Ch.48 | House of Memory

46 18 0
                                    

Rona kemerahan mulai terlihat di batas horizon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rona kemerahan mulai terlihat di batas horizon. Perlahan dan pasti, ia menyelimuti langit yang semula diliputi kegelapan, memberi warna cerah yang menyejukkan mata. Para burung berkicau menyanyikan salam perpisahan untuk sang malam. Mereka bersahutan, seolah berbahagia atas kebebasan dari persembunyian panjang yang melelahkan. Atas malam yang penuh akan ketakutan dan keresahan. 

          Pada kamar lantai dua sebuah rumah bergaya semi tradisional Jepang, salah satu daun jendela gesernya tampak terbuka sejak beberapa saat setelah fajar menyapa. Seberkas sinar kecil masuk dari sana, menimpa sebuah jam weker pohon yang berdiri kokoh di atas meja. 

          Angka pada jam menunjukkan pukul 06:00. Dari kaca yang melapisi lingkaran angka, terpantul bayangan Mizuki yang sedang melakukan suatu gerakan pada tangan dan kakinya.

          Kedua tangan Mizuki menggenggam kuat alat bantu jalan berkaki empat—yang biasa disebut walker, menumpukan beban pada kedua pangkal lengannya. Sementara pada kaki ia lakukan beberapa kali gerakan naik turun. Jinjit, menapak ... begitu seterusnya hingga hitungan ke-30. Hal ini dilakukan sebagai terapi untuk saraf motoriknya. 

          Pintu kamar terketuk tepat setelah ia menyelesaikan gerakan terakhir.

          "Mizucchan, mobilnya sudah datang." Nenek muncul dari balik pintu. Ia masuk lalu duduk di pinggir ranjang Mizuki yang saat ini juga sedang duduk di sana. "Aku mau pastikan lagi. Rumah Shiro-kun dekat situ, 'kan?"

          Mizuki terkejut. Teringat akan perkataan nenek tempo hari, yang ingin menuntut Shiroichi jika terjadi apa-apa padanya saat Summer Night Party. Buru-buru ia menyahut, "Nenek, sudahlah. Ini bukan murni kesalahan Shiro-senpai. Justru kesalahanku yang ...," mendadak Mizuki tidak bisa melanjutkan kata-kata.  

          Nenek tersenyum, lantas menggeleng-geleng. "Kau ini bagaimana. Siapa yang mau menyalahkannya? Aku ingin mengucapkan terima kasih sekaligus memberikan bento secara langsung. Kemarin itu kan, dia sudah mengantarkanmu pulang dengan selamat. Lagipula kalau bukan aku yang memberikan bento-nya, pasti tidak akan sampai lagi." Nenek mengakhiri ucapan dengan dengusan jahil, seolah mengejek jalan pikir Mizuki.

          Gadis ini membuang napas lega. Benar. Itu memang hal yang sewajarnya sang nenek lakukan. Ia pun memeluk nenek tersayang ini dengan segala rasa bangga dan haru.

***

          Gerbang utama bercat hitam bergeser perlahan. Gesekan rodanya menghasilkan decitan yang membuat siapa pun merasa ngilu. Terakhir Mizuki datang ke sini, suara gesekan itu masih cukup ramah di telinga. Kini roda-roda itu meraung seakan minta diberikan oli.

          "Okaeri."

         Seperti biasa senyum ramah dari sang pemilik rumah menyambut dengan hangat setelah gerbang itu terbuka. Kerutan di wajah seolah tak menghalangi rekahan bak kelopak gerbera di sana.

You are My Dogwood [Extended Ver.]Where stories live. Discover now