21. kembali

5.5K 615 81
                                    

BAB 21.kembali

 

Saat ini Al sudah berdiri di depan kediaman Sebasta. Matahari sudah menenggelamkan dirinya di arah barat. Tadi sebelum pulang Kavi mengajaknya ke moll untuk membeli baju.

Dan sekarang semua luka yang ada di tubuhnya sudah tertutup rapat dengan perban.

Al melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah megah itu dengan datar.

Kembali ke kediaman Sebasta membuatnya teringat kejadian dimana ia mendapatkan serangan, yang mengakibatkan ia harus berurusan dengan rumah sakit.

Para bawahan Mahendra yang berjaga menunduk hormat ketika Al memasuki rumah.

Ceklek

Al berjalan masuk dengan tatapan yang begitu datar dan dingin.

Pandangannya tetap lurus menghiraukan semua orang yang sedang berkumpul di ruang tengah.

Vino, orang yang pertama kali menyadari kepulangan Al langsung berdiri.

“Al, kamu dari mana aja kenapa baru pulang” ujarnya mendekati Al.

Mereka semua ikut berdiri dan menatap Al yang sudah berada di ujung bawah tangga.

“Dari mana saja kamu” kini Mahendra yang bertanya.

“Bukan urusan anda” jawabnya datar.

“Al kamu kenapa bolos sekolah, tadi om Mahen daper surat loh dari sekolahan gara gara kamu” Caca, cewek itu ikut bersuara dan memojokkan Al.

Sedangkan Sonya menatap Al dari atas sampai bawah, wajahnya mengartikan kebingunganya.

Bagaimana bisa anak yang sudah mati bisa kembali hidup dan berdiri di depannya dengan keadaan baik baik saja?.

Tidak mungkin bukan anak ini lolos dari para suruhannya, jika di pikir lagi, memang tidak akan mungkin. Mana bisa anak berusia 15 tahun ini berhasil lolos dari 20 orang berbadan besar?.

“Ada apa dengan ekspresimu  nyonya? Apa anda terkejut karena kepulangan saya? Ah, apakah anda menghawatirkan saya? Atau,,,” tanya Al menggantungkan perkataannya. Ia tersenyum miring melihat wajah pias yang di tunjukkan wanita bodoh itu.

Mereka, para Sebasta menatap Sonya yang sudah berkeringat dingin, lihatlah tangan wanita itu juga terkepal kuat, seperti orang yang ketahuan mencuri.

"A,,apa yang kamu katakan. S,,saya tidak akan pernah menghawatirkan kamu anak bodoh!”

 “Al, jawab pertanyaan Ayah!”

“Saya lelah” tanpa menjawab pertanyaan dari mereka semua, Al kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga.

Mahendra hanya memijat pelipisnya pelan. Entah kenapa ia tidak bisa kembali mengatur anak bungsunya itu setelah mendengarkan keluh kesahnya beberapa hari yang lalu.

Rasanya hatinya seperti tertusuk duri yang begitu tajam setelah melihat sendiri bagaimana anak itu menceritakan keluhannya dengan mata tertutup dengan air mata yang sedikit berjatuhan.

Begitu juga dengan si kembar, mereka merasakan hal yang sama. Namun sayangnya ke tiganya masih mementingkan ego masing-masing ketimbang perasaannya sendiri.

Di kamar bernuansa biru gelap, Al sudah merebahkan dirinya di atas kasur empuknya. Matanya menatap langit kamar yang memiliki berbagai hiasan bintang disana.

Tatapan matanya kosong, tidak ada binar sekalipun. Raut datar itu berubah sendu, ia ingat dekorasi kamar itu adalah bundanya sendiri yang memilihkannya.

Tanah Tandus || ENDWhere stories live. Discover now