11. awal misi

5.4K 542 29
                                    

BAB 11.  Misi 1

 

Saat sedang sibuk dengan segala urusannya, suara menjengkelkan dari bagian tubuhnya membuatnya kesal setengah mati.

Kruyuukk~

“Ck, kenapa sih, biasanya gak makan berhari hari aja kuat, pake ada acara lapar segala” decaknya kesal memukul pelan perutnya yang sudah memiliki sixpack.

Ah, Al lupa perutnya belum di isi dari kemarin, dengan malas dan hati yang berat, ia keluar dari kamar. Satu-satunya tujuannya hanyalah dapur, mengisi perutnya yang sudah sangat kelaparan.

Di ruang tengah, semua orang sedang berkumpul, mereka asik bercanda ria layaknya sebuah keluarga harmonis dan bahagia, melupakan masih ada bagian keluarga lainnya yang tersisa, ah ralat, bukankan Al sudah menjadi mantan keluarganya? Mereka hanyalah orang asing yang hidup dalam  satu atap.

Dan jangan lupakan, untuk tinggal di sana juga tidak gratis, Al harus membayarnya dengan kesempurnaan yang di tuntutkan untuknya.

Tanpa menghiraukan suara bising itu, Al tetap melanjutkan langkahnya dengan wajah datar. Mereka yang ada di sana seketika diam, menatap Al dengan tatapan sulit di artikan.

Kecuali 2 wanita yang menatap Al dengan tatapan benci.

Sampainya di dapur, ada mbok Wati yang sedang memasak. Pembantu yang bekerja sudah sangat lama di mansionnya, bahkan sebelum Bundanya tiada.

Mbok Wati yang menyadari kedatangan tuan muda bungsunya itu, tersenyum.

“Ada yang bisa mbok bantu den” Tanyanya dengan lembut.

“Laper” jawab Al seadanya.

“Eh den Al teh lapar ya, kebetulan ini udah waktunya makan siang, aden duduk aja disana sambil nunggu yang lainnya, bibi mau nyiapin ini dulu”

 Al menatap malas meja makan sudah lama ia tak sentuh, kiranya kapan terakhir kali ia sarapan di meja besar tersebut? Ah, ia ingat, terakhir kali waktu ia berangkat sekolah bersama Vino, dan dia di turunkan di jalan.

“Hm”

Wajahnya menggelap mengingat momen tersebut, dengan nafas kasar ia duduk di kursi paling ujung, sengaja agar tidak terlalu dekat dengan mereka.

Mbok Wati langsung menganggukkan kepalanya dan mulai menyiapkan hidangan di meja makan di bantu para maid.

Ia tersenyum miris melihat perubahan tuan bungsunya itu, tuan yang sangat ia jaga dari kecil sampai sekarang. Tuannya yang ceria dan polos, sekarang menjadi pemuda dingin tak tersentuh.

Ia tidak menyalahkan perubahan tuan kecilnya itu, ia justru bersyukur senggaknya tuan kecilnya sudah bisa melindungi dirinya sendiri. Ia berharap dengan perubahan tuan kecilnya, juga bisa merubah keluarganya.

13:00 waktunya makan siang berlangsung, satu persatu dari mereka mulai memasuki ruang makan.

Mereka menatap Al yang sudah duduk anteng di kursi paling pojok, yang akan berhadapan langsung dengan sang kepala keluarga.

Kursi satu persatu mulai di tarik bersahutan, Al menyadari sepertinya bukan hanya Sebasta yang berada di sana, melainkan ada banyak orang lain yang tentunya Al tidak tahu, karena Al tak menghiraukan itu, tatapannya juga tidak mengarah pada mereka sedetikpun, hanya pada makanan yang sudah tersaji rapih di hadapannya.

 Al  memakan makanannya  tanpa menunggu mereka semua. Ia ingin cepat cepat pergi dari sana, sungguh memuakkan berada satu ruangan dengan orang yang menyebalkan.

“Ih, kok Al makan duluan, gak sopan tau” ucap Caca dengan suara yang di imutkan.

Semua yang ada di sana kembali menatap Al tanpa terkecuali. Al mengangkat kepalanya matanya mengarah pada mereka semua dan berhenti pada seorang cewek yang sudah duduk anteng di samping Vano.

Disana, ada kedua teman Vano dan Vino yaitu Arka dan Ryan, dan yang membuatnya bingung adalah, kenapa juga anak cengeng itu juga ada di sana?, apakah keluarganya tidak memberinya makan sehingga menumpang di rumah orang lain?

Mengabaikan mereka, Al kembali memakan makanannya dengan santai, seolah menganggap mereka tidak ada.

Mahendra mengepalkan tangannya, namun ia tidak ingin kelepasan di depan teman teman anaknya itu. Bisa terancam nama baiknya selama ini, ia akan urus anak itu nanti.

“Makan” titah sang kepala keluarga, mereka semua mulai memakan makanannya dengan tenang.

Tapi tidak dengan si kembar, mata mereka akan diam diam menatap Al yang sedang makan dengan lahap.

Ada perasaan senang sekaligus sesat di hatinya, rasanya sudah sangat lama mereka tidak melihat Al makan dengan sangat lahap seperti itu.

Terutama Vino, ia menundukkan kepalanya mengingat sebuah janji yang pernah ia ucapkan pada sang bunda.

#flasback on

Anak kecil berumur 3 tahun itu sedang menemani main adik manisnya yang berumur 1 tahun.

“Unda, adik Al nya napa ucu anget?” Gemasnya memainkan pipi Al kecil yang mirip seperti bakpao.

“Hm,, karena adik Al adiknya abang Vino” jawab wanita cantik, yaitu Clarissa, ibu mereka.

“Xixixi unda enal, adik Al adiknya Ino, jadi ucu ayam Ino” Ino adalah nama panggilan sayang untuknya. Karena Vino selalu menyebut dirinya Ino.

“Vino sayang gak sama adek Al” tanya sang Bunda mendekati mereka.

“Sayang dong, Ino cayang anget cama adek Al” jawabnya antusias memeluk Al kecil yang sedang memainkan pesawat terbang.

“Kalo sayang, Vino harus janji sama Bunda, buat jagain adek Al dengan baik dan penuh kasih yah”

“Em, Ino anji akal aga adek Al aik aik, Ino akan cayangi adek Al ampe Ino gak ada” jawabnya penuh semangat yang membara.

Clarissa tersenyum hangat melihat semangat anaknya.

“Vino nanti? Jangan kecewain Bunda yah nak”

“Ino janji”

#flasback of.

Vino menggenggam erat sendoknya, dengan perasaan kalut, ia telah mengecewakan Bundanya, ia bukan abang yang baik untuk adiknya, bahkan ia tidak pantas menjadi kakak.

Vano menatap Vino bingung, ada apa dengan kembarannya itu, kenapa ia menggenggam sendoknya dengan erat.

“Vin. Al kamu kok udah sebulan ini gak berangkat sekolah? Kamu bolos ya? Aku kayaknya gak pernah liat kamu deh ahir ahir ini, biasanya kan kamu berdiri di bawah bendera ataugak lari muterin lapangan” belum sempat memanggil Vino, suara Caca mengalihkan perhatian mereka.

Arka dan Ryan merutuki kebodohan Vano yang menerima Caca ikut dengan mereka. Lihatlah sekarang, bocah itu sedang membuat masalah di kediaman orang lain.

Al berhenti dengan kegiatannya, itu bukan pertanyaan melainkan penghinaan, lihatlah kata kata yang menjijikkan yang keluar dari mulut medusanya itu, membuat Al ingin melemparnya dengan gelas yang ada di hadapannya.

“Bukan urusan lo” jawab Al datar.

“Kamu pasti bolos kan? Kasian om Mahendra tau udah nyekolahin kamu bener bener, kok kamu nya malah bolos”  

“Caca, lo apa apaan sih, ini rumah orang, sopan sedikit” kesal Arka, menatap Caca dengan tajam.

“Ck apasih kamu, aku kan benar dia”

“Diam” suara dingin Vino membuat Caca diam. Mereka kembali melanjutkan makannya kembali.

Vino menatap Al yang mengangkat bahunya acuh, dan menatap pipi itu yang sudah sangat tirus.

Al sudah selesai, Ia berdiri dan pergi dari sana, tapi belum menaiki tangga suara Mahendra membuatnya tersenyum puas.

“APA! SIAPA YANG BERANI MEMBOBOL SISTEM PERUSAHAAN SAYA BODOH!”








#yooooo

Tanah Tandus || ENDOù les histoires vivent. Découvrez maintenant