Chapter 5 - Why am I?

615 381 250
                                    

Ada satu percakapan aneh yang selalu diingat Soobin, percakapan yang ia lakukan dengan seseorang. Tapi siapa ya orang itu? Dia lupa.

Yang pasti dia ingat orang itu mengajukan sebuah pertanyaan padanya. "Apa kau tahu kemana manusia akan pergi setelah ia mati?"

Soobin tidak menjawabnya dengan langsung. Mencari-cari kemungkinan jawaban yang bisa memuaskan teman bicaranya. "Entahlah. Alam baka, mungkin?" ujarnya tak yakin.

Lawan bicaranya mengangguk-angguk. Dia terdiam sesaat lalu melanjutkan, "tapi, jika mereka tidak pergi ke alam baka, kira-kira kenapa ya?"

Soobin lagi-lagi terdiam, tidak yakin harus menjawab apa, meskipun dia tahu orang itu hanya iseng saja bertanya, tapi itu membuat dirinya ikut berpikir. Benar juga, kenapa ya? Kendati tidak tahu jawaban yang tepat, dirinya mencoba memberikan jawaban, "karena mereka belum menyelesaikan urusannya di dunia, mungkin. Menurutmu bagaimana?" Soobin balik bertanya, penasaran dengan isi pikiran orang itu.

Orang itu mengangguk sekali lagi. "Menurutku juga begitu. Kira-kira urusan apa ya yang membuat dia tidak bisa pergi?"

Soobin mengernyit tidak mengerti. Dia? Dia siapa maksudnya? Sebelum Soobin sempat menanyakan hal itu pada lawan bicaranya, bagian selanjutnya dari kepingan ingatan itu sudah melebur begitu saja, menghilang dalam satu kedipan mata.

Soobin jadi bertanya-tanya, memangnya hal itu benar-benar ada ya? Manusia yang sudah mati tapi tidak bisa pergi ke alam baka. Kalau memang ada, apa yang harus dilakukan arwah itu untuk bisa pergi? Menyelesaikan urusannya terlebih dahulu, kah? Bagaimana caranya, orang itu kan sudah mati? Tapi setelah dia pikir sekali lagi, mengapa juga dia harus bingung memikirkan hal tersebut. Toh itukan urusan arwah itu, tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Soobin pikir memang begitu, tapi hari ini, saat dia menemukan dirinya sendiri tidak bisa menyentuh Yerin yang hendak menjatuhkan diri dari atas gedung, Soobin jadi kembali mempertanyakan hal itu.

Dia sendiri sebenarnya tidak yakin apakah dia adalah manusia yang sudah mati, lalu menjadi arwah dan tidak pergi ke alam baka. Namun dengan semua bukti di hadapannya, Soobin jadi punya kemungkinan lain tetang dirinya, kemungkinan bahwa dia sebenarnya sudah kehilangan nyawa.

Dan itulah kenapa dia merasakan keputusasaan yang begitu menyiksa. Dia hanyalah seorang arwah, dan dia tidak bisa menyelamatkan Yerin, tidak bisa mencegah gadis itu dari apa yang hendak dilakukannya.

Saat pikirannya sudah benar-benar berantakan, Soobin tidak menyangka sama sekali kalau secercah harapan akan datang menyapanya. Gadis itu, kembali memegang pagar pembatas dengan kedua tangan. Dia berbalik secara hati-hati, menaiki pagar itu perlahan, dan berhasil melewatinya dengan mudah. Lalu seperti tidak ada hal apapun yang terjadi, Yerin berjalan memasuki gedung, kemudian hilang ditelan pintu.

Soobin yang merasa lemas menjatuhkan dirinya di lantai. Merasa bersyukur karena Yerin tidak benar-benar melompat dari sana. Tapi dia tidak bisa tenang secepat itu mengingat keadaan dirinya yang sekarang.

Jadi dia sekarang adalah seorang arwah ya? Jadi dirinya sudah mati ya? Apa yang membuatnya mati? Soobin sungguh tidak bisa memikirkan apapun soal kemungkinan itu. Dia selalu berpikir kalau dia memang masih hidup.

Apa tadi itu hanya halusinasinya saja ya karena terlalu panik melihat Yerin akan melompat? Lalu kenapa Yerin tidak mengindahkan perkataanya sama sekali. Apa karena Yerin memang seperti itu? Selalu mengabaikannya seakan dia adalah manusia tak terlihat.

Akhh!!! Semua ini membuat Soobin gila.

Dia perlu memastikan hal ini. Iya. Yang harus dia lakukan sekarang adalah berbicara kepada seseorang dan melihat apakah mereka bisa menanggapi dirinya atau tidak. Jika mereka menanggapinya, berarti dia masih hidup. Dia berusaha membuat pikiran positif di otak. Lalu beranjak dari posisi sebelumnya, berjalan menuruni gedung kosong.

Bel sudah berbunyi sedari tadi, jadi tidak ada lagi siswa yang berkeliaran di luar kelas. Soobin agak terlambat karena kejadian barusan, tapi dia tidak peduli, dia hanya ingin memastikan bahwa dia belum mati.

Kelas masih berisik saat Soobin masuk ke sana, guru belum datang untuk memulai pelajaran, jadi semua orang masih berpencar di dalam kelas. Soobin menatap Yerin yang kini sudah duduk di kursinya, dia menyembunyikan wajah di atas lipatan lengan lagi. Syukurlah gadis itu sudah kembali seperti semula.

Soobin segera melakukan rencana untuk memastikan bahwa dia bisa terlihat oleh orang lain. Karena anak-anak lain sedang berkumpul dan membuat keributan di depan kelas sana, Soobin memutuskan untuk menghampiri Huening Kai yang tengah duduk di mejanya, sedang menatap ponsel dengan serius.

"Hei, Huening Kai. Kau bisa mendengarku, 'kan?"

Tidak ada jawaban, mungkin karena Kai sedang serius memainkan game di dalam ponselnya. Soobin jadi kesal dan dengan sengaja menjatuhkan ponsel itu dari genggaman sang pemilik.

"Ayolah, jangan bercanda, kau bisa mendengarku bukan?" Soobin berteriak setelah melakukan perbuatan tak sopan tersebut.

Sementara orang yang dia ajak bicara terlihat kebingungan sendiri. "Eh? Apa yang terjadi?" ujarnya. Dia menunduk mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai.

Suara benda jatuh menarik perhatian pemuda yang duduk di hadapan Kai. "Kenapa?" dia berbalik dan bertanya.

"Ponselku tiba-tiba jatuh sendiri." Kai menjawab setelah dirinya berhasil memegang benda itu kembali.

"Pasti karena tanganmu licin, kau sudah memegang ponselmu itu sejak jam istirahat, tentu saja tanganmu jadi berkeringat."

Merasa setuju, Kai menjawab, "haha, kau benar." Dia bergerak menepuk-nepuk ponselnya, membersihkan benda itu dari debu. "Baiklah, cukup untuk hari ini." Kai mematikan benda tersebut, lalu memasukkannya ke dalam saku.

Pemuda itu lalu beranjak dan berlari ke depan kelas. "Hei, aku ingin mencobanya juga." Dia berteriak seperti itu kepada teman-temannya yang lain. Meninggalkan satu orang yang kini hanya terdiam karena merasa diabaikan.

Soobin memandang tak percaya, Kai pasti hanya bercanda saja, dia pikir. Dia melangkahkan kaki dengan lesu, menghampiri teman sekelas lain yang sedang mencoba atraksi gila di depan kelas. "Guys.. kalian bisa melihatku, 'kan?" Dia melambaikan tangan di hadapan wajah orang-orang itu. Tak ada satupun yang menanggapi.

"Hei.. kalian mendengar suaraku bukan?!" Dia berteriak pada mereka, tapi mau sekuat apapun dia berteriak, semuanya percuma saja, tidak ada yang mendengarkan. Soobin masih menolak untuk percaya, "kumohon, jawab pertanyaanku. Guys!!!"

Dia tetap mencoba meski pikirannya sudah mulai kacau. Kumohon, kalian hanya bercanda saja 'kan? Namun semua pikiran positif yang telah ia buat susah payah itu harus hancur, saat tiba-tiba saja seorang pemuda datang dari belakang sana, berteriak dengan semangat, "aku juga ingin mencoba." Dan berlari melewati Soobin.

Tidak. Bukan melewati lebih tepatnya, pemuda itu menembus tubuh Soobin. Sementara sosok yang merasakan itu semua hanya berdiri mematung di tempat.

Suara tawa orang-orang di sekeliling sudah tak bisa ia dengar lagi. Suara besar yang tiba-tiba datang dari ambang pintu juga sudah tak ia pedulikan. "Mencoba apa maksudmu? Kembali ke meja kalian!" Beberapa kata saja sudah membuat anak-anak berisik itu terdiam dan dengan segera kembali ke tempat duduknya masing-masing.

Soobin tetap berdiri di sana, membiarkan semua orang menembus tubuhnya, melewatinya seakan eksistensinya selama ini memang hanya udara saja.

Jadi semua memang nyata, ya?

Dia sudah mati. []

Hopeless Shadow || TXT SoobinWhere stories live. Discover now