18

6.5K 591 66
                                    

Sudah satu minggu keduanya menjalani pernikahan, tak ada hal yang menarik ataupun Jeano yang bertingkah. Semuanya lurus-lurus saja dan datar, Evano bahkan tak rewel meminta sesuatu seperti orang hamil pada umumnya.

Tapi siapa sangka tanpa sepengetahuan Evano, kini namanya terpangpang jelas di papan mading sekolah. Kini heboh namanya diperbincangkan dari mulut ke mulut, foto saat dirinya pemeriksaan di rumah sakit tersebar begitu saja.

"Rel! Lihat berita Kakak lo di mading." Darel ditarik paksa oleh teman sekelasnya.

Kedua tangannya mengepal saat melihat berita kehamilan Evano tersebar begitu saja, darahnya seakan mendidih ingin menghajar orang yang berani melakukan hal ini.

"Minggir bangsat! Gue hajar juga lo pada!" Darel dengan emosi yang menggebu merobek foto-foto dan tulisan berita memuakkan.

"Wah gak nyangka ya, katanya sakit padahal hamil,"

"Jijik banget hamil sama siapa si?"

"Iya, aku tak menyangka dia akan seperti itu,"

Darel semakin mengepalkan tangannya mendengar ucapan-ucapan orang-orang disekitarnya, ia melangkah pergi untuk mencari Jeano.

Jeano, pria yang tengah dicari tengah meminta maaf dan menenangkan Ola. Ia sungguh merasa bersalah karena tak bisa menepati ucapannya. Rengkuhan Jeano terlepas saat seragamnya ditarik dari belakang.

"Bajingan ini," ucap Darel, matanya menatap penuh benci pada Jeano.

Bugeman mentah ia layangkan pada pipi Jeano, yang awalnya ia ingin mengajak Jeano bicara perihal masalah tadi enyah begitu saja digantikan emosi melihat Jeano yang dengan santai memeluk Ola.

"Apa yang kau lakukan brengsek?!" Jeano balik mencengkram kerah seragam Darel, keduanya saling tatap dengan tatapan yang sama kejamnya.

"Orang-orang tengah membicarakan kakaku, dan kau asik berpelukan dengan jalang ini?" Darel berucap sinis, ia menggulir matanya menatap Ola sekilas. Gadis itu hanya menunduk memainkan seragamnya.

"Apa maksudmu?" ucap Jeano, Darel melepas cengkramannya lalu memberikan kertas yang sudah tak berbentuk itu pada Jeano.

"Semua orang bicara buruk tentangnya, kau bisa melihat grup angkatan mungkin, atau media sosial sekolah," tutur Darel sedikit tenang.

Darel benar-benar tak suka pada Ola, ia memberikan tatapan sinis pada gadis itu. Ia yakin Ola hanya menipu Jeano, bisa saja gadis itu hamil anak orang lain karena mau bagaimana pun di malam itu, yang bersama dengan Jeano adalah kakaknya. Ya, Darel percaya pada Evano.

Jeano terdiam bagaimana foto-foto saat di rumah sakit tersebar? dari mana orang yang menyebarkan foto Evano mendapatkan jepretan apik dimana Evano tengah mengelus perutnya? Jeano bertanya-tanya dalam benaknya. Komentar-komentar buruk banyak tertuju pada Evano, di grup sekolah, angkatan, semuanya sudah tersebar.

"Dengar, sampai kutahu siapa yang sudah melakukan hal ini, akan kupastikan dia membayarnya." Darel menatap tajam Ola, entahlah ia curiga pada gadis sialan di hadapannya. Setelah mengatakan hal itu, Darel segera pergi. Ia muak.

"Menurutmu siapa yang telah melakukan ini?" tanya Jeano pada Ola.

Ola menggeleng pelan. "Aku tak tahu, mungkin seseorang yang tak menyukai Evano," ucapnya.

Jeano menekan keningnya, ia bisa tak waras terus disuguhi oleh berbagai masalah. Bagaimana jika semua orang tahu jika Evano menikah dengannya, itu artinya mereka akan menyangka jika bajingan yang menghamili Evano adalah dirinya.

"Jean, kau yakin tak mau bertanggung jawab?" Ola bertanya lirih, "jika tidak, aku akan menggugurkannya, aku tak mau anakku lahir tanpa ayah," lanjutnya.

Tolong, kepala Jeano semakin akan meledak tak bisakah masalah datang satu persatu tak langsung menyerbunya.

"Ola please beri aku waktu untuk berpikir, aku tak tahu siapa yang mempermainkanku, kau atau Evano," ucap Jeano terdengar prustasi.

Ola mengusap pipinya yang sedari tadi sudah berderai air mata.

"Aku tahu, dibanding Evano aku bukan apa-apa. Jadi tak usah memaksakan diri Jean, aku akan melakukan aborsi, aku tak akan menuntutmu untuk bertanggung jawab, berhagialah dengan Evano siapa tahu dia benar tengah hamil anakmu," tutur Ola pasrah, sifat manipulatifnya tak usah diragukan. Evano bahkan kalah oleh Ola dalam hal ini.

Jeano menghela napas, ia berjanji tak akan menikahi Ola pada Evano dan ia juga berjanji akan bertanggung jawab pada Ola. Oh demi Tuhan, jika ia melanggar janji akan terdengar omong kosong.

"Aku pergi, berbahagialah dengan Evano." Ola melangkah pergi dengan senyuman tipis penuh arti diwajahnya.

Sedangkan Jeano hanya diam membisu dengan kertas-kertas tak berbentuk ditangannya.

_______

Seharian ini yang dilakukan Evano hanya berbaring dan melamun. Ia sudah tahu dirinya menjadi bahan perbincangan di grup chatt kelas, bahkan ia terus di tag oleh teman-temannya agar muncul tapi Evano memilih mematikan ponselnya.

Ia menunggu Jeano pulang, ini sudah pukul empat sore yang seharusnya sekolah sudah dibubarkan.

Evano mengelus perutnya, dan terus menggumamkannya jika semuanya akan baik-baik saja.

"Aku pulang." Jeano menyimpan tasnya, lalu menutup pintu kembali. Ia menghela napas, saat mendapati Evano tengah berbaring sambil melamun. Ia pikir Evano tak menyadari kepulangannya.

"Kau tahu di sekolah namamu tengah ramai diperbincangkan," ucap Jeano, ia duduk ditepi ranjang. Di rasa ranjang sedikit bergerak barulah Evano sadar jika suaminya itu sudah pulang.

Evano mendudukan dirinya, memberikan senyuman manis pada sang dominan.

"Maaf aku tak mendengar suaramu saat datang," ucap Evano, bertingkah seakan dia tak tahu hal yang tengah terjadi.

Jeano mengangguk. "Kau tahu?" lagi ia menanyakan itu.

"Tahu apa?" Evano masih bertingkah bodoh.

"Soal kau yang hamil dan anak sekolah sudah tahu, mereka banyak membicarakanmu," tutur Jeano, membuat raut wajah Evano sedikit sendu.

"Ah ya ... aku tahu tentu saja, banyak yang membicarakannya di grup chatt," ucap Evano tertawa sumbang, percayalah ia sebenarnya takut dan sakit hati saat orang-orang bicara buruk tentangnya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan untuk menanggapi situasi ini?" tanya Jeano.

Senyum Evano pudar, lalu ia menghembuskan napasnya.

"Mungkin aku akan berhenti sekolah, tak masalah jika pun aku berhenti. Aku akan fokus pada kandunganku lagi pula semua akan baik-baik saja kan?" ucap Evano.

Jeano mengangangguk, tak ada kata penenang, tak ada pelukan hangat menenangkan, ia benar-benar memperlakukan Evano dengan cuek.

"Yasudah aku akan membersihkan diri." Jeano beranjak ke kamar mandi.

Setelah kepergian Jeano, barulah setitik air mata menetes dari pelupuk sang submisif. Bohong jika ia mau berhenti sekolah, tapi mau bagaimana lagi? Sekolah bukanlah milik nenek moyangnya yang dimana ia bisa mengadu pada Marvin, Evano membaringkan tubuhnya kembali lalu memakai selimut sampai menutupi wajahnya, ia ingin menangis tapi tak mau sampai Jeano melihatnya.

Perkataan orang-orang tentang dirinya begitu kejam, padahal mereka tahu jika dirinya dan Jeano adalah pasangan walau mereka tak tahu keduanya telah menikah, tapi tak ada satupun dari mereka yang menyinggung Jeano. Evano merasa ini tak adil.


Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now