BAB 23

19 3 0
                                    

Aku dan Zeva sudah sampai di kota kelahiranku. Ini adalah kali kedua, aku mengajak Zeva ke sini. Jadi orang tua aku sudah mengenal dirinya, namun kali ini bukan sekedar liburan.

Kami benar-benar ingin serius bergelut di dunia bisnis. Kami berdua sepakat membangun sebuah kafe bersama. Dari pengalaman kami menjadi konsumen kafe-kafe yang selama ini kami jelajahi, kami berniat membangun kafe yang cozy dan pastinya nyaman untuk tempat nongkrong.

Papa dan mama membantu masalah teknis dan setengah permodalan jadi kami tinggal menjalankan selebihnya. Tentu kami paham dalam menjalankan sebuah bisnis tidaklah mudah. Harus memiliki konsep, menu andalan, servis yang baik dan pastinya kepercayaan pelanggan dengan waktu yang tidak sebentar pastinya.

Lokasi yang kami pilih juga strategis. Di tengah perkotaan namun bernuansa alam. Sehingga pelanggan menemui kenyamanan bagai di pedesaan.

Jujur kota ini sudah tak sedingin dahulu, entah mengapa. Jadi dengan konsep ini, kami harap para pelanggan menjadi nyaman dan merasakan kesegaran. Lalu menu andalan kami nanti ada beberapa menu ringan sampai berat dengan harga yang terjangkau untuk kalangan pelajar dan siapa saja yang bertandang di kafe kami ini.

Kami berprinsip laba sedikit yang terpenting ramai dan banyak mendapat kepercayaan serta kepuasan pelanggan. Namun kualitas tetap kami utamakan. Tentu harapan kami adalah bisnis ini berjalan lancar.

Tidak terasa sudah empat bulan kami merintis usaha ini. Grand opening juga sudah kami adakan sekitar dua bulan yang lalu dan antusias kaum muda juga banyak. Kafe kami terdiri dari seratus kursi. Tujuh puluh kursi untuk lantai bawah dan sisanya di lantai atas. Kami buka dari pukul sembilan pagi sampai sembilan malam. Kalau Sabtu Minggu dari jam sepuluh pagi sampai sepuluh malam. Kafe kami ini berkonsep kayu-kayuan dan dedaunan membuat pelanggan betah berlama-lama.

Kami memiliki empat orang karyawan untuk membantu kinerja kami. Aku dan Zeva pastinya masih turun tangan dengan bisnis kami ini. Zeva dan aku bergantian dalam melayani pelanggan langsun karena ini salah satu proses perintisan usaha.

"Sayang, cappucino untuk pesanan meja nomor delapan udah?" Aku bertanya pada Zeva yang sedang sibuk membuat pesanan.

"Udah yank. Ini kamu anterin ya." Zeva memberikan pesanan itu.

Aku mengantarkan ke meja itu. Hanya ada pelanggan pria mapan kantoran sendirian di sana. Biasanya pelanggan kami anak-anak muda yang kongkow. Senang juga sih dapat pelanggan mature seperti ini. Jadi kafe kami nyaman untuk segala usia. Area juga ada yang smoking and non-smoking area.

"Silakan, Ini pesanannya. Segelas cappucino, mungkin ada lagi yang ingin dipesan dan saya bantu?" Aku menaruh pada mejanya.

"Oh nggak mbak. Makasih banyak." lalu ia tersenyum dan aku berlalu ke bar kembali.

"Gimana yank? Ada pesanan lagi?" Zeva bertanya.

"Nggak ada sayang. Meja lain aja ya. Ada lagi yang udah jadi kan pesanannya?" Aku bertanya balik.

"Ini sayang, ada beberapa ya. Tunggu dulu." Zeva mencubit gemas pipiku.

Empat karyawan kami masing-masing bertugas menjadi kasir, memasak dan ada yang ikut menjadi pelayan. Aku terkadang jadi pelayan jika memang kafe ramai atau membantu membuat pesanan bersama Zeva alias dikondisikan saja. Kalau sudah mulai ada kecerahan dalam bisnis ini, aku dan Zeva pasti akan menambah karyawan lagi jadi kami berdua bisa fokus meng-handle urusan manajemen dan pengawasan.

Jam demi jam yang melelahkan telah kami lalui. Sangat lelah hari ini. Pelanggan makin ramai saja.

Namun kami jadi sangat senang, sejauh ini kami bersyukur karena tidak terima komplain apapun dari pelanggan kami. Saatnya kafe kami tutup karena sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ini adalah malam minggu yang begitu ramai, banyak muda mudi yang berkunjung kemari.

Rasanya begitu bahagia ketika melihat pelanggan begitu nyaman di sini. Lelah kami terbayarkan dengan senyum para pelanggan. Walau ini masih semester awal, semoga lebih baik lagi kedepannya.

"Yank, capek ya?" Zeva mencubit hidungku sementara aku sedang termangu di meja bar.

"Iya sayang. Lemes hehe." Aku sedikit mengguratkan senyum.

"Sini aku pijetin kamu." Dia memijat pundakku perlahan.

"Aduh, enak banget dipijat kesayangan hehe. Tukang pijet pribadi aku kece sih." Aku menggodanya.

"Haha kamu ini yank. Aku juga sama, capek banget sih. Tangan gempor ." Dia tetap memijat aku.

"Sini gantian aku pijetin tangan kamu." Aku meraih tangannya.

"Haha geli ah sayang. Aku nggak suka dipijat. Geli hehehe." Zeva kegelian.

"Ya udah kelitikin aja sekalian hehe." Aku menggelitik ia yang semakin menggila.

"Haha udah ah Glo. Aku nyerah ih." Dia menghentikan aksiku dengan menggenggam kedua tanganku dan menciumnya.

"Ish kamu. Bisa aja deh berhentiin aku hehe." Aku mencubit kedua pipinya.

"Cium balik dong. Kangen."

"Cup! Terima kasih atas kerja kerasnya sayang." Aku mencium keningnya.

"Iya sayang. Love you." Aku memeluknya.

"Udah yuk ah. Balik aja. Udah jam sebelas." Zeva menarikku.

"Yuk ah. Kamu atau aku nih yang nyetir?" Aku sambil memainkan kunci mobilku.

"Aku deh sini, gantian. Tadi pagi kan udah kamu." Zeva hendak mengambil kunciku.

"Eitz aku aja yang nyetir. Tangan kamu kan gempor." Aku langsung berlari kecil ke arah mobil.

"Ish kamu nih ya." Dia mengejarku.

Saatnya pulang, hari ini pokoknya bahagia sekali karena mulai menunjukkan animo pelanggan yang lumayan. Itu artinya usaha kami mengalami peningkatan. Semoga seterusnya.

BERSAMBUNG...

Salam Sayang
Canimangel
Q (Kyu)
Rabu, 14 Februari 2024
19.15 WIB

Don't Let GoNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ