BAB 24

17 3 0
                                    

Hari ini aku mau ke sebuah kantor. Akan ada salah satu bos besar di kota ini yang ingin berbicara denganku. Ini mengenai bisnis, katanya ia ingin menyewa kafeku untuk acara birthday anaknya yang ke tujuh belas tahun.

Baiklah, aku akan ke sana. Ini namanya strategi menjemput bola. Hitung-hitung memperluas jaringan relasi dan koneksi.

"Sayang, aku siang ini ketemu bos besar dulu ya. Semalam kita udah cerita-cerita kan?" Aku pamit ke Zeva.

"Iya sayang. Hati-hati ya. Kabari aku kalau udah sampai." Ia mengusap rambutku dan aku berlalu.

"Sip sayangku!" Aku mengerling.

Setelah sampai di mobil sedan silver milikku. Aku langsung melajukan mobilku ke arah yang tidak begitu jauh dari kafe. Tidak sampai setengah jam, pasti aku sudah sampai di kantor beliau.

Aku menikmati perjalanan sembari mendengar musik. Cuaca hari ini mendung. Mungkin akan turun hujan.

"Tring." ada sebuah pesan masuk dan
aku langsung melihat ponselku sembari menyetir perlahan.

Rupanya WA dari Icha. Sudah lama juga kami tidak berkomunikasi intens memang. Terakhir sebulan yang lalu.

Icha:
"Halo kakak cantik. Apa kabar kak Glo?"

Glo:
"Hai, Icha."
"Kabar aku baik, kamu gimana?"
"Miss you, Cha."

Beberapa menit kemudian ada balasan lagi dari Icha. Namun aku membalasnya nanti saja, jadi aku memasukan ponsel ke dalam blazer. Kemudian aku lanjut fokus menyetir.

Akhirnya aku sudah sampai di sebuah kantor elit. Kantor ini bergerak dalam bidang ekspor impor. Kalau memang bos besar ini deal dengan kami, maka kafe milikku bisa dapat kucuran dana yang besar dan pasti lumayan untuk memperbesar bisnisku.

Aku langsung dipersilakan oleh satpam masuk ke ruangan beliau. Sampai di sana, aku melihat pria mapan yang waktu itu. Kalau tidak salah beliau yang waktu itu memesan cappucino di meja nomor delapan.

Aku kira bos besar yang selama ini telepon kami merupakan bapak-bapak tua, namun ternyata masih terlihat muda. Usianya sudah kepala lima tapi masih tampan dan mapan pastinya. Aku seakan tidak percaya kalau pria ini sudah punya anak semata wayang usia tujuh belas tahun.

"Ya silahkan duduk. Mbak Gloria kan?" kami saling berjabat tangan.

"Eh iya pak. Saya Glo." Aku tersenyum dan duduk.

"Mau minum apa mbak?" Dia menawarkan.

"Nggak usah pak. Nggak apa-apa." Aku sungkan.

"Ya sudah. Saya buatin teh aja ya." lalu ia menyuruh salah satu karyawan untuk membuat minuman yang ia pinta.

"Hmm, maaf pak. Kalau tidak salah bapak yang waktu itu pesan cappucino di meja nomor delapan kan ya pak?" Aku memang masih agak ragu.

"Iya benar. Itu saya. Haha, kamu masih ingat ya Glo?" Dia tertawa riang dan sepertinya beliau orang yang asik.

"Iya soalnya bapak berbeda dari kebanyakan pelanggan kafe saya yang muda mudi pak hehe." Aku sedikit kikuk.

"Oh gitu ya. Berarti saya tua dong yah? Hahaha." Dia masih tertawa.

"Eh enggak pak. Maaf bukan seperti itu. Maaf ya pak." Aku jadi tidak enak hati.

"Udah nggak apa-apa. Santai aja. Panggil aja saya Arif. Saya walau udah kepala lima gini tapi jangan salah, saya ini berjiwa muda lho." Dia masih terlihat riang.

"I-Iya pak hehe." Aku makin sungkan.

"Baik. Mbak Gloria, saya undang kamu ke sini untuk membicarakan ultah anak semata wayang saya ya. Dia anak perempuan saya satu satunya dan ingin merayakan sweet seventeen di kafe kamu. Jadi bagaimana? Bisa kan?" Dia mulai serius.

"Begitu ya pak. Wah, saya nggak menyangka anak bapak sudah dewasa. Iya pak bisa. Kafe kami menawarkan untuk indoor party atau outdoor party maupun bisa keduanya pak. Kapasitas minimum harus untuk 20 orang jika ingin memesan tempat untuk acara khusus pak." Aku menjelaskan.

"Oh begitu. Baiklah, teman-teman anak saya ada banyak sih. Mungkin totalnya sekitar lima puluh orang dan itu sudah termasuk keluarga juga." Beliau antusias.

"Baik pak, saya akan berikan pelayanan terbaik di ulang tahun anak bapak nanti. Mungkin akan ada permintaan khusus pak? Mau bagaimana nanti berjalannya acara?" Aku tersenyum.

"Tidak ada, saya percayakan sama kamu dan karyawan kamu aja ya Glo. Ok, langsung aja. Ini mohon diterima." Dia terlihat mengeluarkan cek dan menuliskan sejumlah nominal di sana.

"Ok Glo. Saya rasa cukup diskusi kita. Nanti kalau ada apa-apa langsung telepon saja ya. Ini tanda jadi untuk acara ulang tahun anak saya. Bulan depan saya mohon untuk memberi pelayanan terbaik untuk anak saya dan tamu yang akan datang ya. Saya booking untuk jam setengah tujuh sampai jam sepuluh. Di malam minggu ya." Ia menjelaskan.

"Baik pak. Saya akan berikan yang terbaik untuk acara ini. Terima kasih banyak atas kepercayaan bapak pada kafe kami." Aku dan ia berjabat tangan. Tanda bahwa bisnis kali ini selesai dengan baik.

Aku berlalu ke parkiran dan masuk ke dalam mobil. Lalu aku teringat bahwa belum membalas WA dari Icha. Baiklah, aku buka ponsel dan memasukkan cek dari pak Arif ke dalam tas jinjingku.

Icha:
"Aku baik kakak sayang. Ify juga gitu. Tadi sih aku WA kak Zeva tapi lagi sibuk kak dan katanya kalian baik-baik aja di sana."
"Oh iya kak. Aku sama Ify mau main dong ke rumah kakak dan ngeliat kafe kalian. Boleh kan kak?"
"Aku sih pengennya minggu depan kak. Kami berangkat Jumat malam kak. Pulang minggu siang. Gimana kak? Boleh ya?"

Ternyata Icha dan Grify ingin mengunjungi kami di sini. Tentu tanpa pikir panjang, aku menyetujui kunjungan itu. Apalagi kami di sini sudah rindu pada mereka berdua.

Gloria:
"Ok dek. Silakan main yaa. Dengan senang hati, nanti aku kirim alamat di WA."
"Kangen kamu dek. Muach"
"Aku tunggu kalian di kota ini."

Pesan terkirim sudah dan saatnya aku kembali ke kafe untuk menemui kekasihku lalu bercerita tentang kabar acara ulang tahun serta kunjungan Icha ke kota ini.

Jujur nominal yang terpampang pada cek yang diberikan oleh pak Arif sangat besar jumlahnya. Ini melebihi ekspektasi kami tentunya. Padahal aku sudah menawarkan paket-paket tertentu pada pak Arif namun beliau memberi kebebasan pada kami untuk handle acara putri semata wayangnya itu.

Akhirnya aku telah sampai di kafe. Langsung saja aku menemui Zeva dan menyampaikan kabar gembira padanya. Aku refleks langsung memeluknya.

"Sayang. Ih, kamu tau nggak yank?" Aku langsung memeluknya yang sedang membuat pesanan di kitchen kafe kami.

"Eh sayang udah sampe aja. Seneng banget. Kamu kenapa yank?" Zeva tersenyum.

"Coba deh lihat ini." Aku menunjukkan cek tersebut.

"Ah, gede banget sayang. Ini dari bos besar itu?" Zeva bengong.

"Iya sayang. Dia itu ternyata pelanggan yang waktu itu mesen cappucino di meja nomor delapan. Kamu ingat?" Aku sedikit menjelaskan.

"Oh gitu ya yank. Maaf sayang, aku lupa hehe." Dia lupa karena begitu banyak pelanggan yang memesan pada hari itu memang.

"Ya udah nanti kamu juga tau orangnya." Aku tersenyum dan memeluknya sekali lagi.

"Iya sayangku. Kamu juga tau kan kalau Icha sama Ify mau main ke sini?"

"Tau dong. Tadi anak itu WA aku."

"Iya, aku nggak sabar kedatangan mereka. Kangen."

"Ih sayang, aku juga kangen kamu. Peluk aku dong. Cium juga gitu hehe." Aku menggodanya.

"Aku sibuk sayang. Ya udah kamu balik lagi ke bar yah. Banyak pesanan minum tuh yang harus dianter." Dia menyuruhku.

"Iya cantik." Aku mencium pipinya dan berlalu.

Hari ini kami melewati hari seperti biasa. Melayani pelanggan sampai kafe tutup. Hmm melelahkan juga menyenangkan.

BERSAMBUNG...

Salam Manis
Canimangel
Q (Kyu)
Rabu, 14 Februari 2024
20.20 WIB

Don't Let GoOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz