29

2.8K 378 12
                                    

'Hubungan antara 'anak Calais' dan guardiannya tidak sedangkal kontrak belaka Alexander.... Itu sesuatu yang jauh lebih kuat lagi.'

Ah, kenapa Liam harus teringat kata-kata itu disaat seperti ini? Disaat darah mengucur deras dari luka di perutnya. Disaat telinganya berdenging panjang. Disaat penglihatannya memburam. Kenapa Liam harus mengingat kata-kata itu lagi disaat dia rasanya berada diambang Kematian?

Suasana aula perjamuan sangat kacau. Dentingan pedang terdengar dimana-mana. Suara ledakan dari dua Shura yang beradu dan kehebohan orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri. Dan yang paling mengerikan dari semua itu adalah makhluk berkepala tiga yang mengamuk di tengah-tengah aula.

Tingginya sekitar 3 meter. Seekor chimera dengan kepala singa, elang dan ular yang ada dalam satu tubuh. Namun tampaknya sudah terjadi beberapa evolusi pada makhluk ini. Selain ukurannya yang tak wajar, Shuranya hitam pekat, matanya merah menyala dan dia sama sekali tak mudah untuk di taklukkan.

"Uhuk ukh...." Liam terbatuk memuntahkan seteguk darah. Ia tak mampu lagi menopang tubuhnya dan jatuh berlutut. Dadanya terasa seperti terbakar. Nafasnya mulai putus-putus. Dan di tengah-tengah kesadarannya yang nyaris hilang, Liam melihat dengan jelas sosok gadis kecil berambut perak yang berdiri ditengah kericuhan dengan gaun putih yang berlumuran darah.

Tepat saat pandangan mereka saling bertemu, Liam tersentak dari tidurnya. Mimpi yang penuh ketengangan itu menguap begitu saja berganti suasana hening kamar asramanya yang didominasi dengkuran Javier di ranjang tingkatnya.

Tanpa sadar tangan Liam bergerak ke arah perutnya. Rasanya begitu nyata ketika ia mengingat kembali kilasan mimpi barusan. Rasanya ngilu. Seolah sebuah benda tajam memang pernah menancap disana dan menembus ulu hatinya.

Cukup lama terdiam menatap langit-langit, kilasan mimpinya perlahan memudar. Dan begitupun dengan rasa kantuk Liam yang menguap begitu saja. Dia akhirnya memutuskan untuk beranjak duduk. Tampaknya cahaya bulan yang masuk lewat jendela telah menarik perhatiannya.

Liam beranjak. Mengambil jubah pemberian Hera di lemari kemudian membuka jendela dengan setenang mungkin. Sejenak udara malam membuatnya merasa lebih lapang dalam bernafas. Karena entah kenapa sejak terbangun barusan rasanya ruangan ini terasa begitu pengap.

"Kau mau kemana malam-malam begini?" Suara serak Xavier menginterupsi.

Itu membuat Liam mengurungkan langkahnya. Dia berbalik dan bersandar di kusen jendela, "Hm, aku sebenarnya juga mepertanyakan itu? Coba beri beberapa saran?"

"Huh?" Xavier linglung. Entah mengapa mendadak dia merasa lebih baik untuk tidur saja dari pada meladeni Liam untuk saat ini. "Jangan lupa tutup pintunya lagi."

"Kau tak mau ikut?"

"Mana mungkin, bodoh." Xavier bergumam sembari menarik selimut dan berbalik menghadap dinding.

"Kau bilang apa?"

"Tidak. Pergilah saja atau Javier akan terbangun."

Brak!

Xavier sedikit tersentak. Dia mengangkat kepala dan menoleh ke belakang. Liam sudah tak terlihat, jendela juga sudah tertutup. Dan untungnya Javier sepertinya tidak terbangun karena Liam menutup jendela dengan 'cukup' keras.

"Bocah itu...." Xavier menggeram, "Apa ku adukan saja pada kepala asrama?"

||||||||||||||||||||||||||||||||

Seperti yang dia katakan, Liam sebenarnya tidak cukup tau mau pergi kemana malam ini. Mungkin dia tak akan keluar dari area akdemi karena hanya butuh berjalan-jalan sebentar dan menghirup udara segar.

Be The Devil PrinceWhere stories live. Discover now