11

7.5K 574 32
                                    

Sudah beberapa minggu dari kejadian malam itu, Jeano benar-benar bermain api dan sudah beberapa minggu juga Evano sama sekali tak menghubunginya. Sore ini rencananya Jeano akan ke rumah sang submisif, karena siangnya Evano terapi.

Jeano hanya membawa mawar putih kesukaan Evano, entahlah di dalam lubuk hatinya ia merasa bersalah pada Evano. Ada ketakutan yang entah takut karena apa.

Seperti biasa rumah besar kediaman Evano selalu sepi, tak ada pelayan. Karena pelayan hanya bekerja pagi sampai siang. Jeano melangkahkan kakinya menuju kamar Evano, saat pintu kamar terbuka ia mendapati Evano tengah duduk dikursi rodanya sambil menatap jalanan kota dari kaca kamar.

"Evan ... " Jeano menghampiri sang tunangan, membuat sang empu menoleh padanya. "Apa aku mengganggumu?" tanyanya.

"Tidak, aku hanya terkejut kau datang ke sini," ucap Evano atensinya kembali melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi.

"Aku membawa mawar putih kesukaanmu." Jeano memberikan sebuket mawar yang ia bawa, tentu saja Evano menerimanya dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya.

"Terima kasih," ucapnya.

Kembali hening, Evano tak lagi bicara ia masih terpaku pada pemandangan sore ini.

"Evan apa aku bisa bicara sesuatu?" Jeano menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Evano hanya mengangguk.

"Aku tak akan peduli lagi soal dana yang Pak Marvin tanam ditoko ibuku, aku hanya ingin bebas kali ini. Evan, aku tahu kau mencintaiku tapi tidak bisakah aku bebas? Aku ingin hidupku, hidupku hanya milikku Van, kau tak bisa memaksa seseorang untuk disampingmu," tutur Jeano, ia berusaha terlepas dari Evano karena ia benar-benar akan merebut Ola dari Hilyas.

Evano masih diam, ia meremat buket mawarnya. Rasanya sesak dipinta melepaskan sesuatu yang sangat ingin ia miliki.

"Aku tak bisa Van. Lebih baik kita berteman," ucap Jeano, "kenapa kau tak mengerti! Apa aku harus mencium kakimu? Apa aku harus memohon kepada ayahmu?" Rentetan pertanyaan Jeano membuat Evano menghela napas.

"Apa kau tak pernah menyukaiku barang sedikitpun Jean?" Evano bertanya pelan, tatapannya penuh harap.

"Tidak." Mata itu langsung redup saat mendengar ucapan Jeano.

"Kau sangat menyukai Ola ya?" Evano terkekeh pelan, "bisa kau katakan apa yang Ola punya dan aku tak punya?" tannyanya.

Jeano berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Evano yang dikursi roda.

"Mungkin kau jauh memiliki segalanya dibanding Ola, tapi perlu kau ketahui jika Ola memiliki aku, aku sudah mencintainya sama halnya dirimu yang mau memperjuangkanku, aku juga ingin bersama Ola," tutur Jeano.

Evano tersenyum tipis, tapi tidak dengan hatinya. Ini sesak, apa semua orang tak bisa menetap? Apa ia harus kehilangan orang-orang yang ia sayangi?

"Baiklah hanya dengan satu syarat, dalam satu minggu ini bersikaplah menjadi Jean milikku, bersikaplah seakan seorang Jeano menerimaku, hanya satu minggu," tutur Evano sontak membuat wajah Jeano berbinar senang.

"Hanya satu minggu?" Evano menganggguk. "Baik aku akan menjadi Jean yang kau inginkan hanya satu minggu," lanjut Jeano, ia menggenggam tangan Evano.

Hanya satu minggu, tak apa Evano rasa ia memang tak pantas untuk Jeano ia sudah cacat. Apa yang akan Jeano banggakan dari dirinya? Evano rasa itu tak ada, yang ada Jeano hanya akan malu jika terus bersamanya. Satu minggu ini tak akan Evano sia-siakan.

______

Perjanjian kemarin benar-benar berlaku, Jeano melakukannya dengan baik. Bahkan sebelum pergi sekolah ia datang ke rumah Evano hanya untuk menyuapi makan sang submisif, lalu ia akan berangkat dengan mencium pipi Evano dulu, sungguh seperti pasangan manis. Apapun jika menyangkut Ola Jeano akan melakukannya.

Hari ini Jeano sedikit terlambat karena semalam ia menginap dirumah Evano, dia demam membuat Jeano harus ekstra berlaga menjadi pasangan yang baik, benar-benar memuakkan.

"Tumben sekali kau terlambat pagi tadi," cetus Daniel, asap mengepul dari mulutnya saat bicara. Nongkrong diwarung memang kebiasaan mereka karena bisa bebas merokok dibanding dikantin yang ketat.

Jeano mengerut keningnya, ia merasa pusing karena kurang tidur.

"Semalam aku menginap dirumah Evan, dia benar-benar tak membuatku tidur. Sepanjang malam ia terus mengeluh pusing, ditambah paginya ia muntah-muntah, menyebalkan." Jeano menyesap minuman soda didepannya.

Mendengar ucapan Jeano membuat Daniel terkekeh ringan, Jeano ini sangat lucu menurutnya.

"Kupikir Evano tak terlalu buruk, dia manis, submisif ambisius, kaya raya, anak tunggal apa yang kau khawatirkan? Coba kau terima dia dengan lapang dada, kau pasti menemukan kesenangan dan bahagia, mengejar Ola hanya buang-buang waktu," ucap Daniel, ia merasa kesal sendiri mengingat bagaimana Jeano tergila-gila pada gadis yang tak seberapa itu.

Jeano tak menyahut ia sibuk memainkan ponselnya, sampai matanya terbelalak, jantungnya terpacu lebih cepat saat ia menerima pesan dari Ola.

Ola luv:)

Jean aku hamil

Tiga kata yang membuat napas Jeano tercekat, ia meremas celananya tanpa pikir panjang Jeano langsung melengos pergi tak mengubris teriakan Daniel yang tak terima ditinggalkan tiba-tiba.

Jeano berlari menuju kamar mandi, di sana Ola tengah menangis sambil memeluk kedua kakinya didekat kloset. Jeano langsung memeluk sang pujaan hati, memberikan kata-kata penenang. Jeano memang bajingan bagaimana bisa ia menghamili Ola di saat ia belum terlepas dari Evano? Ya, untung saja waktu bersama Evano hanya enam hari lagi.

"Bagaimana ... ini?" Ola meremas bahu Jeano, seakan menyalurkan rasa sakitnya yang harus hamil diluar nikah. "Ibuku akan marah Jean," adunya, di sela tangis pilu. Jeano merengkuh tubuh lemah itu seakan jika ia lepas pelukan hangatnya Ola akan kedinginan dan mati.

"Ada aku, kau tak perlu khawatir." Jeano mengusap kepala Ola.

"Lalu ... bagaimana Evano? Ak-aku tak bisa seperti ini ... bagaimana jika digugurkan saja?"

Jeano melepas pelukannya, apa-apaan Ola ini. Ia tak akan membiarkan rencana jahat Ola terwujud, ia tak akan mau darah dagingnya dilenyapkan.

"Tidak, aku berjanji akan bertanggung jawab. Percayalah Ola jangan berpikir seperti itu," ucap Jeano.

Ola hanya diam. Jeano menggendong Ola membawanya ke ruang kesehatan, ia tak mau sampai Ola berpikiran buruk. Kata-kata manis dan menenangkan terus Jeano layangkan, agar Ola tenang.

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now