Chapter 21 - That Night Truths

395 195 147
                                    

Di tempat yang dipenuhi kegelapan, dia terengah-engah. Netranya menatap sekeliling, mencari sesuatu-tidak, seseorang. Ke mana, orang itu?

Cairan yang keluar dari mata tak bisa dihentikan lagi, sesekali dia menghapusnya agar bisa menatap dengan jelas. Tolong jangan pergi dulu. Banyak hal yang ingin dia sampaikan. Namun mulutnya seakan dikunci, yang bisa keluar dari dari sana hanyalah erangan saja.

Tidak juga mendapatkan hasil dari usahanya, ia mengerahkan kerongkongan untuk membuat suara, berteriak memanggil sebuah nama.

"Choi Soobin!!"

Matanya terbuka, terperangah. Lagi. Sambil menghirup napas sebanyak-banyaknya, dia menyeka keringat yang meluncur dari pelipis, cairan itu juga ada lehernya, terasa sangat dingin.

Tangannya tak sengaja menemukan sebuah benda yang menempel di keningnya. Dia mengambil benda itu.

Handuk?

Pandangannya berkeliling, mendapati ruangan yang biasa dia jauhkan dari cahaya itu kini bersinar terang. Suara dentuman dari jam di dinding terasa begitu memekakkan telinga. Angkanya menunjukkan pukul delapan. Dia menatap ke arah jendela, di luar sana juga terang, berarti ini sudah pagi?

Kebingungannya belum juga terjawab, lalu pintu ruangan itu terbuka dari luar, memunculkan seorang wanita yang membawa nampan di tangannya. "Kau sudah bangun?" tanyanya.

Bibi menyimpan nampan itu di meja dekat ranjang. Menghampiri Yerin, menyentuh dahi gadis itu dengan telapak tangan.

"Demamnya masih belum turun," ujarnya. Bibi mengambil benda di tangan Yerin untuk memasukannya ke dalam baskom kecil berisi air. Dia membasahi handuk itu lalu memerasnya.

Yerin menelan ludah, merasa sakit di tenggorokannya saat melakukan itu, "aku kenapa?" Dia bertanya dengan suara serak.

"Kau terserang demam semalaman. Tubuhmu panas sekali."

Demam?

Gadis itu masih kebingungan, dia berusaha beranjak dari posisi, namun mengurungkan niatnya begitu kepala itu berdenyut keras. Ah, pusing sekali.

"Kau harus makan dan meminum obat agar demamnya turun," jelas Bibi. "Bisa bangun sebentar?" tanyanya.

Yerin agak tidak yakin, tapi tetap mengangguk. Dengan segera, Bibi membantu Yerin bangun untuk bersandar di kepala ranjang. Selesai melakukan hal itu, Bibi bergerak mengambil nampan yang ia simpan tadi. Mulai menyuapi mulut Yerin dengan satu sampai beberapa sendok bubur. Yerin menerimanya tanpa banyak bertanya.

Kepalanya bisa sepusing ini pasti bukan karena demam saja, dia juga kelaparan. Meskipun tidak tahu apa yang terjadi padanya karena sedang tidak bisa memikirkan apapun saat ini.

Begitu acara makan dan minum obat itu selesai. Bibi kembali menempelkan handuk yang sudah dia bilas ke kepala Yerin yang sudah kembali membaringkan diri di kasur. "Aku harus segera berangkat kerja, kau bisa sendirian, 'kan?" tanya Bibi.

Walaupun tidak yakin, Yerin mengangguk, tidak ingin membebani Bibi lebih jauh.

"Aku sudah menyiapkan makanan untuk makan siangmu nanti," katanya, sembari menunjuk kotak makan siang yang ia bawa bersama nampan tadi. "Sekarang kau tidur saja, nanti jangan lupa untuk memakan obatmu lagi," titahnya, sebelum pamit dan pergi meninggalkan Yerin sendirian di pembaringan.

Gadis itu langsung terlelap karena efek obat yang baru saja dia minum.

Lalu beberapa waktu kemudian, matanya terbuka kembali. Yerin menatap langit-langit kamar. Lampu yang tadi menyala sudah dimatikan. Isi kepalanya dipenuhi pertanyaan.

Hopeless Shadow || TXT SoobinWhere stories live. Discover now