28

6.8K 567 79
                                    

Hujan deras mengguyur kota, Evano terjebak macet karena pohon tumbang di depan sana. Alhasil ia memilih untuk turun dari mobil karena petugas keamanan mengatakan hujan tak akan berhenti dengan cepat. Evano masuk ke cafe ikut berteduh.

"Ada yang bisa saya bantu," ucap pelayan.

"Saya ingin cappuccino," sahut Evano. Setelah mencatat pesanan Evano, pelayan segera pergi.

Evano mendengus menatap jam tangannya, ia akan terlambat sampai ke rumah sang nenek.

"Itu salah!"

"Sudah kukatakan jangan ikut campur soal ini!"

Evano mengedarkan pandangannya, melihat siapa yang bertengkar sampai terdengar se isi cafe. Keningnya mengerut saat melihat perempuan dengan rambut sebahu.

"Ola?" ucapnya.

Ada apa Ola sampai bertengkar di cafe? Apa urat malunya putus? Banyak pertanyaan yang singgah di otak Evano.

"Aku akan tetap melakukannya!"

Suara Ola kembali terdengar bahkan lebih tinggi dari sebelumnya, petugas keamanan cafe sudah menyuruh Ola pergi dengan baik-baik tapi gadis itu masih terlibat cek-cok dengan wanita paruh baya dihadapannya.

"Saya mohon Nona, Anda bisa mengganggu kenyamanan pengunjung lain," ucap petugas keamanan.

"Diam jangan membuat kepalaku semakin pusing."

Evano menganga dengan sikap tak sopan Ola, bukankah sudah tugas keamanan untuk mengusir pengunjung pengganggu macam Ola.

"Hey ... seharusnya kau pergi kenapa kau terus berceloteh di sini, suaramu mengganggu pengunjung lain. Apa urat malumu putus?" Evano berucap sedikit keras, ia sudah geram. Selain karena sikap Ola yang mengganggu itu juga karena ia tak menyukai Ola.

Ola mendelik saat tahu Evano yang baru saja dengan berani berkata seperti itu. Ia melangkah lebih dekat pada sang empu.

"Apa cafe ini milikmu, kenapa kau sok sekali?" Ola berucap sinis membuat Evano terkekeh, tak mau menjadi orang bodoh macam Ola, Evano memilih kembali tak menyahut. Berdebat dengan orang bermulut besar akan membuatnya seperti kuda dongo. Tapi Ola tak membiarkan Evano tenang, gadis itu malah menghampiri Evano dengan kekesalannya. Melampiaskan kemarahan pada Evano tak begitu buruk, pikirnya.

Evano menerima pesanannya ramah, senyuman ramahnya sirna saat Ola berdiri dihadapannya. Namun Evano memilih tak menanggapi, ia menyeruput kopinya santai.

"Apa dunia sempit?" ucap Ola.

"Ya dunia sempit bagi orang yang memiliki uang sedikit, karena biasanya yang banyak uang tak akan melulu berkeliaran di tempat kelahirannya," cetus Evano membuat Ola tertohok.

"Congkak sekali, sombong. Ingat Evan roda berputar, tak selamanya kau berada di atas," ucap Ola.

"Roda ku kotak jadi tak bisa berputar dan juga Ola, apa masalahmu hah?" ucap Evano kesal. "Petugas keamanan bisa kah kau usir gadis ini? Dia mengganggu," adunya.

Mendengar keluhan Evano barulah petugas keamanan mengambil tindakan tegas dengan menyeret Ola keluar yang diikuti wanita paruh baya yang tadi bertengkar dengan Ola, keduanya bersi bobrok sesaat sebelum Evano memutus tatapannya.

"Tak waras, petugas keamanan juga kenapa baru menyeretnya setelah wanita itu berceloteh banyak." Evano mendengus. Ia heran dulu saat semasa sekolah Ola seperti gadis lugu dan lihat tingkah ularnya di belakang Jeano? Dia berbisa.

Hujan masih belum reda membuat Evan terpaksa menghubungi Jeano untuk menyusulnya. Ia sudah mengirim pesan dan Jeano mengatakan akan segera datang. Ayolah, Evano bosan sendirian di cafe ia juga butuh teman dan entah sampai kapan macet itu selesai, mobil tak bisa melaju sedikitpun sedangkan motor sepertinya bisa.

Lama menunggu Jeano akhirnya sang empu datang dengan pakaian yang sedikit basah membuat Evano merasa bersalah membuat suaminya itu kehujanan.

"Ada apa?" tanya Jeano.

"Apa kau tak memakai jas hujan Jean?" Evano mengusap-ngusap pakaian jeano yang basah, tak mengubris pertanyaan sang dominan. Ia mengkhawatirkan Jeano yang kehujanan.

"Tidak, lagipula hujan tak begitu besar seperti tadi dan aku tengah berada di sekitar sini," tutur Jeano. "Hey sudahlah, ini bukan hal besar," lanjutnya menghentikan Evano yang mengusap-ngusap kemejanya.

"Maaf memintamu ke sini, aku bosan sendirian," ucap Evano.

Jeano memesan kopi juga, menyesap kopi di saat hujan memang selalu nikmat. Ia menikmati kopi sambil mendengarkan cerita Evano mengenai pertemuannya dengan Ola.

"Kau bertemu dengannya tadi?" Jeano berharap Evano tak melihatnya karena ia juga tadi datang bersama Ola ke sini tapi ia pulang lebih dulu.

"Eum, dia bertengkar dengan wanita paruh baya yang bersamanya sepertinya itu ibunya," ucap Evano membuat Jeano tenang karena ia sepertinya sudah pulang saat Ola bertengkar dengan ibunya.

"Kenapa ia bertengkar?" tanya Jeano penasaran.

Evano mengidikkan bahunya. "Entahlah, gadis itu bebal sekali sampai di seret keluar oleh keamanan. Ya Tuhan Jean, apa kau masih sering bertukar kabar dengannya?" ucapnya.

Jeano terhenyak dengan pertanyaan itu, bertukar kabar? Bukan hanya bertukar kabar bahkan keduanya menikah. Ingin rasanya ia mengatakan hal itu tapi tak bisa, Evano akan syok.

"Tidak, aku sudah lama tak bertukar kabar dengannya," jawabnya.

Evano menghela napas, setidaknya ular itu tak mendekati Jeanonya.

______

Ola menatap ibu ralat neneknya, ya Ola selama ini tinggal bersama neneknya tapi ia selalu memanggilnya ibu karena sejak kecil wanita paruh baya itulah yang merawatnya.

"Hentikan Ola jangan jadi perusak rumah tangga orang, ibu pikir Jean lajang maka karena itu ibu membiarkannya bertanggung jawab," ucap sang ibu membuat Ola mendengus.

"Asal ibu tahu, orang yang melahirkan pria tadi juga seorang perusak rumah tangga orang! Aku akan membalas rasa sakit papaku selama ini! Jika dia tak masuk ke dalam rumah tangga papa, mungkin papa tak akan menderita hidup bersama si brengsek!" Ola berucap berapi-api, ada amarah di hatinya. Dendam akan Evano selalu menggunung di setiap harinya, Evano dan Samuel sama saja sama-sama perebut. Andai jika Samuel tak hadir, mungkin papanya, Zilo tak akan hidup bersama Erlan dan tersiksa sampai mengakhiri hidupnya dengan tragis.

"Yang kau sebut brengsek itu adalah ayahmu!"

Ola mendengus, ibunya ini memang tak tahu seberapa kesepian hidupnya dulu tanpa Zilo. Ia tahu jika dirinya adalah cucu ibunya sejak usia sebelas tahun dimana ayahnya menceritakan segalanya, Ola benci erlan, Samuel, Evano semua nama-nama itu petaka dalam hidupnya. Ia menjadi anak telantar yang menyedihkan karena Erlan membuangnya, menuduh dirinya bukan darah daging pria itu. Mengingat hal itu membuat Ola sesak. Ya, si brengsek Erlan tak akan ia sebut ayah.

Ia memiliki dendam pada Samuel, akan ia hancurkan Evano seperti Samuel menghancurkan papanya.
















Rain [sekuel Astrophile]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang