BAB 30

145 7 4
                                    

"Hai, Glo. Kok ngelamun terus sih? Makan dulu lah." Ify membawa beberapa potong roti untukku yang sedang duduk termangu di pinggir kolam renang belakang rumahku.

"Males makan Fy." Aku datar.

"Hmm, aku ngerti pasti jadi kamu berat banget. Tapi kamu jangan nyiksa diri lah, makan aja dulu ya. Udah siang nih." Dia tetap membujukku.

"Kamu jadi berangkat?" Aku bertanya.

"Hmm, aku khawatir sama kamu Glo. Apa kamu aman kalau ditinggal?" Dia iba.

"Aman kok Fy. Kamu pulang aja temui Icha. Aku bakal baik-baik aja Fy. Kamu nggak usah khawatirin aku. Kamu udah baik dan sangat membantu aku." Aku tersenyum.

"Beneran?" Ify ragu.

"Seriusan. Nih, aku makan ya. Udah jangan cemberut. I'm ok." Aku memakan roti yang dibawakan Ify dengan berpura-pura lahap agar ia tidak terlalu mencemaskan aku.

"Aku nggak nyangka Zeva bisa ya setega itu sama kamu. Jahat banget dia," Ify terlihat kesal. "Nggak punya hati banget. Pengen aku remes-remes tuh orang! Males kenal lagi sama orang kayak dia!" Ify meremas selembar roti.

"Hehe udah lah Ify. Lupain aja orang kayak gitu. Udah nggak penting lagi." Aku sangat sakit rasanya.

"Kalau ada apa-apa curhat sama aku dan Icha ya." Ify tersenyum.

"Thanks berat ya Fy. Kamu emang perhatian banget orangnya." Aku memeluknya sekejap.

"Iya sama-sama. Udah seharusnya Glo hehe." Dia mulai bisa ceria lagi.

Jam demi jam berlalu. Akhirnya sang waktu memisahkan Ify dan aku. Bandara menjadi saksi bisu, bagaimana aku melepas sahabat terbaikku.

"Jaga diri baik-baik ya Glo." kami berpelukan singkat.

"Ok Ify. Sahabat baikku. Salam ya buat Icha. Hati-hati. Semoga kalian bisa main lagi ya ke sini." Aku tersenyum.

"Ok Glo. Sip! Bye!"  Ify perlahan menjauh dariku dan aku tak melihatnya lagi.

Mendadak sepi hatiku. Di rumah juga hanya seorang diri. Baiklah, aku mau mengemasi seluruh barang milik Zeva. Aku tidak ingin melihat dirinya lagi.

Setelah semua siap. Aku kembali ke kafe untuk mengusirnya jauh-jauh dari kota ini. Biar saja dia dengan kesenangannya yang baru.

"Brak!" Aku melempar koper itu di hadapannya. Ia sedang di ruang manajemen.

"Glo?" Dia terhenyak.

"Sekarang kamu pergi dari sini! Aku udah muak sama kamu. Makasih buat semua ini. Bye!" Aku sangat marah padanya.

"Glo, aku minta maaf banget ya. Maafin aku. Jujur aku masih sayang kamu." Dia mendekat.

"Bullshit! Jangan sentuh aku lagi! Aku sudah nggak sudi lagi sama kamu! Dasar pengkhianat! Pergi Zeva! Pergi dari hadapanku sekarang juga! Aku nggak mau lihat kamu lagi mulai sekarang! Sudah cukup!" Aku benar-benar berada di puncak emosi.

"Baik, Glo. Makasih buat semuanya. Maafin aku ya." Zeva berlalu membawa seluruh barang-barangnya.

Itu adalah saat terakhir kali aku melihatnya. Aku tidak menyangka akan berakhir dengan pengkhianatan. Walau di hati masih tersimpan rapi seluruh kepingan demi kepingan kenangan bersamanya tapi aku harus mencoba lupakan semua.

>>><<<

Setahun kemudian

"Satu vanilla latte, meja sebelas, ready!" satu minuman siap diantar. Hari ini aku sibuk sekali.

Don't Let GoМесто, где живут истории. Откройте их для себя