36

8.2K 652 49
                                    

Ruangan nuansa putih dan bau obat-obatan menjadi khas tempat yang saat ini tengah merawat Jeano. Saat memeluk Evano beberapa saat lalu, ia sudah tak bisa menahan keasadarannya sampai Ervin membawanya ke rumah sakit.

Kini tinggal Gress sendiri yang tengah menatap putra semata wayangnya sendu, ia sudah tahu semuanya dari besannya, Trya. Kecewa, marah, miris menjadi saat ini. Ia tahu, ia egois karena telah menuntut anaknya untuk menikahi Evano tapi tak pernah sekalipun dalam pikiran Gress jika putranya akan menikahi Ola juga.

Tutur kata Trya tadi semakin membuatnya terperosok ke dasar jurang curam, ia sangat terkejut ditambah melihat kondisinya yang terluka parah karena pelajaran dari keluarga Evano.

Pergerakan tangan Jeano membuat Gress tersenyum tipis.

"Eumh ... Ma," ucap Jeano serak.

Gress langsung membantu Jeano untuk minum. Walaupun ia kecewa tetap saja hatinya sakit saat melihat kondisi Jeano saat ini, bagaimana jika putranya mati? Trya tak bisa membayangkan hal itu.

"Terima kasih Ma." Jeano merasa sedikit lebih baik setelah minum.

"Yang mana yang sakit?" tanya Gress, namun hanya mendapat gelengan pelan Jeano.

"Jeano salah ma," ucap Jeano, matanya menyendu. Gress yang awalnya tak ingin membahasnya dulu tapi karena Jean berkata seperti itu, Gress akan membahasnya.

"Jean." Gress menggenggam tangan sang putra. "Apa kamu benar-benar melakukannya? Kamu menikahi Ola di saat kamu sudah menikah dengan Evano?" tanyanya.

"Ya Ma, bukankah itu sangat keterlaluan? Dulu aku sangat membencinya, bagiku dia sumber luka dan penjara yang tak terlihat tapi nyatanya dia tak seburuk yang ku pikirkan Ma, aku harus bagaimana?" tutur Jeano.

Gress mengusap air matanya, kekecewaannya begitu dalam. Sebagai pihak bawah, tak pernah ia bayangkan bagaimana rasanya dikhianati dengan begitu kejam tapi kali ini putranya sendiri berbohong, menyembunyikan hal yang begitu besar. Jeannya yang lugu, baik, sangat penyayang sudah berbuat seakan dirinya monster bagi pasangannya.

"Aku pikir setelah aku menikahi dua-duanya, aku tak perlu takut akan salah bertanggung jawab. Aku bingung, siapa yang membohongiku. Tanpa memikirkan risiko yang telah kuperbuat, aku melukainya. Aku melukai Evano begitu dalam, kehidupannya sudah sulit tapi aku menambah kesulitan itu, aku seakan bertingkah bak berlian yang tak tersentuh olehnya sampai ia berjuang begitu jauh," tutur Jeano, tangannya mengepal. Tangis Evano masih tergiang.

Evano bukanlah sosok rapuh yang ia perlihatkan kepada setiap orang bahkan Jeano sendiri sampai tak sadar telah menorehkan luka pada sosok yang sudah rapuh dari dulu.

"Jean, kau tahu? Dulu papamu pria yang sangat bertanggung jawab, penyayang dan pemberani tak pernah sekalipun dia berani berkhianat pada mama, tapi kenapa putra mama ini sampai berbuat sejauh ini? Menyakiti hati Evano sama dengan menoreh luka dihati mama, apa putra mama ini tak takut jika papa marah?" tutur Gress membuat Jeano memejamkan matanya sejenak merasa tertampar dengan perkataan sang ibu.

"Apa kamu pikir Evano akan berlapang dada lalu memaafkan kamu dengan mudah?" ucap Gress lagi, "bahkan mama rasa Evan tak harus memaafkan kamu Jean, pengkhianatan kamu kejam. Kamu bertingkah seakan suami yang baik dan menerima Evano tapi apa yang kamu lakukan? Kamu menikah dengan Ola?" Gress semakin terisak.

Jeano mengepalkan tangannya, hari ini banyak sekali yang menamparnya dengan perkataan halus tapi semakin merojok hatinya.

Tak jauh berbeda dengan sang dominana, submisif malang yang tengah mengandung itu benar-benar terpuruk dan terlihat menyedihkan. Meringkuk di ranjang dengan air mata yang tak pernah berhenti mengalir tak ada habisnya.

Trya merasa prihatin dengan keadaan Evano, makanan yang ia bawa hanya di makan beberapa suap oleh sang empu itupun dengan paksaan dan di jejal dengan menggunakan sang anak sebagai senjata. Trya sampai menghubungi Samuel agar pulang lebih dulu.

"Apa dia tidur?" ucap Erwin membuyarkan lamunan Trya.

Trya menggeleng lemah. "Tidak, sedari tadi dia hanya menangis dan menangis. Ini pasti membuatnya begitu terluka. Aku tak yakin cucuku akan sembuh cepat, baru beberapa bulan ini putraku meninggalkannya dan hari ini ia kehilangan dunia keduanya," ucapnya.

"Eum, ini sulit." Erwin ikut merasa sakit melihat keadaan Evano. "Ibuku akan datang besok pagi, ini sudah terlalu larut," lanjutnya.

"Iya, kau juga istirahatlah dulu. Biar aku yang menjaga Evano dan juga dibawah ada Ervin dan Darel yang tengah berbincang, jadi kau tak perlu khawatir." Trya tersenyum tipis mendengarnya, ia segera ke kamar peninggalan Marvin. Ia juga merasa lelah hari ini.

Di ruang tengah, Darel dan Ervin asik memakan cemilan membuat ruangan itu seperti kapal pecah. Putung rokok dibiarkan menumpuk di asbak.

"Aku menyesal membawanya ke rumah sakit," celetuk Ervin sambil mengunyah kacang.

Darel menaikkan sebelah alisnya, pamannya memang tak waras.

"C'mon paman ... kau akan membuatnya mati dan Evano akan semakin terpuruk, kematian bagi si tolol itu tak adil, dia berbuat buruk lalu mati? Karma macam apa itu?" Darel berucap tegas, kematian bagi Jeano terlalu ringan jika dibandingkan dengan perbuatannya.

"Kau benar juga bocah dan sekali lagi panggil dia kakak, Kak Evan." Koreksi Ervin, Darel pria bebal juga.

Darel hanya mengangguk, entahlah ia merasa kaku dan aneh saat memanggil Evano dengan sebutan kakak, apalagi jika dihadapan Evano, submisif itu pasti akan menertawainya karena selama ini ia tak pernah memanggil Evano kakak.

"Aku memikirkan bagaimana nasib anak kembar keponakanku, Evano tumbuh tanpa ada kakakku disampingnya. Dia menjadi sosok yang haus akan perhatian, baginya perhatian almarhum paman Marvin tak cukup sampai ia harus mengemis pada pria macam Jeano tidak, tidak ... dia bukan ingin perhatian Jeano sebenarnya Evano haus perhatian Kak Sam dan ia bingung tak tahu seperti apa perhatian seorang ibu," tutur Ervin.

"Sampai membuatnya tersesat karena perlakuan sang ayah yang terlalu memanjakan, berpikir jika tanpa orang tua lengkap pun ia bisa menggaet segalanya. Evano terluka akan harapannya," lanjutnya.

Darel menghembuskan napas. Kehidupan Evano begitu banyak kerikil di dalamnya, jika kehidupan bisa memilih ia lebih baik tak pernah lahir dan meminta agar Evano menjadi anak dari keluarga yang lengkap. Namun kembali lagi pada takdir, segalanya sudah digariskan, jika ia tak lahir maka tak akan ada bahagia untuk papa dan daddynya.

Luka, semua terluka dan memiliki porsi lukanya masing-masing tapi luka Evano porsinya terlalu besar. Darel berharap Evano masih berpikir waras, setidaknya demi bayinya.

Berharap pada manusia adalah luka yang nyata, terkadang bukan orang lain yang menorehkan luka itu tetapi harapan kita sendiri.


_______

Buat kalian jaga kesehatan ya, cuaca lagi gak baik. Sorry gak up, gue kemarin ada acara dan sedikit gak enak badan ampe suara ngilang ngomong tuh sakit karena batuk terus.

jaga kesehatan, oke❤

Rain [sekuel Astrophile]Where stories live. Discover now