Akhirnya, setelah Angel dari toilet. Bel masuk pun berbunyi. Pelajaran pertama adalah bahasa Indonesia, lantas beberapa menit kemudian, datanglah seorang guru perempuan masuk ke kelas. Namun, semua murid tertegun. Guru mereka berbeda dengan guru bahasa Indonesia yang awalnya mereka kenal. Usai meletakkan buku di meja guru, guru baru tersebut berdiri di depan kelas dengan tersenyum. Perawakannya yang tinggi dan wajah ayu membuat siapa saja sejuk memandangnya.
‘’Selamat pagi, anak-anak. Nama saya Kenanga Mewangi, panggil saja saya Bu Kenanga. Saya di sini menggantikan Bu Hawa Santika Sari yang pindah mengajar dari sekolah ini, yaitu guru bahasa Indonesia yang awal. Ada yang ingin ditanyakan lagi? Sebelum saya meminta tolong kalian untuk memperkenalkan diri,” tanya Bu Kenanga tersenyum.
‘’Tidak, Bu!’’ seru murid-murid serempak.
‘’Baiklah, sekarang saya akan membagikan kertas ini untuk kalian tulisi nama, hobi dan cita-cita, ya,” perintah Bu Kenanga, setelah mengeluarkan beberapa kertas lipat dari saku bajunya.
‘’Kertas lipat, Bu? Lalu nanti dibentuk apa?’’ tanya Angel mengangkat tangannya, langsung bertanya.
Mendengar pertanyaan salah satu murid barunya tersebut, Bu Kenanga yang belum tahu namanya langsung tersenyum manis dengan menatap mata Angel. Namun, saat beliau memandangnya dengan intens, Bu Kenanga merasakan ketakutan di dalamnya. Ada apakah dengan anak ini? batin Bu Kenanga, langsung bersimpati dengan Angel.
‘’Oh, ya, saya akan mengajarkan kalian membuat seekor burung dengan kertas ini. Terima kasih pertanyaannya, Nak,’’ jawab Bu Kenanga, masih memandang Angel.
‘’Buat apa, Bu?’’ sahut Angel lagi penasaran. ’’Kita saja belum saling kenal.’’
Sanggahan Angel membuat Krisna yang duduk di belakang Angel langsung menggeplak kepala Angel dengan buku tulisnya. Mendapati hal itu, Angel menoleh seraya mengelus kepalanya yang terasa sakit.
‘’Krisna Arjuna, sakit tahu!’’ gerutu Angel menatap tajam Krisna seraya menoleh ke belakang.
‘’Kamu, ya, Ngel. Ini belum tanya-jawab, sudah menyalahi aturan,” sanggah Krisna.
‘’Biarin. Aku ‘kan penasaran,’’ balas Angel tak terima.
Mendapati dua muridnya yang berdebat, Bu Kenanga tertawa lalu beliau berdiri di samping antara bangku mereka berdua.
‘’Kalian seru amat, sih. Ada apa?’’ tanya Bu Kenanga lalu tersenyum.
Pertanyaan Bu Kenanga membuat Brama yang duduk di samping Krisna mendengkus kesal.
‘’Mereka, tuh, debat mulu, Bu, pusing saya dengarnya,” gerutu Brama.
‘’Debat itu diskusi, yang penting nggak berantem,’’ sanggah Krisna.
Mendengar perdebatan mereka, Bu Kenanga menghela napas.
‘’Sudah, dong. Nanti lagi, ya, meskipun seru,” pinta Bu Kenanga.
‘’Maaf, ya, Bu,’’ jawab Krisna dan Angel bersamaan.
Mendengar permintaan maaf Krisna dan Angel, Bu Kenanga hanya mengangguk. Lantas, beliau pun kembali ke bangkunya. Setelah beberapa menit, murid-murid sudah selesai menulisi kertas tersebut.
Mengetahui hal itu, Bu Kenanga beranjak mengelilingi bangku demi bangku hingga sampailah pada bangku Angel lagi. Melihat Bu Kenanga berdiri di depan mejanya, Angel tersenyum, sedangkan yang ditatap seperti itu juga membalasnya dengan tersenyum.
‘’Ayo, Angel, berdiri! Bacakan tulisan di kertasmu!’’ perintah Bu Kenanga.
Permintaan Bu Kenanga membuat Angel menggeleng lalu dia menatap guru barunya tersebut dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong
General Fiction"Oh, jadi kamu minta tolong sama Brama juga? Dasar cewek sana-sini mau," ejek Ake sesekali tertawa. "Terus, mau adegan romantis lagi seperti di drama-drama Korea. Ya, mana bisa? Brama tadi sebenarnya jijik dengan adegan itu. Iya 'kan, Bram?" tanya N...