Arsa's twin?

579 44 13
                                    

Aska Manusia paling sibuk di dunia, sama kek toddler

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aska
Manusia paling sibuk di dunia, sama kek toddler.

Herjuna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Herjuna

Bos muda idaman emak-emak.
Yang kalau mau beli roti bukan cuma roti nya aja tapi sekalian sama pabrik nya.















"Paa... Aska pulang sore soalnya ada ekskul tambahan, papa jangan jemput Aska sekolah ya__

_Terus satu lagi, Aska mau berangkat sendiri soalnya bukan anak kecil lagi. Ini sedang menuju dewasa"

" Ngga ada orang dewasa yang minum susu pertumbuhan ya kalau ngga salah."

"Kan aku bilang menuju, bukan udah. Papa iyain harusnya, bukannya dukung anaknya mau jadi dewasa. malah bahas susu pertumbuhan"

"Iyaaa.. Askara... Anak ku yang paling ganteng. Udah ya nak sekarang berangkat sana, telat kamu nanti"

Papa yang hatinya sudah nggremet pengen nutup mulut Aska pakai tangannya, harus ia tahan karena ada istirnya yang sedang menatap tajam seperti sedang mengeluarkan laser.

Dia cukup gregetan dengan cara bicara Aska yang terlalu panjang dan tidak sampai-sampai pada intinya.
Meski menyebalkan, duplikatnya ini sangat di sayang oleh keluarga besarnya. Jadi jangan macam-macam kalau tidak mau mulut ember Aska akan terdengar hingga telinga kakek neneknya.

Bisa habis Andrian.

Aska sudah pergi dengan skeatboard nya sepuluh menit yang lalu. Menyisakan papa dan mama nya yang masih sibuk sarapan.
Maklum untuk apa bos datang tepat waktu, iya kan?

Jarak sekolah dari rumah Aska tidak begitu jauh, karena masih milik fasilitas dari developer.
Tak heran jika pagi hari di sekitar komplek banyak sekali anak-anak yang sibuk berangkat sekolah dengan kendaraan nya masing-masing.
Dari sepeda, mobil atau skeatboard seperti Aska sekarang ini.

Aska begitu menikmati udara pagi yang masih segar dengan sesekali kakinya mengayun pada aspal untuk mendorong laju skeatboard nya.
Jalan sekitar cukup lengang, hanya ada beberapa kali mobil yang sedang lewat.
Tak terkecuali mobil sedan berwarna hitam mengkilap yang seperti baru keluar dari showroom itu.
Mobil itu melaju mendahului Aska, namun tiba-tiba berhenti mendadak membuat Aska oleng dan akhirnya menabrak belakang mobil itu hingga sedikit penyok.





BRAAaakkk!!

Suara skeatboard yang terpelanting menghantam mobil dibarengi tubuh Aska yang jatuh mencium aspal.
Lututnya berdarah, sikunya lecet Aska meringis sakit. Sungguh kurang ajar sekali pikir nya. Kemapa pula mobil itu berhenti mendadak, mogok? Atau kehabisan bensin?

"Adik...! Maaf, maaf, ada yang terluka?" Sesosok laki-laki berpawakan tinggi, menggunakan setelan jas hitam ini menghampiri Aska yang masih terduduk di aspal.
Penampilannya seperti direktur, sangat berwibawa.

"Ada lah! Liat nih berdarah ! Bilangin papa lho!"
Yang kata nya menuju dewasa, berdarah dikit ngadu sama papa. Dasar anak papa.

Sedangkan lawan bicaranya hanya diam membisu, menatap Aska dari bawah hingga ke atas berkali-kali, seperti sedang menatap setiap jengkal bocah yang terduduk dengan muka masam itu.

Dante.
Dia tidak sengaja memberhentikan mobilnya secara mendadak. Dia hanya terkejut saat ada kucing yang tiba-tiba muncul membuatnya kaget.

Dan saat dia turun untuk mengecek siapa yang menabraknya dan berniat meminta maaf.
Dante di buat syok hingga tidak mampu berkata-kata.

Bocah di depan nya sungguh sangat familiar.
Dari wajah hingga postur tubuhnya sangat dia kenali.
Pemuda kecil yang beberapa Tahun lalu ia angkat dari besi dan dia pula lah yang mengantarkannya ke peristirahatan terakhirnya.

Arsa

Anak di depannya sungguh seperti Arsa.
Sangat mirip dan sulit di bedakan.
Dante melihatnya berkali-kali karena ia berpikir sedang berhalusinasi soal Arsa.
Karena rasa rindu pada pemuda putih itu tidak kunjung hilang.

Ada rasa haru dan sedih saat mendengar suara yang juga sangat mirip itu.
Dante ingin memeluknya hingga akhirnya sadar jika bocah di depannya ini bukanlah Arsa.

"Maaf maaf ya, sini om bantuin.. ayok kita obati dulu ya."
Sekuat tenaga Dante menyembunyikan getar suaranya yang hampir saja menangis. Dia tidak ingin di curigai oleh anak di depannya.

"Kenapa sih berhenti mendadak ! Lecet kan jadinya om ngga tau ya. Aku mau ekskul dance ! Mana papa ngga bisa jemput. Nanti aku pulang gimana om"

Dante menikmati suara yang sangat ia rindukan itu, tidak peduli meski mobil nya lah yang rusaknya cukup parah dibandingkan dengan lutut Aska yang tergores sedikit.

"Maaf ya sekali lagi, saya minta maaf. Adik sekolah dimana? Biar saya antar nanti bisa saya jemput juga. Saya janji."

"Ngga usah om. Kata mama ngga boleh gampang percaya sama orang asing, nanti biar aku yang telfon papa aja. Sekarang aku mau sekolah. Mening om anterin aku_
__ Cepetan udah siang ini"

Dante membantu nya berdiri dan membawakan skeatboard butut milik Aska. Skeatboard yang sudah banyak goresan disana-sini.

Mungkin anak ini sangat mirip dengan Arsa. Namun sepertinya ada sedikit perbedaan. Arsa terkesan pendiam sedangkan anak di depannya ini sungguh cerewet dan banyak bicara.

Tak apa, ini saja sudah membuat Dante sangat bahagia. Bisa melihat kembali pemuda yang begitu ia cintai seperti adik sendiri itu

"Adik sekolah disini?_ ekhmm soal lututnya, om minta maaf. Kalau masih kurang om antar ke rumah sakit. Mau?"

"Ngga usah om, terimakasih. Nanti di obatin di UKS aja."

"Yakin? Saya bukan orang jahat kok. Saya mau tanggung jawab karena sudah berhenti mendadak "

"Iya om ngga usah, lain kali jangan gitu lagi ya"

Aska perlahan membuka pintu mobil mewah itu, dia tidak berani terlalu lama dengan orang asing. Meski terlihat orang baik. Tapi kita tidak pernah tau kan isi hati orang lain?

Biarlah dia mangkir ekskul dance kali ini dan berharap papa nya mau menjemput nya.
Meski tadi pagi Aska sudah sok tidak ingin di jemput.

"Hati-hati ya, sekali lagi om minta maaf"
Dante mengantarkan Aska hingga ke depan pintu masuk sekolah.

Saat Aska berbalik, barulah air mata nya tumpah.
Dia menangis sejadi-jadinya karena kembali teringat kejadian memilukan itu.
Andai dia bisa memutar waktu, dia akan memaksa Arsa untuk masuk ke dalam kamar nya. Tidak peduli jika ia harus di bunuh oleh para tuan muda yang sedang bertengkar.

Tapi takdir tetaplah takdir
Dia hanya manusia biasa yang tidak mampu Merubah apapun. Yang terjadi biarlah terjadi.
Dia berusaha mengikhlaskan kepergian Arsa, meski pada akhirnya dia akan bertemu lagi dengan raga yang sama namun dengan jiwa yang berbeda.




Tbc.

A S K A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang