11

5.5K 739 12
                                    


Gk tau deh, makin lama makin ngelantur aja saya disini


11

"Pangeran, sebentar lagi kita akan sampai di penginapan Quora."

Liam membuka matanya yang semula terpejam. Benar juga, dia harus melakukan sesuatu sebelum sampai di istana. Dia meraih topengnya, wajahnya merupakan aset berharga yang tak boleh dilihat sembarang orang sih. Bagaimana pun Liam harus berkelana kesana kemari untuk menjalankan tugas, jadi dia sebisa mungkin tidak menunjukkan wajahnya sebagai pangeran kerajaan Calais.

Kereta kuda berhenti, Liam segera turun. Tempat di sekitar penginapan cukup ramai, jadi ia menjadi pusat perhatian saat keluar. Orang-orang langsung menyingkir sejauh mungkin saat Liam berjalan. Mereka masih sayang nyawa, berada terlalu dekat dengan Liam hanya akan membawa bencana. Bisa saja mereka terinfeksi, bisa juga pedang Liam yang menggorok leher mereka. Begitulah pikiran orang-orang itu.

Liam tak terlalu peduli sih. Malah lebih bagus kalau ia dijauhi. Akan repot kalau rakyat menyanjungnya seperti Emerald. Dia tak akan bisa bergerak bebas. Liam jadi kasihan dengan saudara kembarnya itu, pasti kemana pergi anak itu akan dikerubungi banyak orang. Namanya juga tokoh utama, daya tariknya memang luar biasa.

"Yang mulia, ada yang bisa saya bantu?"

Pemilik penginapan langsung turun tangan begitu anak buahnya mengabari tentang kereta kuda pangeran keempat yang berhenti di depan penginapan. Tentu dia tak bodoh untuk tak mengenali siapa pria bertopeng yang berdiri di depannya kini.

"Ada barang yang tertinggal. Aku ingin mengambilnya."

Raut wajah pemilik penginapan dari semula gugup berubah melunak. Dia menyuguhkan senyum tipis dan menuntun Liam menuju sebuah ruangan di lantai dua. Sebuah kamar kecil di bagian paling pojok dan tak pernah ditempati. Begitu sampai di dalam, pemilik penginapan membuka lemari dan menarik sebuah tuas sehingga lantai di dekatnya terbuka dan menampakkan tangga menuju ruang bawah tanah.

"Yah, ini sungguh diluar dugaan Zero. Kau rupanya adalah seorang pangeran negeri ini."

"Kalau hal ini bocor, akan ku cekik kau sampai mati, Sirgis."

Sirgis tertawa canggung sembari memegang obor dan berjalan turun, "Seperti yang diharapkan dari pangeran tirani, kau menakutkan. Eh, atau haruskah aku panggil Yang Mulia?"

"Seperti biasa saja."

Sirgis mengangguk, "Ngomong-ngomong bagaimana kau mengatasi keributan di luar? Orang-orang pasti bertanya untuk apa pangeran yang sudah belasan tahun tak pulang singgah ke penginapan lebih dulu alih-alih segera ke istana. Gosip akan menyebar lagi, lho."

Liam mengedik tak peduli, "Ini harus segera dibereskan atau wabah akan menyebar. Kalau menunggu aku sampai di istana dulu akan repot. Lagipula raja tak mengetahui hal ini."

Mereka sampai di ruang bahwa tanah. Sirgis menyalakan obor-obor di dinding. Dan ketika cahaya dari api itu menerangi kegelapan disana, tampak puluhan orang terantai dibalik sel besi.

"Mereka mulai menggila lagi," ujar Sirgis ketika orang-orang itu saling bertumpuk menyerang dengan gila berusaha menjangkau dirinya dan Liam yang ada di luar.

Liam mengamati sebentar, "Akan segera ku bereskan. Kau kembali lah ke atas."

"Apa tak ada satu pun yang memiliki harapan untuk hidup?"

Liam menghela nafas dengan berat, "Aku tak bisa memberi harapan seperti itu Sirgis. Lebih cepat mati adalah jalan terbaik untuk membebaskan mereka dari penderitaan."

Be The Devil PrinceWhere stories live. Discover now