14

5K 708 9
                                    


14

"Kau ingin tidur di sofa semalaman?" Tanya Astra begitu kembali dan melihat Liam berbaring lagi di sofa.

"Aku tak mau beranjak satu senti pun dari sini," ujar Liam dengan nada malas. "Ngomong-ngomong siapa yang berjaga di luar ruangan ayah?"

"Seth dan Theodor, anggota pasukan di bawah pimpinan Nico. Kenapa?"

"Haruskah ku bunuh saja?"

Astra baru akan duduk di kursi kerjanya saat kata-kata tak terduga terlontar dari putranya.

"Apa maksudmu William?"

Liam menghela nafas cukup panjang. Matanya lurus menatap langit-langit, "Shura mereka busuk seperti bangkai. Mereka terinfeksi. Sudah tak terselamatkan lagi. Hanya menunggu waktu sampai mereka menggila."

Astra tertegun. Kedua orang di depan pintu ruang kerjanya itu adalah Ksatria yang terlatih dan sudah melalui pemeriksaan yang ketat. Bahkan jika mereka terinfeksi, harusnya sudah diketahui sejak awal.

Namun, bila Liam berkata begitu, maka begitulah adanya.

"Tapi bagaimana mungkin?"

Liam bangkit berdiri. Ia merenggangkan badan, "Akhir-akhir ini aku memang menemukan kasus aneh yang serupa." Dia meluruskan tangan kanannya ke samping dan pusaran bewarna putih perlahan terlihat membentuk sebuah pedang. Ketika Liam mengayunkannya pedang itu sempurna terbentuk.

"Akan ku selesaikan sehening mungkin."

Setelah berkata begitu, Liam meraih gagang pintu. Dan rupanya dua orang di depan sudah menyadari bahaya mendekati mereka. Dentingan pedang terdengar begitu Liam melesat keluar. Dari celah pintu Astra melihat Liam mengayunkan pedang yang diselimuti aura putih dengan cepat dan kedua orang itu tumbang tepat saat pintu tertutup sempurna.

Astra duduk di kursinya. Melanjutkan pekerjaannya lagi. Membiarkan Liam menyelesaikan masalah ini 'sehening' mungkin. Yang itu artinya, cukup mereka yang tau akan pertempuran singkat yang terjadi di malam sunyi ini.

||||||||||||||||

Liam dibuat tak tidur semalaman karena mengurus masalah dua ksatria di depan ruangan Astra. Bila ditanya apa dia membunuhnya, tentu saja tidak. Karena berbeda dengan kasus infeksi yang biasa dia temui, entah mengapa kedua orang itu memiliki aura berbeda. Mereka terinfeksi tapi mereka memiliki kesadaran sendiri. Untuk itu saat ini mereka dikurung untuk diinterogasi. Nico yang menangani mereka.

Dan sekarang, Liam berdiri di bawah sebuah pohon kenari. Dia mendongak dengan tatapan aneh. Agaknya dia heran dengan apa yang tengah dilakukan buntelan lemak itu di atas sana.

"Luisa."

Hanya satu panggilan dari Liam, gadis kecil itu berjengit di atas sana. Karena kehilangan fokus, kakinya terpeleset. Luisa masih sempat berpegangan sebelum tubuhnya ditarik gravitasi ke bawah sana.

Melihat adiknya bergelantungan Liam tersenyum geli. Ia bersedekap, "Ah, kau harus berpegangan sangat erat atau kepala mu akan pecah saat jatuh ke bawah sini."

Luisa tau itu. Makanya dia berusaha keras untuk memeluk dahan pohon dengan erat. Tapi tetap saja... dia tak sanggup menahannya.

"Huwaaaa kakak tolong aku!!!"

"Sayangnya kakak mu ini tidak bisa terbang. Lompat saja sini bila ingin turun."

Tangan Luisa yang memegang dahan sudah gemetaran. Dia hampir mencapai batasannya. Matanya juga sudah berkaca-kaca karena Liam malah menontonnya di bawah sana dengan kejam.

Be The Devil PrinceUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum