11. Pemilik Mata Cantik

2.2K 188 25
                                    

Jemari mungil milik Gavabiel, meraih ke atas, menjamah kulit kasar yang ditumbuhi titik-titik rambut. Yang disentuh langsung menghela nafasnya panjang. "Ayah nih udah mandi loh, tanganmu kan kotor, lagi makan bubur, malah pegang-pegang pipi Ayah begini".

Yang diomeli malah membagi senyum, seakan puas seakan senang karena berhasil mencoreng pipi sang Ayah dengan tangan mungilnya. Disisi lain, Ansara tersenyum memperhatikan keduanya, lantas mengambil tangan Gavabiel yang kotor dan mengelapnya bersih menggunakan tisu basah. "Minta maaf sama Ayah, Biel. Habis ini, Biel lap pipi Ayah pakai tisu, ya".

Suasana sarapan keluarga itu, tetaplah hangat, selalu hangat semenjak kehadiran putra semata wayang mereka yang perkembangannya kian pesat. Pagi ini salah satu contohnya. Sesi sarapan yang biasanya hanya dilakukan berdua, sudah sejak minggu lalu berubah makin ramai saat Gavabiel memasuki masa makan pendamping.

"Nah, tangannya udah Bunda bersihin. Ayo, sekarang gantian Biel bersihin pipi Ayah". Ucap Ansara lembut.

Anak lelaki itu menatap sang Ayah dengan ragu, sudah memegang tisu di sebelah tangannya. Sedangkan Bumi mendekatkan pipinya dengan sang anak tanpa merubah ekspresi tegas di wajahnya. "Nih, ayo cepet bersihin pipi Ayah".

Jemari mungil itu bekerja keras, mengelap pipi Bumi dengan acak menggunakan tisu. Saking seriusnya,
hingga alis mungilnya itu bertaut, dan bibirnya melengkung kebawah. Bukannya bersih, kotor di pipi Bumi malah makin meluas, membuat Ansara terkekeh sendiri di tempatnya.

Bumi yang menyadari tawa Ansara, lantas melirik. "Kenapa kamu ketawa?".

"Gak apa-apa, Mas. Kamu ganteng". Balas Ansara cepat.

Bumi menyipitkan mata. "Kamu jangan ngerayu saya. Anakmu nih, usilin saya".

"Kan anakmu juga". Balas Ansara jenaka dengan senyumnya.

Bumi lantas gantian melirik pada presensi mungil di sebelahnya. "Emang kamu anak saya? Pipinya tembem gitu, ileran lagi, gak mirip".

Seakan mengerti ucapan sang Ayah, Gavabiel menghentikan kegiatannya dan menekuk bibirnya kebawah, siap untuk menangis. Belum sempat Bumi menenangkan, satu teriakan kencang sudah terdengar mengisi rumah megah itu. Gavabiel menangis sejadi-jadinya, membuat Bumi kelabakan untuk buru-buru menggendong dan mengecup pipinya berulang kali. "Bercanda, sayang. Maafin Ayah, ya, jagoannya Ayah. Jangan nangis lagi. Kamu nih, masih bayi kok udah kayak ngerti omongan Ayah aja, sih?".

Di tempatnya, Ansara tertawa geli, menikmati tiap detik dari kebersamaan mereka yang begitu menghangatkan hatinya tanpa diduga. Dua terang di jiwanya, monokrom dan warna di hidupnya.

Dua manusia terpenting di hidupnya.

———

"Nanti siang, Killian mau kesini, mau ngobrolin bisnis. Katanya bawa istri sama anak-anaknya juga. Biar Biel kenalan". Ucap Bumi, seraya memperhatikan Ansara dan Gavabiel yang tengah mandi bersama di bathup yang tak terisi penuh.

Ansara menoleh. "Anaknya yang kembar itu ya, Mas? Udah lahir?".

Netra Bumi menjelajah ke pundak terbuka Ansara yang berkilau akibat sabun, tak mampu memalingkan pandang dari sana. "Iya, Sierra sama Orion. Baru aja lahir tiga minggu lalu".

Ansara menatap Gavabiel dengan binar di matanya. Mata cantik itu, kini bermuara pada sang anak."Nah, nanti Biel kedatangan temen, sayang".

Jemari Bumi yang semula berada di sisi tubuhnya, kini berpindah masuk ke dalam air, menimbulkan gemercik hingga akhirnya menyentuh punggung terbuka Ansara. "Mereka datengnya sore, habis mandi, Biel biasanya tidur siang kan, An?".

BUMIGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang