13. Mainan Untuk Biel

2.4K 184 21
                                    

Project publikasi yang sudah terikat kontrak itu mulai berjalan di pekan selanjutnya. Beberapa titik lokasi di area Jakarta menjadi tempat yang dipilih untuk proses pengambilan gambar. Sebagian mengambil tempat di indoor studio, sebagian lagi diambil di tempat outdoor  yang disterilkan dari publik.

Bumi yang memang ingin terjun langsung dalam project besar ini, ikut andil mensupervisi di beberapa titik, memastikan semua berjalan sesuai dengan plan campaign sebelum announcement kerjasama dengan Trisha dipublikasi.

Hari ini, Bumi mengenakan setelan santai berwarna biru dengan celana cokelat. Tubuh terawatnya terlihat begitu memikat mata dengan balutan pas badan yang jarang ia kenakan selama di kantor. Ansara saja sempat dibuat terheran saat mereka sarapan tadi. Pasalnya, Bumi dengan balutan sederhana yang jarang terlihat itu, malah jauh lebih memancarkan kharisma dibanding biasanya.

"Pagi, Pak". Sapa Bianca yang sudah lebih dulu berada di lokasi.

Bumi mengangguk. "Bi, gimana? Udah mulai shootnya?".

Bianca menggeleng. "Sebentar lagi harusnya, Pak. Tadi sempet ketunda gara-gara Trisha kejebak di depan".

"Oh, iya. Itu kenapa rame sekali sih? Mobil saya juga kesusahan masuk. Banyak orang nunggu di depan pagar". Balas Bumi bertanya.

Bianca menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Mm.. Soalnya ada Trisha, Pak. Kan dia artis.. Jadi yaa, itu fans-fansnya semua yang didepan".

Bumi membelalak dibuatnya. "Kok bisa bocor jadwalnya ke fansnya? Padahal kan kita gak ada publikasi apapun sebelumnya".

"Ya, begitu lah, Pak.. Namanya juga kehidupan artis". Balas Bianca lagi, lantas menyerahkan Ipad milik Bumi. "Mari Pak, kita ke ruang tunggu artis. Oh, iya, Pak Bumi mau kopi?".

Seraya mengecek Ipadnya, Bumi mengangguk. "Boleh deh, kayak biasa aja".

Di ruangan artis, Bumi disambut langsung oleh sekumpulan tim yang terbagi menjadi tim marketing perusahaan Bumi, dan juga tim agensi yang menaungi Trisha sebagai managementnya. Beberapa menjabat tangan Bumi, lantas mengantarnya untuk duduk di sofa ruang tunggu studio foto yang cukup luas itu.

Trisha sendiri tengah bersiap di depan meja rias dengan dikelilingi beberapa MUA, pemandangan yang sebenarnya cukup asing bagi Bumi yang sama sekali tidak pernah menyentuh dunia entertain. Melalui pantulan di cermin, Trisha bisa melihat presensi Bumi yang hari ini terlihat jauh lebih santai dibanding hari sebelumnya mereka bertemu. Dengan itu, ia memberanikan diri untuk menyapa. "Pagi, Pak Bumigantara. Kirain hari ini gak join, Pak?".

"Pagi. Saya hari ini sengaja supervise langsung karena ini day one. Mungkin nextnya akan dibantu tim".  Balas Bumi singkat, sebelum mulai asik berdiskusi perihal campaign dengan tim marketingnya.

Trisha mengangguk dari tempatnya, sibuk mencuri pandang beberapa kali pada presensi Bumi yang begitu kuat kharismanya hingga mampu membuat sekitarnya memusatkan pandang. Dilihat dari penampilannya, Trisha menebak usianya pasti mendekati kepala tiga, atau mungkin di sekitaran itu. Usia yang cukup matang untuk seorang lelaki.

"Kopinya, Pak". Ucap Bianca seraya menyodorkan segelas americano panas kepada Bumi.

Bumi menoleh dan menerima sodoran tersebut. "Thanks, Bi. Oh, iya. Yang saya minta tadi udah ada belum ya?".

"Yang mana ya, Pak? Oh! Market Toys untuk anak-anak, ya? Sebentar saya kirim rekomennya ke chat. Ini Pak Bumi rencananya mau kesana sepulang dari sini?". Balas Bianca seraya mengirim sesuatu melalui Ipadnya.

Bumi mengangguk. "Iya, Bi, tolong cari rekomendasi yang paling lengkap tokonya, ya".

Trisha mendengar percakapan itu dari tempatnya. Keningnya berkerut seketika saat mendengar rencana Bumi untuk mengunjungi toko mainan anak. Pikirannya lantas berkelana, untuk apa seorang yang sibuk seperti Bumi berkunjung ke toko mainan di sela waktunya?

BUMIGANTARAWhere stories live. Discover now