29. Statis

1.8K 262 126
                                    

Selama di perjalanan, Gavabiel untungnya tertidur lelap di pelukan Ansara. Pembawaan bayi lelaki itu juga terlampau lebih tenang, tidak rewel seperti biasanya. Entah ketenangan mana yang membawa batinnya nyaman, Ansara sendiri juga tidak tahu pasti.

Disamping mereka, Prastha berkendara dalam diam. Sama sekali tidak berniat membuka suara sebab pikirannya pun tengah kalut. Jalanan yang makin lenggang memudahkan mobil untuk melesat dalam
kecepatan yang cukup tinggi, namun tetap terjaga aman.

Ansara beberapa kali melirik kesamping, mempelajari profil wajah Prastha yang sekilas mirip dengan Bumi. Di penerangan jalanan yang seadanya, terlihat beberapa perbedaan yang jelas terlihat. Hidung Bumi lebih tinggi dari Prastha, dan rahangnya pun lebih tegas dari sang Kakak. Tapi, selebihnya, mereka memang terbilang mirip.

Lantas, Ansara membuang tatap ke arah jendela, memandangi jalanan malam yang dihiasi lampu. Hatinya sama sekali tidak merasakan tenang. Sebab jika boleh jujur, Ansara belum ingin bertemu Bumi. Entah apa reaksinya nanti saat pertama
melihat sang lelaki, ia sama sekali tidak bisa memprediksi.

Perjalanan selama dua jam itu berlangsung sunyi, tidak ada satu percakapan pun terjadi sebab keduanya memang asing. Hanya sesekali saat Gavabiel menggeliat dalam tidurnya dan merengek lah keduanya terlihat menaruh atensi. Ansara juga sempat beberapa kali jatuh tidur sebab merasakan lelah. Hingga akhirnya gedung rumah sakit yang menjulang tinggi itu terlihat di manik mata mereka.

Prastha turun dari mobil setelah memastikan Ansara turun terlebih dahulu, seakan berjaga seandainya sang puan hilang dari pandangan. Dengan tetap terus menjaga jarak, Prastha berjalan nyaris beriringan dengan Ansara. Mereka tetap dalam kondisi bungkam satu sama lain, bahkan setelah mendekati kamar rawat Bumi.

Prastha membuka pintu kamar dan menemukan Mama dan Ganestian, adik nomor duanya, berada di dalam ruangan dengan posisi duduk di samping kanan dan kiri tempat tidur Bumi. Keduanya melebarkan netra tatkala mendapati kehadiran Ansara dan Gavabiel disana.

"Ansara...". Ucap Mama tak percaya, nyaris menghampiri jika saja Prastha tak mencegah.

Prastha memberi isyarat agar keduanya meninggalkan ruangan, sengaja agar Ansara dan Gavabiel bisa mendapatkan waktu khusus dengan Bumi. Setelah memastikan Mama dan Adiknya keluar dari ruang rawat, Prastha melangkah mendekat kearah Bumi dan berbisik sesuatu ke telinga sang Adik yang tengah tertidur. 

Lantas, Prastha segera berbalik dan ikut meninggalkan ruangan setelahnya. Tersisa Ansara dan Gavabiel disana, yang perlahan terbangun dan menggeliat di pelukan sang Bunda. Badannya yang masih demam nampaknya membuatnya kegerahan berada dalam dekapan Ansara untuk waktu yang cukup lama.

Anak lelaki itu menoleh ke belakang, seakan merasakan kehadiran seseorang yang dicarinya untuk beberapa waktu belakangan. Jemarinya langsung meraih-raih saat melihat sosok Bumi yang tengah berbaring di kasur.

"Yahh...". Panggilnya lemas, lantas memberontak untuk segera menghampiri sang Ayah.

Ansara langsung mengerti keinginan sang anak, ia lantas berjalan mendekat pada figur yang masih memejamkan mata itu, kemudian membiarkan Gavabiel turun dan merayap di dada Bumi, memanggilnya sekali, sebelum menaruh kepalanya yang terasa berat disana.

Pergerakan yang tiba-tiba itu, membuat Bumi tersentak dari tidurnya. Lelaki itu menatap kebawah, kearah Gavabiel yang tengah bermanja di dadanya. Ansara pun menanti dari tempatnya berdiri, mengira akan ada makian atau malah ucapan syukur yang keluar dari mulut Bumi setelah mendapati anak mereka kembali padanya.

Namun nihil, Bumi hanya terus menatap figur mungil itu, tanpa bereaksi sedikitpun. Tatapannya masih kosong, seakan tak mampu bereaksi meski ingin. Ansara mengerutkan kening, merasa heran saat mendapati sikap Bumi yang begitu dingin untuk Gavabiel.

BUMIGANTARAOnde histórias criam vida. Descubra agora