23. clue

4.1K 527 310
                                    

BAB 23. Clue

𝙷𝚊𝚛𝚊𝚙 𝚋𝚒𝚓𝚊𝚔, 𝚙𝚊𝚛𝚝 𝚒𝚗𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗𝚍𝚞𝚗𝚐 𝚔𝚊𝚝𝚊 𝚔𝚊𝚝𝚊 𝚔𝚊𝚜𝚊𝚛! 𝙹𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚞𝚖𝚙𝚊𝚝 𝚜𝚎𝚝𝚎𝚕𝚊𝚑 𝚖𝚎𝚖𝚋𝚊𝚌𝚊. 𝚃𝚒𝚗𝚐𝚐𝚊𝚕𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚎𝚜𝚊𝚗 𝚋𝚊𝚒𝚔 𝚞𝚗𝚝𝚞𝚔 𝚖𝚎𝚗𝚞𝚕𝚒𝚜!
Target koment 300𝚔 tanpa "next" Dan "lanjut"
Kalo target terpenuhi kapanpun langsung up, serius. Vote jangan lupa, jangan cuma minta up tapi giliran udah up vote sama komen cuman sedikit yaow!
.
.
.
.
𝙷𝚊𝚙𝚙𝚢 𝚛𝚎𝚊𝚍𝚒𝚗𝚐 𝚊𝚕𝚕
🐙


Saat ini Al sudah tersadar dari pingsannya. Karena Mahen hanya memberikan dosis rendah di suntikan itu.

Di ruang yang minim pencahayaan, kotor dan berdebu.

Al sudah terduduk rapi dengan kedua tangan yang di rantai. Matanya menelisik penjuru ruangan, ia ingat ruangan ini adalah tempat dimana semua penderitaannya berasal.

Ia menghembuskan nafasnya kasar, tidak tau mengapa akhir akhir ini ia sedang malas meladeni para orang orang bodoh itu, apalagi si tua bangka yang sayangnya menjabat sebagai ayah kandungnya.

Yah, ia tak akan menyangkal, bahwa Mahendra adalah ayah kandungnya. Mau sebejat apapun kelakuannya, karena darah yang mengalir di tubuhnya juga terdapat darah pria itu.

Tap tap tap

Ceklek.

Suara langkah kaki dan pintu terbuka masuk ke indra pendengarnya.

Ia tidak bodoh untuk mengetahui siapa sosok tersebut. Karena di dengar dari ketukan langkah pun sudah sangat di pastikan bahwa orang itu adalah Mahendra, si tua bangka yang mengurungnya di ruangan itu.

"Mau jujur?" ujarnya memandang Al yang sedari tadi menunduk dengan mata tertutup.

Tidak ada tanggapan, Mahen mencengkeram dagu Al dengan kuat dan mendongak kannya ke atas, sejajar dengan wajahnya.

"Jawab Al, apa susahnya mengatakan yang sebenarnya!"

Al membuka matanya, otomatis mata itu langsung bertatapan dengan mata Mahendra. Tatapan dingin ia layangkan pada Mahendra.

"Saya tidak melakukan apapun" jawabnya dengan tenang.

"Bohong! Kau bohong. Kalau kau tidak melakukan apapun bagaimana bisa perut Caca tertusuk sialan!" Teriaknya marah menghempaskan kepala Al dengan kasar.

"Hah,, anda sendiri yang menginginkan saya berkata jujur. Lalu mengapa Anda yang marah? Bukankah seharusnya sebaliknya"

"Saya tidak akan percaya sama kamu! Karena kamu juga yang telah membunuh istri saya!"

Al yang tadinya tenang kini mulai merasa kesal karena Mahendra kembali mengungkit kejadian yang tidak ada bukti sama sekali. Ia mengepalkan tangannya kuat, hingga luka yang tadinya mengering kembali basah mengeluarkan darah.

"Seorang pembunuh akan tetap menjadi pembunuh di manapun itu. Saya kira kamu sudah berubah, tapi ternyata kamu masih tetap sama. Benar kata Vano, kamu adalah bajingan yang sangat menjijikkan yang pernah saya temui. Bahkan setelah membunuh ibu kandung mu sendiri kamu mau membunuh orang lain?"

Pandangan Al memanas, wajahnya memerah hingga urat lehernya bagitu nampak. Ia marah, sangat marah ketika ia dicap sebagai pembunuh orang tuanya sendiri.

Tidak mungkin bukan, ia menghabisi orang yang sudah menjadi belahan jiwanya?.

Jika ia memang menghabisi ibunya sendiri lalu bagaimana dengan hidupnya?
Bagaimana dengan perasaannya? Sedangkan orang itu adalah separuh hidupnya.

Tanah Tandus || ENDWhere stories live. Discover now