4. Selamat tinggal, Diandra

4.3K 195 62
                                    

Dalam keadaan yang begitu lelah, Bumi berupaya menjaga kesadarannya. Berulang kali menatap kearah wajah damai Ansara yang dihiasi lebam di pipi kanannya, nampaknya efek terbentur keras saat insiden terjadi. Ini adalah kali pertamanya Bumi bisa melihat wajah itu lagi setelah sekian lama. Ada helaan lega tatkala pertama kali netra Bumi menyusur pada wajah cantik disana.

Entah untuk berapa lama ia memandangi, memuaskan kerinduan yang mungkin sudah sulit terucap saking lelahnya tubuh itu.

Hingga kedua mata cantik milik sang puan perlahan terbuka, menunjukkan raut bingung bak tengah mengingat-ingat. Bumi mengulas senyum, sebab raganya tak mampu berbuat lebih, teramat lelah. Dan pada saat sepasang mata indah milik Ansara bertemu dengan miliknya, saat itu juga Bumi merasakan hatinya berdebar, seakan ini adalah kali pertama bertemu.

"Mas?". Ucap Ansara lemah, mengerutkan kening kebingungan.

Bumi mengangguk. "Iya, An".

"An dimana?". Tanya Ansara, mengerjapkan mata repetitif.

"Di rumah sakit, An. Kamu jangan banyak gerak dulu, beberapa jam lalu, kamu baru selesai tindakan operasi". Balas Bumi tenang.

Kening Ansara makin berkerut. "Operasi apa? Aku gak ingat apa-apa. Aku cuma ingat lagi tunggu kamu pulang, terus...".

"Terus kamu jatuh, dan dilariin ke rumah sakit. Akibatnya, harus ada beberapa tindakan operasi yang dilakukan demi menyelamatkan kamu dan.. Anak kita". Balas Bumi lagi.

Mendengar jawaban Bumi, Ansara sontak hendak bangun, namun terhenti karena rasa sakit luar biasa yang baru terasa di area perutnya, efek habisnya obat bius. "Anak.. Anak kita gimana, Mas? Kandunganku baik-baik aja, kan?".

Bumi mengangguk sekali lagi. "Dia sudah lahir, An".

Kedua netra Ansara membelalak. "Hah? Maksudmu?".

"Dia terpaksa dilahirkan melalui operasi caesario, karena kalau nggak, kalian berdua bisa-bisa tidak selamat". Ucap Bumi, lirih.

Airmata terjatuh begitu saja dari sisi mata Ansara yang masih belum bisa bergerak. "Gimana keadaannya, Mas? Dia baik-baik aja, kan? Sehat kan? Aku mau ketemu dia, Mas..".

Melihat airmata di sisi mata Ansara, Bumi tergerak untuk menghapusnya, menyapukan ujung jemarinya disana. "He's okay, sayang. Anak kita baik-baik aja. Sekarang, Ibu, Bapak, Mama sama Papa, lagi lihat dia di baby's room".

"Aku mau ketemu dia, Mas". Segukan Ansara mulai terdengar, begitu mengiris hati.

Bumi mengalihkan jemarinya untuk bergerak di pipi Ansara. "Nanti, sayang. Pasti nanti dia diantar kesini untuk ketemu kamu. Sekarang kamu istirahat dulu. Jahitanmu pasti masih sakit, kan? Jangan dipaksain".

"Kamu udah kasih dia nama, Mas?". Tanya Ansara, seakan mengabaikan ucapan Bumi sebelumnya.

Disana, Bumi menggeleng. "Belum. Saya tunggu kamu, saya mau namanya bukan hanya pemberian saya, tapi juga kamu. Tapi itu nanti, An. Fisikmu masih belum kuat, nanti kita omongin lagi, ya?".

"Aku..". Baru saja Ansara hendak berucap, namun pandangannya perlahan menggelap, seakan terserang kantuk yang tak mampu ditahan. Ucapan Bumi
memang benar, kondisi Ansara masih terlalu lemah, bukan saatnya mereka berdialog.

Bumi menghela nafasnya, lantas memilih berdiri dan merunduk untuk mengecup kening sang istri lama, membiarkan airmatanya ikut jatuh disana. "Maafin saya, Ansara".

———

"Gimana keadaan Ansara, Bumi?". Tanya Mama Bumi tatkala melihat anak bungsunya itu keluar dari ruang rawat VVIP.

BUMIGANTARAWhere stories live. Discover now