Ch.2 Pria Misterius Dalam Pesawat

16.2K 297 3
                                    

Bangun pagi seperti biasa, tidak ada pembicaraan apapun mengenai apa yang terjadi dengan aku dan bang Daud, dia menjalani hari hari seperti sediakala, bang Daud kembali menjadi pribadi yang bawel dan usil, tidak banyak diam seperti kemarin kemarin, dan satu lagi, pagi ini bang Daud mandi lama sekali, mungkin sekalian mandi besar, aku ? Tidak ada kegiatan yang khusus dilakukan hari ini, hanya membantu ibu menyiapkan jualannya, sekarang ibu sudah tidak berkeliling lagi jualanya, ibu sekarang berjualan didepan rumah kami yang halamannya lumayan luas, lalu setelah membantu ibu aku kembali belajar, mengasah kemampuan belajar bahasa arabku, menulis, membaca, dan menonton beberapa video musik dan film bernahasa arab, begini seterusnya hingga hari menjelang keberangkatanku.

Aku, ibu dan bang Daud sudah berada di bandara, beserta para calon TKI yang bersponsor sama denganku, ada sekitar tujuh orang yang berangkat minggu ini, semuanya laki-laki.

"Udah gak ada yang ketinggalan kan nak ?." Tanya ibu.

"Nggak ada bu, semua udah komplit." Balasku sambil memegang tangan ibu.

Seorang pria dari agen penyalurku datang kearah kami dan memberitahukan bahwa keberangkatan pesawat tinggal beberapa menit lagi dan kami sudah diperbolehkan untuk boarding, aku memeluk ibu erat-erat, ibu menangis, akupun ikut terharu sambil mengusap punggung ibu, memberitahunya bahwa aku akan baik baik saja, kontrak kerjaku hanya satu tahun, jika kerjaku bagus dan ingin diperpanjang, agen akan membantuku, jika setelah satu tahun ingin pulang juga tidak akan menjadi masalah, aku menenangkan ibu dengan berkata bahwa satu tahun itu tidak akan lama lalu mengusap air matanya, kulepaskan pelukanku dari ibu kemudian memeluk bang Daud, matanya berkaca kaca menahan tangis, akku eratkan pelukanku kepada bang Daud.

"Jangan nangis bang, harus kuat, aku titip ibu ya." Bisik aku ditelinganya.

"Kamu jaga diri baik baik disana Ra, jangan khawatirin ibu disini, abang pasti jagain ibu." Balas abang kepadaku, abang kemudian mencium keningku, aku juga kemudian mencium leher abang dan keningnya, kami bertujuh berjalan memasuki pesawat, aku melihat kebelakang, bang Daud dan ibu melambaikan tangan mereka sebagai tanda perpisahan sementara, doakan aku bu, bang Daud, kataku dalam hati, aku ingin merubah nasib kita.

_____

Didalam pesawat kami duduk terpisah, aku beruntung mendapatkan window seat, disebelahku seorang bapak bapak lokal, berpenampilan necis dan wangi, mengenakan kemeja hijau gelap dengan jam tangan yang sepertinya mahal melingkar di tanganya dan juga kacamata hitam, sedangkan disebelahnya, teman satu agen ku, ini adalah pengalaman pertamaku menaiki pesawat, membuatku sangat excited sekaligus sedikit takut, namun ternyata tidak seburuk itu, hanya dibagian take off nya saja yang sedikit mengerikan, juga mungkin ketika ada turbulansi ringan yang membuat pesawat sedikit bergerak, itu yang membuatku sedikit takut, kemudian pesawat terbang kembali dengan normal, membuatku juga kembali tenang, rasa ingin cepat sampai membuatku berusaha memejamkan mata untuk tidur, dan ternyata itu berhasil, kantuk mulai menyerang dan pertahanan mataku kalah.

Aku terbangun oleh guncangan yang kuat, terdengar suara beberapa orang yang berdoa, kubuka mataku, ternyata turbulansi lagi, kali ini lebih besar guncangannya, membuatku panik, ingin berteriak, namun kutahan, hingga akhirnya tanganku bergetar, tiba tiba sebuah tangan memegang tanganku, lalu mengusapnya lembut, kulihat kesampingku, ternyata bapak disampingku ini, ia tidak berkata apa apa, hanya mengangguk pelan, dan usapan ditanganya masih berlanjut, berusaha menenangkan ku, begitu terus sampai aku berhenti bergetar, turbulansi berhenti, aku kembali tenang, semua orang kembali tenang, aku berterimakasih kepada bapak itu yang hanya dibalas anggukan olehnya.

Kulihat jam menunjukan sudah lima jam aku terbang, sudah hampir setengah perjalanan mungkin, entahlah yang penting aku sampai dengan selamat.

Sudah hampir satu jam sejak turbulansi besar itu terjadi, tapi aku nggak mau melepaskan tangan besar milik bapak disampingku, kini giliranku yang mengusap tanganya, tapi tujuanku bukan untuk menenangkanya, tapi untuk membuatnya bergairah, aku baru sadar jika bapak disampingku ini begitu menarik, badanya tidak besar, biasalah rerata orang lokal, tanganya berbulu, kumisnya tebal dan rambut nya sebagian sudah beruban, tipe bapak bapak idamanku, memang biadab aku ini, setelah mengalami pengalaman yang traumatik, bukanya takut, malah bergairah, aku masih mengusap pelan tangan bapak itu, kepalanya yang bersandar pada kursi beralih menatapku, kemudian tanganya yang sedang kupegang bergeser dari pahanya, kali ini giliran tanganku yang dia pegang.

PRIA ARAB MAJIKANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang