2. Insiden Menyedihkan

5.2K 203 28
                                    

Jemari Bumi tak henti menyusur pada layar luas di ipad miliknya. Meski pikirannya nyaris buntu, nyatanya masih ada sisa sirkuit di otak yang sanggup bekerja. Tak butuh banyak usaha, lelaki itu langsung menemukan apa yang ia cari.

Kronologi kejadian jatuhnya pesawat yang Diandra tumpangi.

Matanya bergerak cepat, membaca baris per baris dari kalimat rumit yang menyatakan bahwa insiden disebabkan oleh kesalahan dari sistem navigasi pesawat, dan menyebabkan pesawat keluar dari jalur yang seharusnya, hilang kendali, dan berakhir meledak setelah menghantam air di laut Jawa.

Seluruh tubuh Bumi, lemas bukan main saat menemukan kalimat bahwa berdasarkan hasil pencarian tim SAR, dinyatakan bahwa tidak ada korban selamat atas kejadian itu. Yang berarti, Diandra, sebagai salah seorang yang juga berada di penerbangan tersebut, juga tidak selamat.

Bumi tak ayal menatap kosong pada beberapa foto bangkai pesawat yang sudah berupa serpihan. Tidak hanya itu, beberapa foto lainnya menunjukkan barang temuan yang dapat dipastikan merupakan barang dari penumpang pesawat yang bentuknya sudah tidak utuh. Barang tersebut berupa potongan kain baju, sisa serpihan dari ponsel, bahkan koper yang bentuknya sudah terbelah.

Melihatnya, harapan di hati kecil Bumi yang menginginkan Diandra tetap hidup, langsung padam seketika.

Secepat kilat, Bumi menutup Ipadnya, serta menghapus jejak airmata yang sempat jatuh sejak menemukan fakta bahwa seorang Diandra, baru saja kehilangan nyawa dalam perjalanan ke Praha.

Praha, kota impian mereka dulu.

"Keluarga Nyonya Ansara". Panggilan dari perawat yang baru keluar dari ruang ICU, membuyarkan lamunan Bumi.

Lelaki itu langsung menghampiri. "Iya, Sus? Gimana keadaan istri saya?".

"Tindakan operasi Nyonya Ansara yang semula dijadwalkan besok pagi, ternyata harus dilakukan sekarang, mengingat kondisi pendarahannya tidak kunjung berhenti. Kami takutkan ada robekan di rahimnya. Untuk itu, kami butuh tanda tangan persetujuan dari keluarga". Ucap sang perawat, menyampaikan.

Bumi tercengang, mulutnya sampai terbuka. "Istri dan anak saya akan baik-baik aja, kan, Sus?".

"Untuk lebih lengkapnya, Dokter Sylvia yang akan menjelaskan. Namun, untuk sekarang, kami butuh persetujuan dari anda untuk tindakan segera, Pak. Silahkan ke bagian administrasi untuk menandatangani berkasnya". Balas sang perawat.

Tanpa pikir panjang, Bumi langsung melesat, berlarian menuju meja administrasi dan menandatangani berkas tindakan Ansara. Setelahnya, ia kembali ke depan ruang ICU, menanti dibawanya Ansara ke ruang operasi untuk dilakukan tindakan.

Dan saat dua perawat keluar sembari mendorong bangsal yang ditiduri Ansara, saat itu juga, Bumi menyaksikan betapa pucatnya wajah sang puan. Dengan beberapa alat yang menempel di tubuh, Ansara tak kunjung mendapati kesadaran diri. Dua perawat yang bertugas membawa Ansara, berjalan cepat, seakan tergesa karena urgensi keselamatan sang puan.

Sedangkan Bumi mengekor, terus berada di sisi Ansara dengan tatapan yang begitu kosong. Seakan jiwanya sudah dicabut lebih dulu dan menyisakan raga yang tak lagi bernyawa. Bumi terus mengiringi Ansara, memaksakan langkahnya yang kian lemah karena perasaan takut. Hingga akhirnya, sekali lagi, ia harus merelakan Ansara saat pintu ruang operasi ditutup.

Bumi memilih untuk duduk di salah satu sudut didepan ruang operasi, merasakan raganya yang kian kehilangan tenaga. Kepalanya berdenyut hebat, sedangkan sedihnya sudah berubah menjadi segukan hebat. Ketakutan dan trauma yang berpadu, membuatnya hilang kendali atas diri sendiri.

Ditengah kesendiriannya, ponsel Bumi kembali berbunyi. Dua pesan teratas, mencuri perhatiannya dalam sekejap. Satu diantaranya merupakan pesan dari Mamanya, yang menanyakan kondisi Ansara dan keberadaan mereka sekarang. Sedangkan pesan yang paling atas dan paling baru, adalah pesan dari nomor yang bahkan belum Bumi simpan. Yaitu dari Ayahanda Diandra.

BUMIGANTARAWhere stories live. Discover now