36

2K 304 21
                                    

Takut banget bakal nyisain plot hole🥲🥲
...
...

Dale. Wajah pria itu masih sama dalam ingatan Liam. Tak ada yang berubah selain bibirnya yang pucat membiru. Tangan Liam terulur menyentuh wajah pria itu hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri dari dinginnya kulit yang ia rasakan, bahwa yang ia lihat kali ini hanya tersisa tubuh tanpa nyawa semata.

'Bahkan kali ini pun, aku masih membiarkan kau mati.'

"Yang mulia." Sion mendekat. Dia melihat Liam yang tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Apa ada yang ingin kau katakan?" Tanya Liam menarik tangannya kembali tanpa menoleh pada Sion sama sekali.

"Apa.. dia orang yang penting untuk anda?"

"Hm.." Liam berpikir, "Apakah seseorang akan membunuh orang yang ia anggap penting?"

"Mungkin saja."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Karena anda juga membunuh wanita pemilik tangan ajaib yang makanannya paling enak sedunia."

Liam tertawa. Namun tanpa warna. Tawanya hambar. Lalu menatap ke sebelah dimana mayat Riana yang sudah bersih disandingkan bersama adiknya. Tatapannya meredup.

"Mau bagaimana lagi. Habisnya dia sudah terlanjur terinfeksi. Itu satu-satunya cara menyelamatkannya Sion."

Sion mengernyit. Sebagai aune dia memang sudah hidup cukup lama dari penampilannya. Namun secara pribadi Sion tak ubahnya seperti seorang anak kecil. Dia tak terlalu mengerti hal-hal rumit yang membuat orang dewasa terjerat di dalamnya.

"Saya tak mengerti, yang mulia. Bukankah kalau mati itu artinya tak selamat lagi?"

Liam menoleh, "Aku sudah pernah bilang. Ini adalah penyelamatan versi William De Calais."

Sion makin mengernyit bingung. Seingatnya nama tengah Liam ada Alexander-nya. Tapi Sion juga tak mau memperpanjang masalah. Dia mengangguk saja meski tak terlalu mengerti.

"Untuk itu Sion..."

"Ya?"

"Jika ada yang ingin menyelamatkan diriku, maka satu-satunya jalan baginya adalah dengan membunuh ku."

Itu hanyalah sebuah kalimat yang Liam ucapkan dengan enteng tanpa minat. Bahkan tak ada keseriusan di matanya. Namun entah mengapa darah Sion dibuat berdesir. Seolah-olah akhir buruk dari semua tragedi panjang ini tergambar begitu saja di depan matanya.

"Yang mulia.."

Liam menoleh.

"Saya tidak akan pernah menyelamatkan anda."

Sebab Liam sudah bagai rumah baginya. Dan Sion sungguh tak ingin kehilangan tempat pulang yang pertama kali dimilikinya.

||||||||||||||||

Nico. Kira-kira bagaimana kabar pria itu setelah sekian abad tidak muncul? Terakhir kali dia sibuk membasmi antek-antek kelompok anti kaisar. Dan sekarang dia berada di pelosok. Jauh disudut kerajaan Calais.

Setelah Liam dikirim ke menara, Nico dialih tugaskan. Ah bukan beralih, lebih tepatnya dia kembali pada pekerjaannya yang seharusnya. Memimpin  pasukan yang bekerja langsung dibawah komando raja Astra.

Sekarang dia baru saja selesai mengobrak-abrik salah satu markas para pemberontak yang akhir-akhir ini membuat kekacauan terutama di kerajaan Calais. Tempatnya ada di dekat pelabuhan. Tersembunyi di gang-gang kecil dengan bar sebagai kedok luar.

"Ck! Yang ini pun tikus kecil saja."

Nico menggerutu setelah menendang tubuh pimpinan bar yang sudah terkapar dihajar anak buahnya. Jauh dari image pengasuh baik hati dan penyabarnya dulu saat menghadapi Liam, malam ini Nico terlihat bengis dan jauh dari kata manusiawi.

Be The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang