00

14.2K 982 18
                                    

Hai 👋👋

Ehe.... Aku datang dengan genre baruuu

Parah emang, yang lapak sebelah belom selesai udh publish baru lagi.

Tapi aku tuh greget pengin up!

Oke guys, happy Reading!

√√√√√√√

00

William Alexander De Calais. Seorang antagonis sampingan dalam novel berjudul 'The Lord'. Dimana dalam novel itu diceritakan William Alexander atau biasa dipanggil Liam, merupakan kembaran dari sang protagonis pria. Hanya saja, ketika protagonis ditakdirkan untuk menjadi cahaya Kekaisaran, kembarannya lahir dengan takdir sebaliknya.

Diceritakan Liam yang lahir dengan darah ras iblis dalam tubuhnya nyaris membunuh protagonis saat berusia lima tahun. Dia diasingkan ke menara Charisma, tempat para penjahat perang dieksekusi dan diadili.

Dan setelahnya alur berjalan seputar kehidupan protagonis. Dia yang kemudian diangkat menjadi murid kaisar dan menjadi penerus tahta. Lalu juga meliput perjalannya dalam menghimpun kekuatan yang bermula dari akademi. Dari sana juga ia bertemu protagonis wanita. Alur terjadi sedemikian rupa sehingga kemudian terjalin hubungan asmara antara mereka.

Konfliknya memuncak saat infeksi iblis mulai menjadi wabah yang mengubah banyak orang dari berbagai ras menggila dan tak terkendali. Kedua protagonis menjadi pahlawan disini. Sementara Liam muncul lagi saat pergolakan terjadi antara empat ras utama melawan ras iblis.

Liam tak banyak diceritakan dalam novel. Dia muncul lagi lewat pertengahan cerita. Dan berpihak pada ras iblis sehingga dirinya dicap sebagai pembelot. Sehingga saat pergolakan mereda, dia menjadi buronan bersama antagonis utama yang menjadi awal mula perpecahan.

Ceritanya menjadi membosankan ketika setelah Kekaisaran dalam masa pemulihan, diulik romansa antara kedua Protagonis. Dan seolah penulis tak ada minat lagi untuk melanjutkan cerita, dia membuat ending dimana Liam akhirnya tertangkap dan dieksekusi oleh ayahnya sendiri. Dan cerita benar-benar berakhir ketika protagonis pria dinobatkan menjadi Pemimpin di Kekaisaran.

"Bisa-bisanya novel dengan alur sekacau ini laku keras di pasaran. Aku mulai meragukan selera orang-orang yang makin hari makin aneh saja."

Alex menutup novel 'The Lord' yang membuatnya bosan sepanjang membacanya. Meski begitu ia tetap menamatkannya seolah ada kekuatan magis yang membuatnya tak bisa berhenti membaca.

Alex merenggangkan badannya yang terasa pegal. Ia berdiri membiarkan angin malam menerpanya. Saat ini ia tengah berada di puncak gedung tertinggi di kota. Dia tengah menunggu seseorang yang memintanya untuk datang.

"Alex."

Pria itu menoleh, akhirnya yang ditunggu-tunggu tiba juga.

"Ini sudah lewat tiga jam empat puluh tujuh menit dua belas detik dari yang di janjikan."

Pria itu mendengus.

Alex membuang begitu saja novel yang barusan ia baca. Dia selalu melakukan itu pada setiap novel yang selesai ia baca. Membuangnya setelah sekali baca dimanapun ia selesai membacanya.

"Apa bos tak membutuhkan aku lagi, Nick?"

Nick tampak tertegun sesaat lalu kemudian terkekeh pelan, "Kau sudah tau rupanya."

Alex mengangguk, "Habisnya si tua bangka itu mudah sekali dibaca."

Nick tertawa sekarang, "Jadi? Mau bagaimana? Aku bisa membantumu kalau kau mau melawan."

"Aku tak mau dicap sebagai anak tak tau diuntung. Setidaknya dia harus merasa lega karena aku cukup tau diuntung untuk tidak menggigit balik pada tangan yang sudah menyelamatkan ku dulunya."

"Cih, lihat kau bersikap sok suci sekarang."

"Kau salah, Nick," ujar Alex naik ke pagar pembatas. Dia menghadap Nick dengan merentangkan kedua tangannya. "Aku hanya benci ketika harus hidup dengan berhutang pada orang lain. Rasanya bertahun-tahun balas budi pun tak akan cukup. Sangat menyebalkan kau tau?"

Nick mendekat dengan tatapan mendongak pada Alex, "Sebenarnya kau adalah pion emas yang amat sangat menguntungkan pihak kita. Tapi bos pengecut itu malah ketakutan sendiri karena perkembangan mu yang mengerikan. Taring mu membuat ia merinding setengah mati, Lex."

Alex tertawa. Dia menatap Nick cukup lama. Bagaimana pun, pria itu telah menjadi rekannya selama puluhan tahun. Waktu yang tak sedikit membuat mereka sudah seperti saudara meski tak ada ikatan darah sedikit pun.

"Jadi, kau akan pergi seperti ini, Lex?"

Suasananya mendadak muram ketika Nick bertanya dengan tatap sayu.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Tanya Alex tak menanggapi tanya dari Nick.

Nick mengedikkan bahunya, "Entahlah. Mungkin setelah ini aku akan ditugaskan ke pangkalan utara. Kau tau, mati disana entah kenapa sepertinya akan lebih keren ketimbang jatuh dari gedung seperti ini."

Alex tertawa. Entahlah, ia jadi lebih banyak tertawa hari ini. Mungkin karena sebentar lagi ia akan mati. Dia jadi merasa bahagia sebab merasa semua akan segera berakhir tak lama lagi.

Angin berhembus mengacak-acak rambut Nick. Kedua tangannya terbenam dalam saku menatap ke arah bawah pada tubuh Alex yang seolah melayang dengan lambat sebelum akhirnya jatuh membentur atap mobil dengan keras.

"Selamat jalan, Lex. Mungkin tak lama lagi aku juga akan menyusul mu. Kabari aku jika mati itu ternyata tak menyenangkan agar aku bisa menunda sedikit lebih lama."

Nick pergi dari sana dengan langkah pelan. Ia mendongak pada langit malam tanpa bintang yang perlahan diliputi badai dan membuatnya jadi mengeluh karena badai membuat matanya perih hingga tak membutuhkan waktu lama untuk kelenjar air matanya berulah.

...........................

Be The Devil PrinceWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu