Ch.37 | Regrets

22 10 5
                                    

Ruang kerja Jinjo di kediaman Takasugi, masih sama seperti saat terakhir kali Shiroichi memasukinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ruang kerja Jinjo di kediaman Takasugi, masih sama seperti saat terakhir kali Shiroichi memasukinya. Interiornya didominasi warna abu. Berpadu sedikit dengan tone cokelat dan hitam. Rak berisi buku-buku serta perlengkapan kantor berjejer pada dua sisi dinding. Satu sisinya dibiarkan jadi tempat hiasan gantung, sementara sisi satunya lagi berupa jendela bersekat sehingga membentuk kotak-kotak kecil.

          Ruangan ini sangat terkesan formal dan kaku. Juga terasa begitu kelam menjelang malam, dengan penerangan yang hanya berasal dari lampu kuning di sudut-sudut rak serta permukaan meja kerja. 

          Sekarang ini masih siang. Jadi tidak ada lampu yang dinyalakan. Hanya ada pemanfaatan sinar matahari dari jendela yang tirainya terbuka sepenuhnya.

          Lantai mahoni berderit samar kala tungkai Shiroichi memijak. Sembari berdiri di hadapan meja persegi panjang, meja kerja ayahnya, kepala Shiroichi berputar perlahan demi mengamati sekeliling. Aroma woody berlarian di sekitar indra penciumannya. Jenis aroma, seperti yang seringkali ia hirup tiap berdekatan dengan sang ayah.

          Pada satu-satunya kursi yang menjadi singgasana kerja ayahnya, tidak ada lagi jas atau dasi yang berserak. Benda-benda lain pun tidak ada yang terlihat berantakan. Liuk pahit terbit di bibir Shiroichi. Sudah sangat lama. Sangat lama semenjak ia terakhir kali bantu membereskan benda-benda itu. 

          Dan sekarang ... tiba-tiba kerinduan muncul tanpa permisi.

          Secercah sinar mentari menyorot ke arah meja kerja. Mengajak pupil hitam Shiroichi untuk turut memberi perhatian ke sana. Ada sebuah jurnal yang tergeletak di tengah-tengah. Satu benda itu seperti menginvasi permukaan meja yang besar dan luas, sementara benda lainnya seperti kotak bolpoin, tablet, laptop, juga buku-buku kecil, berebutan menepi di sudut kanan-kiri.

          Big life: The gratitude.   

          Itu yang tertulis pada sampul jurnal berwarna hijau sage. Tercetak dengan huruf timbul, ada sedikit taburan bubuk kerlip keemasan. Kalau dilihat-lihat begini, sekilas Shiroichi merasa jurnal tersebut berisi pencacatan orang-orang penting yang pernah berjasa terhadap perusahaan ayahnya, atau pencacatan semua projek yang pernah dikerjakan.

          Shiroichi penasaran. Barangkali ... barangkali bukan hanya sekadar urusan pekerjaan. Barangkali terselip keluarganya—terselip ia di sana. Berbekal keyakinan itu, ia pun membuka jurnal tersebut pelan-pelan. Dan sepelan itu pula mencermati isinya.

          Halaman pertama sampai kelima dipenuhi oleh kisah perjuangan Takasugi Jinjo pada awal karier, lengkap dengan dokumentasi hitam-putih Takasugi Jinjo muda beserta rekan-rekannya. Halaman selanjutnya, dan sampai kesepuluh, hanya diperlihatkan orang-orang perusahaan dan para petinggi penting saja.

          Dia ... tidak menuliskan keluarganya ...?

          Sapuan tangan ke lembar demi lembar jurnal kian cepat di pertengahan akhir. Senyum miris terbit lagi di bibirnya, disertai decihan putus asa, merasa dirinya konyol.

You are My Dogwood [Extended Ver.]Where stories live. Discover now