarnya, ada dua yang berarti Evano hamil kembar?

"Aku lelah Jean ... aku tahu aku salah, aku pemaksa, aku keterlaluan tapi kau lebih keterlaluan! Jika kau mau menikahi Ola tak perlu kau menjadi sok pahlawan dan meminta untuk menikah denganku, kau berjanji pada Daddyku apa karena Daddy sudah tiada sampai kau berani seperti ini?" dalam dan lirih, perkataan itu menusuk hati Jeano.

Rasa sakit dari pukulan Ervin bahkan tak seberapa dibanding melihat betapa hancurnya sang submisif yang berderai air mata.

"Tidak ... dengarkan aku Van, aku sama sekali tak berniat untuk melakukan itu tapi Ola terus mendesakku dengan banyak tuntutan aku takut, aku takut salah memilih. Aku bingung siapa yang membohongiku, aku masih belum cukup umur sampai aku kehilangan arah, aku bingung saat itu sampai pada akhirnya aku menerima desakan Ola dan menikah dengan Ola saat setelah hari kelulusan," tutur Jeano ia menggenggam tangan Evano.

Evano membuang pandangannya, ia sekarang tahu kenapa suaminya tak pulang setelah acara kelulusan ternyata bukan bermain dengan teman tapi Jeano menikah lagi, lelucon yang sangat lucu bahkan Evano bekerja keras untuk memberikan kejutan ia bahkan belajar membuat kue mati-matian, tapi Jeano? Justu hari itu ia menikah dengan Ola, ia mengkhianati dirinya.

Evano terkekeh miris. "Saat acara kelulusan, aku merencakan kejutan aku mendekor rumah, aku membuat kue, aku berharap kau pulang dan terkesan saat melihatnya tapi ternyata kau tak pulang sampai tiga hari. Kupikir kau merayakan dengan teman seangkatan, aku berusaha mengerti karena aku tak akan pernah merayakan kelulusan SMK seperti itu tapi ternyata kau menikah dengan Ola? Wah, apakah kau tengah memberiku kejutan sekarang?"

Jeano mengepalkan tangannya, hatinya serasa diremas. Ia tahu, Evano tak akan memaafkannya.

"Jika begitu mari berpisah dan kau bisa menjalani pernikahan yang kau inginkan, aku akan mengalah," ucap Evano sontak membuat Jeano menggeleng ribut.

"Tidak, tidak seperti ini. Kita masih memiliki waktu satu bulan, aku ... "

"Pergilah, anggap saja yang di dalam perutku bukan anakmu, sekarang aku tak peduli atas kepercayaanmu tentang anakku, anakku tak butuh pengakuanmu. Kau hanya ayah dari anak Ola dan kita akam berakhir," ucap Evano.

Jeano menekan kepalanya yang terasa pening, bayangkan saja ia dipukuli habis-habisan dan dominan itu terbilang kuat karena masih mampu berbincang dengan Evano.

"Paman kembar tak sebaik yang kau kira, seharusnya kau tahu akan risiko ini. Aku mungkin sudah kehilangan Daddy tapi soal menghajarmu bukankah mereka juga bisa?" ucap Evano.

"Jika dipukuli oleh mereka dan adikmu bisa membuatmu memaafkanku, aku tak apa. Aku bisa menerimanya," ucap Jeano.

"Sudahlah Jean, itu akan sia-sia yang ada kau akan mati." Evano terkekeh ringan.

Evano selalu sadar diri jika ia bukanlah pasangan baik untuk Jeano, ia bahkan tak pernah sekalipun memaksa Jeano bertanggung jawab karena ia sadar ia bukanlah dunia Jeano. Mau setulus dan sebesar apapun cintanya tetap saja di mata Jeano hanya ada Ola. Jika Jeano tak memohon dan berlutut di hadapan seluruh keluarganya, mungkin ia tak akan menikah dan akan menerima semuanya dengan mudah. Tapi Jeano membuatnya terluka lebih dalam, merobek lukanya dengan begitu besar, pria itu membawanya terbang sampai jauh dan pada akhirnya ia terjatuh sendirian.

"Mencintai sepihak itu menyakitkan, kita menjalin hubungan di saat aku kelas sepuluh dan kau kelas sebelas, dua tahun kita menjadi sepasang kekasih sampai pada akhirnya aku hamil dan kita menikah, mungkin jika kita saling mencintai itu akan terlihat indah untuk di jalani, tapi di sini hanya aku yang mencintaimu, hanya aku yang menyukaimu. Seperti berjalan di atas pecahan kaca untuk menuju sungai api, merasakan perih hanya untuk mendapatkan luka." Evano mengelus perutnya, ia menatap kaca kamar yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung tinggi.

"Semua orang ada yang menyukaiku ada yang tidak, selama menjadi kekasihmu tak sedikit banyak yang mencibir jika aku merebutmu dari Ola padahal saat itu kau maupun bibi tak mengatakan jika kau sudah memiliki kekasih dan sampai saat berita kehamilanku tersebar, duniaku terasa runtuh, aku sudah tak bisa sekolah normal, aku gagal. Namun, masih ada Daddy yang memberikan bahunya untukku bersandar."

Selain darah yang menetes dari hidung Jeano, pria itu juga sedikit meneteskan air mata saat mendengar setiap perkataan lirih Evano.

"Duniaku hancur, aku ingin menyerah. Tapi aku ingat masih ada suami yang mungkin suatu saat akan menerimaku dan anakku dengan baik tapi hari ini semesta memberi tahuku, jika aku memang harus berdiri sendiri dan harus berjuang hanya untuk anak-anakku," tutur Evano.

"Evan." Jeano menyela. Betapa brengsek dirinya, yang hanya menutup mata dengan keadaan Evano selama ini.

"Saat aku hamil, aku berusaha untuk tak egois dan membiarkanmu untuk bersama Ola. Tapi aku berpikir kembali saat kau berlutut waktu itu, aku berpikir bagaimana jika anakku merasakan kesepian dan iri sama sepertiku dulu yang hanya tumbuh dibawah asuhan Daddy, karena itu aku menerimamu. Tapi ternyata aku salah, keputusan itu jauh membuatku tenggelam ke dasar samudera sampai rasanya sangat menyesakkan."

Jeano tak tahan, ia berhambur memeluk Evano. Tak kuat untuk mendengar setiap curahan yang selalu submisif itu rasakan, ia tak mau. Jeano merasa menyesal, jika sudah seperti ini ia yakin pasti Evano tak berbohong. Bahkan di saat ia selalu bertanya apa Evano bohong, submisif itu selalu menjawab dengan tegas jika ia bisa membuktikan.

"Maaf." Gumaman maaf itu terus terucap dari bibir yang sudah biru dan terdapat robekan.



____

Vote/komen banyak, otw double up

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now