Akhirnya, soal tes masuk SMA Nawang Langit. SMA-nya Vivia telah selesai Angel kerjakan. Tak sia-sia dia bangun pagi sebelum subuh lalu salat, ganti baju, dan sarapan lebih awal. Kini, Angel tinggal merapikan rambutnya yang masih dikucir berantakan. Setelah beres memasukkan kertas itu ke dalam tas dan mengecek bawaan sekolahnya, Angel mencopot kucir lalu menyisir rambutnya dengan perlahan. Namun, saat dia masih melakukan hal tersebut, pintu kamar Angel diketuk.
“Ngel, ini aku Rayyan. Aku masuk, ya?” izin Rayyan dibalik pintu.
“Iya, Mas. Masuk saja aku tinggal sisiran, kok,” jawab Angel.
Sesudah mendapat izin dari sang adik, Rayyan langsung masuk tanpa dia menutup pintu kamar Angel.
“Sini aku sisir!” pinta Rayyan langsung mengambil alih sisir itu.
Angel pun hanya menghela napas melihat perlakuan kakaknya.
“Mas, aku bisa sendiri,” sanggah Angel.
“Nggak apa, lama sudah nggak nyisir rambutmu lagi. Terakhir kelas enam aku sisir, ya? Saat itu rambutmu masih pendek seperti cowok, sekarang sudah panjang. Mau diapain adik aku yang cantik?” tanya Rayyan masih menyisir rambut Angel.
“Ya, sudah, deh. Pakai jepit, saja, Mas. Nih! Tiga aku sudah siapin,” tunjuk Angel ke atas meja rias sekaligus belajarnya. Melihat sosok Rayyan yang dengan sabar menyisir rambutnya terpantul di dalam cermin, dia tersenyum.
“Oke. Bentar, ya. Kenapa senyum? Bukan pertama kali, lho, aku lakukan ini sama kamu. Meski baru dua kali ini, sih,” jawab Rayyan sesekali tertawa.
“Harusnya yang melakukan ini ke aku adalah Papa, Mas. Namun, aku nggak pernah merasakannya. Malah, Kak Hans yang melakukannya pertama kali ke aku,” jawab Angel.
Mendengar cerita itu, Rayyan menghela napas. Setelah dirasa cukup rapi, dia meletakkan sisir di atas meja dan mengambil satu jepit.
“Ya, sudah. Kalau Om Arka nggak bisa melakukan ini ke kamu, sedangkan Kak Hans berada jauh darimu, biar aku saja yang melakukannya meski hanya sesekali,” jawab Rayyan selesai memasangkan jepit di belahan rambut kanan Angel. “Satu saja, ya? Simple gini, kok, cantik pula. Kamu bangun tidur saja tetap cantik, apalagi gini. Pantas dulu temanku naksir kamu, meski aku tahu, sih, kamu bakal nolak. Sebab, di hatimu sudah ada Brama bukan Danu lagi.”
Mendengar cerita Rayyan, Angel terkejut lalu dia menoleh ke arah Rayyan yang sudah beralih posisi berdiri di samping Angel.
“Mas, tahu sejak kapan aku cinta sama Brama?” tanya Angel heran.
Keterkejutan Angel membuat Rayyan tertawa kecil lalu dia menatap mata adiknya itu dengan lembut.
“Kamu kira hanya Krisna yang tahu soal itu? Aku tahu, kali, Ngel. Memang sengaja biar kamu cerita dulu ke aku, tapi kamu nggak kunjung cerita. Sejak upacara MOS itu ‘kan waktu SMP? Namun, kamu nggak mengakuinya hingga sekarang sebab kamu masih berharap dengan Danu.”
“Iya, sejak dia menatap mataku dengan tidak sengaja. Getaran itu ada, Mas. Sama seperti aku pertama kali cinta dengan Danu meski lebih kuat yang ini. Iya, benar. Aku masih berharap dengan Danu dan fokus belajar juga, sih. Jadi, aku menghiraukannya,” jawab Angel.
“Siap membuka hati kamu, Ngel? Sekarang, Tuhan mempertemukan kalian lagi setelah tiga tahun berpisah. Ini saatnya kamu ambil peran. Biar nggak terjebak di masa lalu terus,” kata Rayyan berusaha menyakinkan sang adik.
Mendengar perkataan Rayyan, Angel menghela napas.
“Nanti, Mas. Memang Brama mulai mendekatiku, tetapi mungkin dia seperti Krisna. Aku juga tidak akan membandingkan Krisna dan Brama. Namun, kita nggak boleh mengambil kesimpulan sebelum kita tahu kebenarannya. Aku yakin dia cowok yang baik, meski banyak ceweknya, sih. Maklum saja Brama punya pesona sendiri dan aku nggak tahu, kenapa aku cinta sama dia walau aku berusaha mengelaknya,” jawab Angel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Wrong
General Fiction"Oh, jadi kamu minta tolong sama Brama juga? Dasar cewek sana-sini mau," ejek Ake sesekali tertawa. "Terus, mau adegan romantis lagi seperti di drama-drama Korea. Ya, mana bisa? Brama tadi sebenarnya jijik dengan adegan itu. Iya 'kan, Bram?" tanya N...