Tit…
Mendengar suara itu Angel terkejut lalu mendongakkan kepala, dia memandang Fahmi yang sedang tidur. Namun, setelah itu dia beralih ke alat medis yang masih berbunyi itu. Benda berbentuk persegi tersebut menunjukkan garis lurus di monitor kacanya, sadar akan hal itu Angel panik lalu dia mengelus kepala Fahmi.“Fahmi. Hai, kamu kenapa? Fahmi bangun jawab aku, tidur itu bangun. Bukan gini, Fahmi!” ucap Angel kedua matanya mulai basah.
Angel tidak percaya akan hal itu dia masih berusaha membangunkan Fahmi. Jantungnya mulai berdegub dan rasa takut itu datang kembali.
“Fahmi ini nggak lucu. Fahmi tolong bangun, Fahmi!” bentak Angel sambil menangis dia masih berusaha membangunkan Fahmi dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Setelah Angel menyerah akhirnya, dia memanggil dokter. Dokter pun datang untuk memeriksanya dan menyuruh Angel keluar ruang ICU. Via pun membantu akan hal itu. Namun, Angel masih ingin menunggui di sana. Akhirnya, sang adik ngalah Via hanya memeluk Angel agar dia tetap seimbang berdiri. Angel hanya menangis, ketika dada Fahmi diransang dengan alat kejut.
“Via, dia nggak apa ‘kan?” tanya Angel.
“Aku nggak tahu, Kak. Kita berdoa saja,” jawab Via sesekali menghapus air matanya.
Selang beberapa menit, dokter menyerah beliau menyatakan Fahmi meninggal. Mendengar hal itu, Angel yang awalnya memeluk Via. Kini dia melepasnya dan menjatuhkan diri, dia pun merangkak menghampiri brankar Fahmi. Sang adik mencegah, tetapi cegahannya tak digubris dan pada akhirnya dia membiarkan Angel melakukan hal itu.
Angel susah payah berdiri sendiri tanpa mau dibantu suster atau pun dokter, usai dia berhasil. Angel berusaha mengelus kepala Fahmi, dia pun tersenyum walau dengan derai air mata. Angel setelah itu beralih mencium kening Fahmi lembut.
“Maafkan aku karena aku tidak menerima cintamu, Fahmi. Sebab aku mencintai Brama. Fahmi terima kasih, kamu telah menjadikan aku orang berarti dalam hidupmu. Aku janji padamu, aku tak akan mengecewakanmu tentang olimpiade itu,” ucap Angel. “Lalu, jika menganggapku berarti dalam hidupmu. Kamu pergi, lantas bagaimana dengan Brama? Apakah, dia juga akan pergi?”
Setelah berkata demikian, Angel pun sedikit terkejut dan mengajak Via keluar ruangan.
*****
Angel dan Via memutuskan untuk kembali ke sekolah, selesai pemakaman Fahmi. Namun, baru saja dia masuk kelas. Emi pun datang, dia memeluk Angel lagi.
“Ini surat dari Fahmi. Dia menulisnya tiga hari yang lalu, dibaca, ya,” pinta Emi usai melepas pelukannya.
Amplop biru itu, Angel terima dia pun hanya mengangguk. Respons tersebut membuat Emi tersenyum lalu memeluknya lagi.
“Kamu tetap bersyukur, ya. Meski harus dibantu dengan alat ini. Saya senang bisa mengenalmu, Ngel. Baik-baik terus, ya,” ucap Emi masih memeluk Angel.
“Iya, Ibu. Terima kasih,” jawab Angel.
Jawabannya membuat Emi melepas pelukannya lalu benar-benar pergi. Melihat hal itu, Via menghampiri kakaknya yang masih mematung berdiri dengan wolker.
“Percaya ‘kan, Kak? Bahwa ada orang lain yang menganggapmu berarti selain sahabat dan saudaramu sendiri?” tanya Via, menepuk sedikit pundak kanan Angel. “Anggap hidup adalah pelajaran melalui pertemuan dan perpisahan yang cukup singkat ini.”
Angel hanya merespons mengangguk dengan hal itu lalu dia beranjak ke bangkunya dan duduk.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong
General Fiction"Oh, jadi kamu minta tolong sama Brama juga? Dasar cewek sana-sini mau," ejek Ake sesekali tertawa. "Terus, mau adegan romantis lagi seperti di drama-drama Korea. Ya, mana bisa? Brama tadi sebenarnya jijik dengan adegan itu. Iya 'kan, Bram?" tanya N...