Chapter 15 - Let Your Tears Out

472 267 134
                                    

Salju turun dengan lebat di luar sana. Namun beberapa orang malah mengabaikan rasa dingin yang disebabkan partikel kecil itu dan bertahan di luar rumah. Berjalan-jalan bersama orang tersayang, menatap seisi kota yang berkelip indah di malam hari.

Di wilayah perkotaan seperti ini, bulan Desember menjadi hari-hari yang sangat sibuk. Semua orang sibuk menyiapkan Natal dan Tahun Baru. Restoran, toko baju, supermarket, semuanya dengan serempak mengubah tema hiasan mereka. Setiap trotoar, dan taman juga sudah dihiasi dengan hiasan khas Natal seperti lampu-lampu dan segala aksesoris bewarna merah dan hijau.

Beberapa dari mereka bahkan sudah menghias semuanya sejak awal bulan kemarin. Setiap kali melewati lingkungan ini di malam hari, kelap-kelip lampu sudah bisa disaksikan mata.

Di malam yang seharusnya dilewati bersama seseorang, Yerin tertunduk seorang diri di suatu ruangan. Memakai pakaian serba hitam yang terakhir kali dia pakai saat umurnya delapan tahun—tidak pernah berharap memakai pakaian seperti ini lagi. Lingkaran mata gadis itu sudah menghitam, kelelahan akibat kekurangan tidur dan terlalu banyak menangis. Kemudian, seakan kesedihan itu belum cukup membuatnya kehilangan tenaga, dirinya masih harus menyambut setiap pelayat yang datang.

Menyapa mereka, menunduk pada setiap pengunjung, tak lewat satu orang pun, sampai punggungnya serasa akan patah sebentar lagi. Lalu dengan suaranya yang hampir habis Yerin juga harus mengucapkan terimakasih kepada semua orang yang datang.

Dirinya berusaha tenang. Kendati setiap kali ada orang yang menghampiri dan merengkuhnya, Yerin tidak tahan untuk tidak mengeluarkan air mata.

Dia sendiri tidak menyangka akan kehilangan sosok hangat itu di saat udara tengah sedingin ini. Sosok hangat itu sekarang sudah pergi. Tidak akan ada lagi yang menyelimuti dan memeluk Yerin saat dirinya demam. Tidak ada lagi yang akan menemani tidur saat dia mempunyai mimpi buruk. Sekarang sudah hilang. Dan Yerin merasa daya hidupnya juga menghilangkan, pergi bersama sosok itu.

Satu minggu sudah berlalu. Perasaan kehilangan itu masih mengikutinya tanpa henti. Menemukan tidak ada siapapun lagi di rumah selain sosoknya sendiri, Yerin kerap kali menangis. Ruangan itu tidak pernah sehening ini sebelumnya. Rasanya sakit sekali menyadari hanya dirinya seorang yang tersisa di sana.

Namun merasa kesepian di setiap detiknya tidak membuat Yerin keluar rumah barang sehari pun setelah hari ibunya dikebumikan. Hanya bertahan di sana. Meringkuk di kamar yang pemiliknya sudah tidak ada, memeluk sisa-sisa keberadaan wanita yang telah menjadi bagian dari hidupnya.

"Yerin? Kau di rumah?"

Suara dari luar itu tidak mengusiknya sama sekali, tubuhnya terlalu lemah untuk sekedar menanggapi, apalagi menyambut wanita tiga puluh tahunan itu, yang Yerin yakin sekali sudah masuk ke rumah begitu saja tanpa perlu dipersilahkan lagi.

Rumah itu sudah hancur berantakan. Sejak Mama dirawat di rumah sakit, Yerin lebih memilih menginap di tempat itu menemani sang ibu. Rumah ditinggalkan sendirian dan tak pernah diurus. Lalu saat Mama meninggal, Yerin tidak sempat membereskan semuanya sebab jangankan untuk beres-beres, untuk bernapas saja rasanya sulit sekali.

Suara langkah kaki datang mendekat, Yerin masih enggan beranjak.

"Hei.. sudahlah. Jangan seperti ini terus. Kau harus makan. Kau juga harus pergi ke sekolah. Ini sudah terlalu lama."

Yoon Jiha menatap anak perempuan kakak sepupunya dengan kasihan. Sejak kepergian wanita itu, Yerin selalu seperti ini. Tidak ingin makan, tidak ingin pergi keluar, bahkan dia sudah absen dari sekolah selama lebih dari sepuluh hari.

Wali kelas sudah memberi izin sebenarnya, namun jika Yerin seperti ini terus, dan tak pernah berinteraksi dengan orang lain, keadaannya bisa saja jadi lebih buruk.

Hopeless Shadow || TXT SoobinWhere stories live. Discover now