38

8.2K 662 39
                                    

Sudah terhitung satu bulan dan sampai saat ini tak ada kepastian antara Jeano dan Evano, Jeano masih dalam masa pemulihan ia di rawat di rumah sakit dua minggu lamanya dan hari ini ia sudah mengirim surat gugatannya untuk Ola.

Berulang kali Jeano berusaha mendatangi rumah Evano tapi selalu tak bisa, pamannya seakan bukan orang sibuk yang selalu ada di rumah itu, Jeano masih berani negosiasi dengan Erwin jika yang tengah menjaga rumah Erwin tapi jika Ervin ia memilih pergi sebelum kakinya patah dan hari ini Jeano kembali mendatangi rumah Evano, berharap bukan Ervin yang tengah berjadwal menemani sang submisif.

Pintu terbuka pelan, senyuman Jeano membentang saat Evano lah yang membuka pintu.

"Evan,"

"Mau apa ke sini?" sela Evano, ia muak dengan kehadiran Jeano.

"Mari bicara," ucap Jeano.

Evano menghela napas. "Aku tak mau."

Jeano tak menyerah ia melempar gengsi dan harga dirinya jauh-jauh, Jeano kembali berlutut dihadapan Evano.

"Apa kau pikir aku akan iba dengan cara ini? Bahkan dulu kau berlutut berjam-jam lamanya tapi tetap saja kau mengkhianatiku," tutur Evano.

Tangan Jeano terkepal, apa yang dikatakan Evano berhasil menampar harga dirinya, telak.

"Evan ... sekali saja, aku akan berusaha membuat kau percaya lagi. Waktu itu aku bingung dan masih labil, kumohon mengertilah." Jeano berucap tulus membuat Evano membuang pandangannya.

Sudah hampir tiga tahun ia bersama Jeano, selama itu ia mencintai Jeano setulus hatinya, menerima Jeano yang bahkan menyukai gadis lain. Evano tak bisa berjuang lebih jauh lagi, ia lelah.

"Aku ingin menjadi suami dan ayah yang baik di kemudian hari Van," ucap Jeano lagi.

"Pergilah Jean jangan memancing amarahku," ucap Evano penuh penekanan. Namun, seakan tuli Jeano sama sekali tak beranjak ia masih berlutut memohon belas kasihan Evano.

Jeano tak akan menyerah dengan mudah, ia benar-benar tulus dan siap berjuang.

"Sudahlah kau membuang waktuku. pulanglah, Ola pasti tengah menunggumu," ucap Evano lagi. "Bahkan dia datang ke sini saat kau tengah di rawat, kumohon menjauhlah dari kehidupanku. Aku muak dengan kalian," lanjutnya.

Saat Evano akan menutup pintu, Jeano dengan cepat menahan pintu dengan kakinya mengganjal pintu.

"Minggir!" pekik Evano, Jeano menggeleng.

"Please Evan, mari bicara dengan tenang. Kumohon," ucap Jeano.

Evano mendengus, bajingan paling gila adalah Jeano. Jeano gila, sialan Jeano adalah dominan paling menyebalkan.

"Pergilah! Bajingan! Brengsek!" Napas Evano memburu, ia kesal. Jantungnya berdetak lebih cepat, keringat bercucuran dikeningnya. Jeano yang melihat itu tampak khawatir.

"Evan," ucapnya.

"Shh ... " Evano meringis, ia mengelus perutnya.

Jeano sudah tak peduli ia langsung menerobos, memegang bahu Evano.

"Ayo ke rumah sakit ini sudah jatuh tempo kau akan melahirkan." Evano menggeleng ribut mendengarnya, ia tak mau pergi bersama Jeano.

"Kumohon jangan dulu pertahankan ego, kasihan baby." Jeano mengusap peluh di kening sang submisif.

Menyesal rasanya membukakan pintu untuk Jeano, memang dari semalaman Evano sudah merasakan mulas diperutnya tapi saat ini terasa sangat sakit.

Tanpa peduli dengan penolakan Evano, Jeano langsung mengangkat tubuh sang submisif. Ia harus membawa Evano ke rumah sakit dengan cepat.

_______

Di sinilah Jeano sekarang menunggu Evano yang masih di dalam berjuang di ruang operasi, tak bisa dibayangkan bagaimana jika ia tak datang mungkin Evano akan kesakitan sendirian.

Jeano menunduk menatap sepatunya tak menghiraukan tatapan tajam dari samping, paman kembar dan Samuel datang dengan cepat saat ia memberi tahu jika Evano akan melahirkan.

"Sebelumnya terima kasih sudah membawa putraku ke rumah sakit," ucap Samuel lembut.

"Itu sudah kewajibanku." Jeano mendongak menatap Samuel balik.

"Jangan terlalu percaya diri, setelah keponakanku melahirkan tak akan ku izinkan kau menemuinya lagi," timpal Ervin eskpresi wajahnya kentara ia sangat tak menyukai Jeano.

Erwin menyikut perut kembarannya agar tak memicu keributan, Ervin ini seperti bara api yang walaupun di siram si tetes minyak saja bisa membesar dengan begitu dahsyat.

"Eum Jean tadi saat kau bertemu dengan Evano, apa yang kau katakan? Maksudku apa kau tak melukainya?" Erwin bertanya dengan hati-hati, sama halnya dengan Ervin ia juga sulit percaya pada sosok yang sudah merobohkan kepercayaan.

"Tidak, aku hanya meminta maaf dan yeah, aku memang terlalu memaksanya. Ini salahku," ucap Jeano membuat Ervin mendengus.

Samuel menghela napas, sebagai orang tua siapa yang akan terima jika anaknya disakiti tapi soal rumah tangga Evano biarlah putranya sendiri yang memutuskan karena bukan ranahnya untuk ikut campur terlalu jauh. Orang tua hanya menengahi.

"Jika kau ingin putraku kembali padamu, maka berjuanglah." Samuel menepuk pundak Jeano, semua manusia bisa berubah layaknya cuaca yang berubah-berubah. Manusia dinamis, tak akan selamanya sama. Cinta tak cukup tapi rasa sayang tak akan berubah sampai akhir hayat, Samuel berharap Jeano bisa benar-benar tulus menyayangi Evano dan berani berjuang untuk Evano.

"Lihatlah kakak, submisif itu memang gampang goyah," bisik Ervin membuat Erwin terkekeh. Di antara keluarga Ervin paling ditakuti karena pribadinya yang urakan dan nyeleneh ditambah prinsipnya kuat. Ia menanamkan 'siapa saja yang melukai submisif dikeluarga, maka harus berhadapan dengannya' terdengar manis dan menakutkan secara bersamaan.

Ervin belajar dari masa lalu, ia tak bisa membantu kakaknya dalam kesengsaraan maka dari itu saat dirinya sudah besar tak akan ia biarkan para dominan menyakiti submisif keluarganya.

"Jangan-jangan kau keras seperti ini tak ada submisif yang mau padamu," bisik Erwin dengan nada mengejeknya.

"Memang dan aku tak berniat menikah," cetus Ervin enteng yang langsung mendapat pukulan ringan dari Erwin.

Samuel yang melihat itu hanya terkekeh, dulu adik-adiknya masih kecil dan ia harus banting tulang membiayai keduanya. Rasanya bangga saat melihat keduanya bisa menempuh pendidikan tinggi tidak seperti dirinya.

"Heh .. Jean, dimana wanita kesayanganmu itu?" celetuk Ervin beralih pada Jeano.

"Entahlah, hari ini aku mengirim surat gugatan cerai padanya," sahut Jeano ragu.

Ervin menahan tawa. Bocah ingusan disampingnya ini sudah menikahi dua submisif sekaligus, bahkan akan memiliki dua anak sekaligus juga. Menurutnya Jeano cukup dewasa di usianya yang terbilang masih muda, sembilan belas tahun bukanlah batas matang usia seorang dominan, jika dipikir kembali jika ia di posisi Jeano juga ia bisa jadi salah langkah bedanya Jeano bodoh akut dan dirinya menggunakan sedikit otak.

"Aku meminta maaf karena telah mengecewakan semuanya, aku benar-benar menyesal. Aku berjanji akan berjuang untuk mendapatkan hati Evano kembali. Mohon bimbingannya." Jeano berucap tegas, Ervin terkekeh sinis.

"Nanti kubimbing di ring tinju agar otakmu sedikit berfungsi," ucap Ervin.





_____

Argumen dan sudut pandang kalian di kolom komentar sebelumnya bikin ngakak, gue suka. User lala sama nana adu argumen dari pagi ampe magrib, gue yg nyimak merasa tersentuh sampe 37 balasan😘

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now