BAB 2

171 13 0
                                    

"Sayangku." Zeva mencolek punggungku.

"Iya sayang, kenapa hmm?" Aku heran.

"Gimana kalau kita jalan-jalan malem yuk sayang." Ia tersenyum manis.

"Jalan ke mana nih? Dingin lho yank, di luar habis hujan. Seharian hujan lebat kan." Aku tersenyum.

"Hmm iya sih. Kamu kan lagi kurang enak badan juga ya?" Dia mengecek suhu tubuhku.

"Hehe nggak apa-apa kok sayang." Aku mencubit pipinya.

"Beneran? Hmm... Ke dokter aja ya." Dia terlihat khawatir.

"Enggak usah sayang. Kamu di samping aku udah cukup kok. Mau manja-manja sama kamu aja. Pasti sembuh." Aku sumringah.

Memang aku cukup membutuhkan kenyamanan darinya saja saat ini. Berada di dekat orang yang tersayang memang bisa membuat diri ini cepat membaik. Lagi pula ini hanya sakit ringan saja.

"Beneran nih yank? Aku khawatir lho sayang. Takut kamu drop kayak dulu. Aku sedih dan panik." Dia terlihat muram.

Memang aku ini pernah dilarikan ke rumah sakit karena penyakit tipus. Waktu itu aku tiba-tiba pingsan di tempat kerja. Zeva sampai menangis di hadapanku ketika aku siuman.

Aku jadi semakin jatuh sayang padanya. Tak pernah aku mendapat perlakuan spesial bak putri raja. Baru ia yang seperti itu padaku.

Sebelum bersamanya, aku telah menjalin kasih dengan beberapa pria. Bukan karena aku playgirl namun aku selalu memutuskan mereka karena selalu saja egois sampai ada yang kepergok selingkuh juga di hadapanku. Ya sudahlah, toh aku bahagia bersama kekasihku saat ini.

"Sayang? Kok kamu bengong sih?" Zeva menepuk-nepuk perlahan pipiku.

"Eh iya? Hehe... Aku nggak apa-apa sayang. Cuma ingin kamu di sini sama aku, itu udah cukup." Aku tersenyum.

"Ya udah kalau gitu aku bikinin minum ya. Kamu tunggu sebentar." Dia bergegas ke dapur.

Hal-hal sederhana semacam ini yang membuatku semakin sayang padanya. Dia juga jago masak. Bisa buat makanan dan minuman kesukaanku. Bagai koki pribadi untukku.

"Yank, ni minum dulu." Dia menyuguhkan aku secangkir minuman.

"Wah cokelat hangat nih. Makasih ya sayang." Aku mencium pipinya kanannya dengan gemas.

"Pelan-pelan sayang. Masih panas lho." Dia tertawa kecil.

"Hehe iya ih. Aku suka banget deh yank. Thank you honey."

Aku menghabiskan waktu bersama kekasihku sambil menonton film favorit kami. Eh favorit aku deh, film komedi. Kalau Zeva sukanya film romantis gitu. Pantas saja sikapnya sangat manis padaku.

Setelah kurang lebih dua jam berlalu, film yang kami tonton selesai juga. Cokelat hangat buatannya juga sudah habis. Ternyata sudah pukul sebelas malam rupanya.

"Sayang, kita bobo yuk. Besok kan kita harus kerja." Aku menariknya.

"Iya sayangku." Dia mengikutiku.

Kami berdua berbaring di kasur ukuran queen ini dan aku memeluk sembari menatap wajah yang manis itu. Kuelus perlahan pipinya yang halus. Aku otomatis tersenyum dibuatnya dan seperti biasa, sebelum tidur kami masih berbincang.

"Zeva sayang."

"Iya Gloria sayangku."

"Sayang, makasih ya buat hari ini dan selama ini kamu udah nerima aku apa adanya."

"Iya sayang kembali kasih, kamu juga udah bikin aku bahagia kok. Makasih juga ya buat semuanya."

"Iya sayang. Hmm, jangan pernah berpaling dari aku ya. Kalau bosan bilang aku." Aku sembari mencium tangannya.

"Pasti kok yank. Kamu bisa percaya sama aku. Nggak perlu khawatir dan mikir yang aneh-aneh gitu sayang."

"Ok yank. I believe in you. Bobo yuk udah tengah malam nih."

Aku langsung memejamkan mata. Berusaha untuk tidur karena esok harus kembali beraktivitas. Kami berdua tertidur sembari Zeva memelukku dari belakang.

"Glo, kita nikah yuk!" Aku yang masih berusaha untuk tertidur seketika terbangun dan membalikan tubuhku.

"What? Are you kidding me?" Aku heran.

"I'm so serious. How?" Dia bertanya dengan ekspresi datarnya.

Aku masih terdiam karena shocked mendengar perkataannya itu.

"Kita nikah di luar negeri aja. Gimana?" Dia tampak yakin.

"Nggak mungkin bisa sayang." Aku mulai panik.

"Kita bisa ke Amerika atau ke Belanda. Gimana? Belanda kan kampung halaman ibu kamu." Dia meyakinkan aku sembari memegang kedua tanganku.

"Sayang, gak mungkin bisa. Selama ini aja hubungan ini kita keep terus dari siapa pun." Aku sedih.

"Tapi kita udah tiga tahun sayang. Apa kita akan terus begini? Tanpa ikatan?" Ia terus meyakinkan aku.

"Nggak yank. Nggak mungkin. Keluarga kita pasti menentang. Walau di negara ibuku itu hal yang lumrah tapi ibuku termasuk orang yang nggak setuju sayang." Aku menangis.

"Sampai kapan kita seperti ini yank? Aku ingin resmi sama kamu." Dia sangat serius, terlihat dari ekspresinya.

"Cincin yang melingkar di jari kita. Ini sudah cukup kan sayang?" Aku menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis kananku.

"I, Iya sayang. Aku paham, tapi aku butuh lebih." Dia menunduk.

"Maafkan aku sayang. Itu masih jauh dari anganku. Aku sudah cukup bahagia dengan keadaan kita sekarang. Aku belum pernah memikirkan pernikahan sedikit pun." Aku langsung berusaha untuk tertidur. Aku tidak mengerti harus bagaimana.

Akhirnya kami tertidur saling membelakangi. Biasanya ia selalu memeluk aku dalam tidurnya. Aku sudah menyinggung perasaannya. Namun aku bingung, harus bagaimana mengenai ajakannya itu.

No! Tidak mungkin. Itu hal yang sangat complicated bagiku. Ah bagaimana ini?

BERSAMBUNG...

Salam Manis
Canimangel
Q (Kyu)
Sabtu, 10 Februari 2024
12.00 WIB

Don't Let GoWhere stories live. Discover now