23. Duapuluh tiga

6.7K 606 4
                                    

Marvel terduduk di sebelah gundukan tanah yang terlihat nampak terawat itu. Ini bukan pemakaman umum, namun ini sebuah pemakaman di mana para darah bangsawan yang telah wafat di tempat kan di pemakaman ini. Pemakaman khusus para keturunan berdarah bangsawan, termasuk Charlotte. Wanita yang menjadi mendiang istri dari James itu memiliki darah bangsawan yang begitu kental, dan juga keluarga sang ibu adalah seorang bangsawan, kelompok keluarga kerajaan yang menjalin hubungan besan dengan keluarga konglomerat, tak lain adalah keluarga Andromedes. James hanya mengatakan jika keluarga Andromedes tak lain keluarga nya itu keluarga konglomerat. Namun ia hanya bisa mengangguk saja, karena pada dasarnya. Ia tak tau seluk beluk keluarga Marvel sendiri. Dan lagi James mengatakan itu seperti masih ada hal besar yang kembali tersembunyi di rahasia paling dalam.

Namun yang namanya Marvel, dia hanya mendengar nya saja. Tak berniat terlalu ikut campur tentang keluarga Marvel. Kembali lagi pada saat ini. Di mana Netra sejernih ice itu nampak menatap lekat gundukan tanah itu. Di mana raga seorang wanita cantik, penuh kharisma dan kasih sayang kini bersemayam di bawah gundukan tanah. Jiwa nya sudah terbang terbawa angin. Namun namanya masih membekas di relung hati terdalam sang Ayah dan ketiga kakaknya.

"Mom, Maaf. Avel baru bisa datang sekarang, karena Avel kemarin kan sekolah." Mulut kecil itu mulai mengeluarkan suara lembut nya. James dan ketiga putra nya setia berdiri tegap di belakang si bungsu. Membiarkan kesayangan mereka tengah mencoba berkomunikasi dengan sang ibu.

Marvel tersenyum manis. Tangannya mengambil sebuah bucket bunga Kamboja putih bersih lalu menyandarkan nya di depan baru nisan yang begitu putih bersih dan mengkilap, bahkan nama indah sang ibu tertulis dan tercetak jelas dan rapi di nisan itu. Tangannya mengelus nisan itu lalu mengecup nya pelan. Membuat cairan liquid kini mulai berjatuhan dari netra nya. Marvel menundukkan Kepala nya di gundukan tanah itu. Tangan nya mencengkram kuat tanah makam itu. Saat ia rasa mencoba berkomunikasi dengan yang sudah pergi itu hanya membuang waktu saja. Tak ada gunanya sama sekali. Hanya ada kenangan nya yang tersimpan rapi di bangunan megah milik James. Hanya namanya yang terukir indah dan rapi di sebuah lukisan dan relung hati mereka.

"Yang pergi tak akan bisa kembali lagi. Kuharap, aku bisa membuat kenangan sebaik mungkin semasa hidup. Dan jika saatnya tiba aku sudah begitu ikhlas untuk pergi, karena bagi ku, sebuah kenangan itu akan selalu hadir di mana pun dan kapanpun." James merengkuh badan si bungsu saat kata kata yang baru saja terlontar kan dari bibir si bungsu nya itu terdengar. Tidak, dia belum bisa membahagiakan semua putra nya, jadi apapun caranya. Dirinya harus bisa membuat keluarga nya utuh. Sampai akhir hayatnya, walaupun tanpa sang istri tercinta di samping nya.

"Bertahan lah, kita saling merangkul bersama. Membuat sebuah kenangan yang begitu indah, hingga di mana ajal menjemput. Kita akan selalu mengingat satu sama lain," James terdiam, namun tangan kekar nya masih setia memeluk badan si bungsu. Marvel berhenti menangis saat ucapan dari Imanuel terdengar jelas. Pria yang selama ini suka berdiam diri tanpa mengeluh atau pun mengatakan keinginan nya sedikitpun, kini angkat suara. Tatapan netra coklat legam itu terus menyorot teduh ke arah si bungsu.

Putra kedua James itu menjatuhkan lututnya di gundukan tanah. Lalu menghapus jejak air mata di pipi si bungsu. Bibir tipis sang kakak terculas membuat sebuah senyum tipis. "Bertahanlah, walaupun itu sulit. Sebuah bangunan megah akan roboh jika kehilangan pondasinya. Dan sekarang kerangka dasarnya sedari dulu sudah hilang entah kemana. Dan sekarang, hanya ada pondasi yang tersisa. Jadi aku harap, adik bungsu ku ini tetap bertahan bersama kami. Maaf jika dulu aku egois. Karena telah menyalahkan pondasi yang tidak kokoh untuk menampung bangunan megah itu. Tapi aku sadar jika Kerangka hilang bukan berarti bangunan itu akan roboh jika pondasi tetap berdiri walaupun retak sekalipun." Imanuel terus mengulas senyum tipis walaupun untuk mengutarakan isi hatinya kembali itu terasa sangat sulit.

MARVELO ANDROMEDESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang