BAB 18

26 3 0
                                    

Akhirnya yang ditunggu tiba, saat di mana aku dan Glo akan berusaha mengutarakan hubungan spesial kami kepada kedua orang tuaku yang pasti sangat aku sayangi. Entah akan bagaimana nanti yang jelas aku berusaha jujur pada diriku sendiri. Lebih baik mereka tahu dari aku dan Glo secara langsung dan kami coming out terlebih dahulu dari pada nantinya fatal jika mereka tahu dari orang lain.

Bapak dan ibu sedang menonton di ruang TV pagi ini. Kami sudah sarapan masing-masing sebelumnya. Saat ini pukul sembilan pagi.

Lalu aku dan Glo menguatkan hati untuk menghadap bapak dan ibu. Aku tak ingin rasa sembunyi-sembunyi ini selalu mengganggu pikiranku terus-menerus. Kami saling menguatkan satu sama lain sebelum berbicara pada kedua orang tuaku.

"Glo, kamu siap kan dengan apapun resikonya?" Aku menggenggam erat kedua tangannya. Aku rasakan tangannya dingin dan berkeringat. Aku tau bahwa ini berat untuknya dan juga untukku pastinya.

"Iya sayang. Aku siap. Kamu sendiri gimana? Apa kita nggak perlu bicarain hal ini?" Glo mulai gelisah.

"Kalau kamu siap kenapa aku mesti mundur?" Aku menatap lekat kedua matanya yang indah itu.

"Hmm, iya sayang. Aku takut kamu bertengkar dengan orang tua kamu." Glo tak berani menatapku.

"Hey Glo, ayolah. Kita hadapi bareng-bareng, aku akan membela kamu dan bicara baik-baik dengan orang tua aku. Aku ini sayang orang tuaku dan kamu juga." Aku memeluknya erat.

"Iya sayang. Cepat atau lambat pasti orang tua kamu akan tau. Begitu juga dengan orang tua aku." Glo mengeratkan pelukannya padaku.

"Iya sayang. Kita hadapi bersama ya. Now we have to do this, ok honey?" Aku melepas pelukan kami dan aku pun tersenyum padanya.

"Iya sayang. Ayo temui bapak sama ibu." Aku menariknya.

Kami keluar kamar dan menuruni tangga. Kami pasti mampu menghadapi ini. Semoga saja ibu bapak mengerti.

"Pak, bu." Kami duduk di sofa yang ada di samping mereka.

"Iya nak kenapa?" bapak menoleh.

"Hmm, Zeva boleh ngomong pak? Bu?" Aku sedikit ragu.

"Oh iya ngomong aja nak. Kamu itu kok malah jadi sungkan sama bapak ibu si? Mentang-mentang wes suwi ning Bali hehe." bapak seperti biasa peramah dan periang.

"Matiin dulu TV-nya pak, kayaknya mau ngobrol serius anak kita ini." ibu dapat membaca gelagat seriusku.

Lalu bapak mematikan TV dan orang tuaku menatap penuh arti. Kami berdua saling pandang dan menghela napas dalam. Aku yakin pikiran dan perasaan Gloria saat ini sangat berkecamuk, begitu juga denganku.

"Ayo cah ayu bicara sama bapak dan ibu. Ada apa?" ibuku memulai pembicaraan kembali.

"Anu. Pak, bu, sebelumnya Zeva minta maaf sama bapak dan ibu. Mungkin pembicaraan ini bisa menyinggung perasaan bapak sama ibu." Aku berbicara lemah lembut pada mereka.

"Maaf kenapa nak? Ayo diterusin." ibuku makin penasaran.

"Iyo nduk. Bicara aja. Lanjutkan ayo." bapak juga mulai antusias.

Sementara Glo semakin diam dan menunduk di sampingku. Aku pun menggenggam tangannya. Aku rasakan tangan Glo agak sedikit gemetar.

"Bu, pak. Zeva ini kan sudah dewasa. Zeva juga sudah bekerja dan sudah bisa bertanggung jawab dengan diri Zeva."

"Iya nduk, ibu ngerti. Bapak juga ngerti. Lalu kenapa? Ada apa? Kok kayak ragu gitu bicaranya?" ibu mulai cemas.

"Gini bu, pak. Sedari kecil Zeva diajari untuk jadi anak yang selalu jujur dan terbuka sama bapak ibu kan?" Aku tidak berani melihat raut wajah orang tuaku.

Don't Let GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang