9. Rencana

5.5K 611 79
                                    

Dan benar saja, setelah Al sampai di rumah, sang Ayah yang biasanya pulang larut kini sudah duduk anteng di ruang tengah dengan secangkir kopi yang menemaninya.

Al langsung berjalan mendekatinya, ia tau pasti Ayahnya itu sedang menunggu kepulangannya dan akan memebrikan hukuman seperti biasa.

“Langsung saja” ujarnya dingin tanpa menatap Mahen.

Mahen mengangkat alisnya bingung, ada apa dengan anak bungsunya itu, sedari pagi sifatnya sangat berbeda dari biasanya.

“Apa?” tanyanya meminum kopi dengan santai.

Al menghela nafas kasar, apakah Ayahnya bodoh sehingga tidak tau apa maksudnya.

“Hukuman” satu kata yang membuat Mahen berdiri.

“Sudah sadar heh dengan kesalahan kamu, kamu itu sudah saya peringatkan berkali kali agar tidak membuat ulah, dan membuat keluarga saya malu!”

“Ck, langsung saja tuan Mahendra, dan anda tidak perlu mengeluarkan kata kata seperti biasanya, saya sudah tau dan saya sudah hafal dengan semua itu” jawab Al dengan bahasa formal yang kembali membuat Mahen mengangkat alisnya dengan tangan yang mengepal, sedikit ada rasa tidak nyaman di hatinya, ketika anak bungsunya berbicara seperti orang asing.

“Ubah gaya bicaramu Al, saya Ayah kamu!” marahnya menatap tajam Al.

“Sejak kapan? Sejak kapan anda menganggap saya sebagai anak? Bukankah saya hanya alat untuk menyempurnakan nama keluarga ini?” jawab Al remeh.

Mahen terdiam. benar, sejak kapan ia menganggap anak di depannya ini sebagai anaknya?.

“Dan camkan ini tuan Mahendra, saya sudah memutuskan hubungan keluarga dengan Sebasta 5 hari yang lalu. Jadi, anggap kita hanya orang asing yang berada dalam satu atap, dan tunggu saya keluar dari rumah ini, semuanya akan selesai” tak mendapat respon dari Mahendra, Al berdecak malas dan pergi dari sana.

“Ck, saya tunggu di ruang bawah tanah”

Mahendra seperti orang linglung, ia ingat perkataan Al sebelum pingsan, pemuda itu memutuskan hubungannya dengan Sebasta dengan lantang.

Tunggu, dan apa tadi anak itu mengatakan akan pergi dari kediamanya, tidak akan, dia tidak akan membiarkannya pergi dari jangkauannya sampai kapanpun itu.

Satu kata yang menggambarkan Mahendra, egois. Ia menyiksa Al bertahun tahun, mengurungnya di rumah bak neraka, tidak memberikan kebebasan, dan sekarang ia justru berambisi tidak akan membiarkan pemuda itu pergi dari jeratan neraka itu? Sungguh egois.

“Tidak akan saya biarkan kamu pergi dari jangkauan saya Al, sampai kapanpun itu, kau yang menyebabkan istriku tiada, ini semua pantas untukmu” gumamnya dengan urat yang menonjol di leher dan kedua tangannya yang terkepal kuat, setelah itu menyusul Al yang sepertinya sudah sampai di ruang bawah tanah, tempat biasa ia menghukum pemuda itu.

Sedangkan tak jauh dari itu, ada si kembar yang menyaksikan semuanya di ambang pintu.

Saat ini keadaan Al tidak bisa dikatakan baik baik saja, kedua tangannya terikat ke atas, bagian tubuh atasnya sudah tidak mengenakan baju, sehingga kulit putih pucat yang penuh dengan luka cambukan itu terekspos sangat jelas.

Bahkan darah sudan menetes sejak tadi mengotori lantai yang menjadi pijakannya. Namun, itu tidak membuatnya kesakitan, ataupun mengeluarkan ekpresi apapun di wajahnya, datar dan dingin, sangat menggambarkan Al yang sekarang.

Matanya menetap Mahen penuh penghinaan. Lihatlah, seorang pengusaha sukses ternama dengan segudang prestasi dan nama baik yang menjunjung tinggi itu, sedang berdiri ankuh dengan pecutan panjang di tangannya.

Dengan pasti, Mahen mengarahkan cambukan itu pada tubuh kurus Al. Matanya menyorot penuh dendam, dan dengan senyum remehnya, ia mendekatkan wajahnya di depan wajah Al.

“Heh, anak bodoh sepertimu akan kabur dari rumah ini? Tidak akan saya biarkan!”

“Oh, dan ada apa dengan perubahan ini? Apakah kau akan melawan kali ini? Jawab bodoh!” kesalnya tidak mendapatkan jawaban dari sang empu.

“Khe, kenapa? Apakah anda takut, jika saya beneran akan kabur?” Al terkekeh melihat raut wajah Mahen yang sangat memuaskan.

“Apa maksudmu anak bodoh! Takut? Buat apa saya takut kau pergi! Saya hanya tidak puas dengan hidupmu yang belum setimpal dengan kepergian istri saya sialan!!”

“Apakah anda lupa? Bahwa anak yang anda sebut bodoh ini juga anak kandung dari istrimu tuan Mahendra yang terhormat?”

“Dimana akal sehat anda itu, dan dimana otak cerdasmu itu tuan? Ah apakah mereka semua sudah hilang dimakan anjing? hurapap tidak, tapi sepertinya iya”

“Hah,, sangat miris bukan. Seorang Mahendra Sebasta, pengusaha sukses ternama dengan popularitas tinggi yang memiliki otak jenius itu kehilangan semuanya. Saya turut berduka cita tuan” jawab Al kembali menatap hina Mahen yang kini sudah menggelap dengan amarahnya.

“Apa maksudmu sialan!!”

“Ah,,, ternyata benar sudah hilang. Biar saya kasih tau tuan, apakah mungkin seorang anak yang baru saja berusia 5 tahun membunuh orang tuannya sendiri? Apakah ia berani mendorongnya? Yang bahkan untuk turun dari tangga pun ia harus membutuhkan tangan yang menggenggamnya”

“Dan apa anda juga lupa? Jika dilantai 2 bukan hanya ada saya di sana? Ada orang lain, orang lain SIALAN!”

“Ah, maaf tuan, saya kelepasan. Saya ingatkan lagi kejadian itu, dilantai 2 yang dimana tangga tidak terlalu tinggi. Dan apakah anda melihat bagaimana dokter menjelaskan, bahwa istri anda mengalami beberapa patah tulang dan kerusakan lainnya?”

“Bagaimana menurut anda, seorang anak dngan tubuh mungil dan tangan dan kaki yang kecil, mendorong ibunya sendiri dengan kekuatan sebesar itu? Apakah anda ingat? Bahkan untuk menendang bola pun ia yang akan terjatuh. Apakah anda mengingat semuanya tuan? Oh, kalau saya sangat mengingatnya tun, sangat! Karena disana juga ada saya dengan orang itu”

Mahendra diam seribu bahasa, ingatannya jatuh pada kejadian 10 tahun silam. Dimana sang istri dinyatakan meninggal akibat jatuh dari tangga.

Tangannya terkepal kuat, apa yang di katakan anak di depannya ini ada benarnya, bagaimana anak sekecil itu bisa mendorong ibunya sangat kuat?

“Kenapa tuan, apkah otak cerdasmu sudah kembali?” tanya Al dingin.

“Persetan, PENJAGA AWASI DIA DAN JANGAN BIARKAN DIA KABUR DARI SINI. KURUNG SAMPAI SAYA MENYURUHNYA KELUA” bukannya menjawab, Mahen justru memerintahkan penjaga agar memperketat penjagaan Al. Sedangkan Al hanya mengangkat bahunya acuh. Toh, ini sudah biasa.

Tapi kali ini Al tidak akan memiarkannya berjalan semestinya, ia akan memikirkan segala acara untuk kelangsungan hidupnya.

Sekarang, mari tidak sedikitpun  sisakan ruang untuk orang orang yang menyakiti, membenci dan unrespeck pada dirinya.

Mereka mau berbuat apa, dapat apa, bicara apa, mikir yang bagaimana, Sudah tidak usah diperdulikan.

Saat ini yang terpentng adalah memperjuangkan hanya sebagai manusia. Ubah semua jalan hidupna, lawan mereka yang menentang keputusannya.

Balas mereka yang menghancurkannya 5 kali lipat dari rasa sakitnya.

Hormati orang yang mengormati, namun, tidak mentolerir orang yang menghalangi jalannya.

“Tunggu semuanya di mulai Sebasta”











#ini bagian paling gw suka
Spam koment 50 gw lanjut, gak spam gak lanjut🥱

Semua part udah gw rombak dari awal ampe ini bab.
Gak suka out.

Gw hanya butuh pembaca yang suka sama karya gw.

Tolong kerja samanya kalo masih mau lanjut vote sama komen jangan di tinggal.
Tinggal tap bintang doang gampang😉

Tanah Tandus || ENDOnde histórias criam vida. Descubra agora