Askara pergi?

265 23 11
                                    

Menolak keberadaanku adalah kesalahan terbesar mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menolak keberadaanku adalah kesalahan terbesar mu.

Askara_


***

"Ma...."

"Iya sayangku...."

"Aku ngga mau disini...

..lagi."

"Askara mau kemana? Kan baru bangun, masa mau pulang... Sabar ya sayang, sabar sebentar lagi. Mama janji akan temani Askara dua puluh empat jam."

"Aku ngga mau dirawat disini, ayok kita pergi ke rumah sakit lain_

___kita pergi ke Swiss ya ma?"

"Tapi..."

"Please... I don't want to be here."

"Iya... Mama bilang ke papa dulu ya.."

Sejenak mama Tania memandang putranya yang baru saja siuman.
Mengusap lengannya pelan, dia tidak tau apa yang sedang Aska pikirkan. Anak itu terlihat aneh dan tidak seperti biasanya.

Saat membuka matanya, Askara pun enggan melepas tangan papa Andrian.
Dia terus menggenggam jari jemari sang papa hingga terlelap kembali.

Seperti ada beban yang Askara sembunyikan.

"My hero is awake?" Kakek datang dengan beberapa bodyguardnya.

"Lho... Papa langsung pulang? Saya kira masih sibuk di Netherlands."

"Mendengar cucu kesayanganku sadar, siapa yang tidak senang? Aku langsung pergi dari sana dengan private plane_

___Askara, karena kamu sudah jadi anak hebat. Coba katakan apa yang kamu inginkan? Mobil? Apartemen? Mansion?"

"I want to leave here, disappear from anyone who knows me."

"Oke... Kita pergi sekarang, no problem, right?"

"Lho.. pah?! Askara baru sadar, baru juga keluar dari ICU apa ngga nunggu dia sembuh dulu?"

"Tania.. Tania.. apa kamu pikir saya akan membahayakan aset berharga keluarga Hartono? Please Tania..."

"Tapi pah... Saya hanya khawatir."

"Kamu tenang saja, semua biar saya yang urus. Kamu cukup temani cucuku jangan sampai lengah sedetikpun."

Mama Tania hanya menghembuskan nafas pelan, Entah apa yang akan papa mertuanya rencanakan.
Satu sisi dia tidak tega dengan Askara yang baru saja siuman, tapi siapa yang berani menolak permintaan takhta tertinggi keluarga Hartono?

Bicara soal kakek dan cucu yang sedang sibuk merencanakan kemana mereka akan pergi, mama Tania baru sadar kemana suaminya? Apa sudah pergi bekerja terlebih dulu?

Papa Andrian pun sama berubah nya dengan Askara, cenderung lebih pendiam dari biasanya sejak membahas soal asal-usul Jean.

Anak dan ayah sama saja, sikapnya berubah secara bersamaan.

"Askara... Mama boleh tanya?" Setelah sang papa mertua keluar dari kamar rawat putranya, mama Tania memberanikan diri untuk bertanya perihal Askara yang tiba-tiba berbuat nekat.

"Tanya apa?"

"Askara kenapa sih, kok bisa berpikir seperti itu? Askara ada masalah apa, hm? Saat berbuat apa ngga inget sama mama? Askara ngga kasian sama mama ya?"

"Maaf ma... Ngga akan aku ulangi lagi." Dan benar sesuai dugaan, Askara tidak akan memberitahu mama nya begitu saja.

Lagi-lagi sifat menyebalkan suaminya menurun pada Askara.

"Jadi... Askara ngga mau kasih tau mama? Mau main rahasia-rahasiaan?"

"Ma... Kita jangan bahas ini lagi ya? Lebih baik mama bantu aku cari sekolah baru di Swiss."

"Sekolah? Pindah??" Mama Tania terkejut ia kira Askara hanya ingin dirawat di Swiss saja bukan pindah sekolah segala.

Dan kepindahannya di urus hari ini detik ini juga.

"Bisa kan ma..?"

"Bi..bisa.. bisa.. sayang, tentu."

****

Mama samantha gamang.
Dia sejak tadi merasa sangat resah tidak bisa berpikir tenang, dia ingin sekali melihat keadaan Askara.
Namun, ia takut kembali di tolak oleh Andrian.

Sebenarnya, mama samantha tidak sepenuhnya bersalah.
Tapi lagi-lagi argumen nya dipatahkan oleh bukti cctv dirumahnya yang melibatkan Jean dan juga Askara.
Dia sama sekali tidak tau-menau permasalahan dua anak remaja itu.

"Dasar sampah, kenapa dia harus ada disini. Harusnya anak itu mati saja sekalian. Kenapa bagas harus memungut anak itu."

Mama samantha meremas gelas champagne yang ia genggam.
Suara remukannya terdengar ngilu dibarengi tetesan darah yang berasal dari tangan dan sela-sela jarinya.

"Samantha... Ada apa!?" Tuan fallen yang baru saja turun dari lantai dua kamarnya dibuat kaget saat melihat istrinya tengah menggenggam gelas yang sudah remuk.

"Aku rindu Askara... Aku kangen dia mas.. ayok kita kesana ya, kita kesana sekarang kan?"

Tuan fallen begitu sedih melihat istrinya begitu frustasi karena merindukan Askara.
Seingatnya baru saja kemarin dia melihat istrinya tertawa karena kehadiran bocah tampan itu.
Sekarang harus melihat kembali raut sedih wanita cantiknya.

"Iya... Kita kesana.. tapi nanti setelah kamu tidur."

"Noo!!! Aku mau sekarang mas!?! Aku mau lihat Askara, ayok mas... Aku mau dia mas.. ya?

"Samantha.. kamu belum tidur sejak dua hari lalu... Kamu hanya tidur sebentar dalam beberapa hari belakangan."

"Aku mau Aska mas..."

Mau tidak mau tuan fallen membopong tubuh istrinya untuk masuk ke dalam kamar mereka.
Istrinya terlihat sangat frustasi dan harus segera diberi obat penenang.
Jika tidak, ia takut akan berbuat nekat seperti kemarin. Istrinya mencoba membunuh Jean dengan kapak miliknya.

Dari atas, Juna memperhatikan kegaduhan yang mama nya buat.
Dia sebenarnya sama resahnya dengan sang mama. Disembunyikan sekeras apapun itu Juna tetap gagal.
Dia terus memikirkan Askara, dia pernah mengatakan yang tidak-tidak pada bocah itu. Ia takut ikut andil dalam insiden bunuh diri yang Askara lakukan.

Dengan keyakinan yang sudah ia pikirkan matang-matang.
Juna memutuskan untuk melihat keadaan Askara. Masa bodo jika nantinya ia ditolak oleh keluarga anak itu.
Dia harus melihat keadaan Askara apapun yang terjadi.

Baru saja Juna keluar dari pintu kamarnya, dia sudah di hadang oleh Dante yang sepertinya sedang tergesa-gesa.

"Ada apa?"

"Mr.. apa anda akan ke rumah sakit untuk melihat Askara?"

"Ya, ada apa? Ada pekerjaan mendesak?"

"Bukan Mr.."

"Lalu?"

"Askara sudah tidak ada di rumah sakit, dan menurut info dia dijemput menggunakan helikopter pribadi."

"Helikopter? Bukankah jarak rumah sakit dan mansion nya tidak begitu jauh?"

"Sepertinya Askara akan dipindahkan ke tempat yang lebih memadai."

Juna terlambat.
Askara sudah dipindahkan ke tempat lain.
Tapi dimana?
Apa luka Askara cukup parah? Sehingga mengharuskan keluarga nya membawa ke rumah sakit yang jauh lebih memadai?

Mau tidak mau, Juna harus menunggu sampai Askara pulih dan kembali
Dia akan meminta maaf secara pribadi pada anak itu.


Tbc.

A S K A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang