Matahari kedua

78 19 6
                                    

Happy reading, All!!
.
.
.
.
.

Pias wajah Ane setelahnya. Suamiku. Kata itu tak hanya membuatnya termangu, tetapi juga menembakkan peluru menembus dadanya. Menghancurkan jantung yang sudah berlubang hingga mematahkan rusuk-rusuk yang menjadi penopang dada.

Rasanya saat ini bentakan-bentakan yang merambat dari bibir Loynith tak terdengar lagi. Telinga Ane mendadak tuli. Begitu pun indra perasanya. Mati. Sebab dorongan-dorongan yang diberikan Loynith sama sekali tak terasa lagi. Seluruh sarafnya kebas begitu mengetahui kabar sang kakak tiri yang jelas-jelas sedang tidak baik-baik saja.

"Keluar kau, Kepala Ungu!"

"Pelankan suaramu, Loynith!" Tampaknya hanya Evangelo yang masih memegang kendali sepenuhnya atas diri sendiri di sana. Dia tahu pertengkaran ini tidak akan habis sampai pita suara sang Putri putus, jadi pria muda itu menggeret kekasihnya keluar berharap Loynith tak lagi membentak-bentak di hadapan jasad dingin ratu mereka.

Tetapi bahkan setelah mereka keluar pun, tubuh Ane tetap sekaku mayat. Langkahnya patah-patah, dan jika bukan karena tangan Evangelo yang menopang bahunya, mungkin gadis itu akan berpisah dengan keseimbangan.

"Apa yang terjadi pada kakakku?" tanya Ane nyaris tak bersuara.

"Ane, tolong jangan pikirkan dulu—"

"Apa yang terjadi padanya, Evangelo? Jawab! Dari awal aku selalu mendengar soal ramalan itu tapi tidak ada yang mau memberi tahuku. Sekarang Tuan Putri membenciku gara-gara sesuatu yang aku tidak pahami dan ... calon suamiku sendiri sekarang tidak berada di pihakku juga?"

Sang Adipati mengembuskan napas penuh penyesalan. Wajahnya berpaling tak kuasa menatap mata si calon istri yang mulai berkaca-kaca. Mungkin dirinya mulai merasa bersalah telah menolak untuk menjawab satu kali.

"Dia ditawan." Singkat sekali jawaban yang diberikan. Meski begitu berhasil membuat sorot ametis Ane redup habis-habisan.

"Apa?"

"Sayangku, kakakmu menjadi tawanan perang Noxeham. Percayalah, Ane aku, Loynith, dan Yang Mulia Ratu sempat berusaha sangat keras untuk merebut Damian Orville kembali. Tapi Pangeran Kegelapan tidak akan membebaskannya kecuali Solephim menghancurkan matahari kedua. Yang Mulia Ratu mati-matian menolak permintaan itu, dan aku yakin kau pasti bisa mengerti apa yang terjadi selanjutnya."

Langit seakan runtuh dan tanah berubah menjadi remah-remahan yang melayang tak tentu arah. Nyawa dalam tubuh Ane pecah menjadi kepingan-kepingan keterkejutan berhias rasa bersalah. Mata ametisnya berubah lompong. Namun, tak sedikit pun air mata berani menetes menyusur pipinya.

"Aku mengerti kalian berusaha membuat matahari kedua. Tapi aku tidak paham dengan alasannya sampai Ratu Meredith rela mati demi sesuatu yang kalian kerjakan itu." Serak menghias suara Ane yang terbata-bata. Sementara calon suaminya bungkam dihabisi pertanyaan itu. Namun tak lama mata biruya melirik langit-langit istana. Kemudian membuang muka.

"Biar aku tunjukkan padamu."

***

Evangelo menggunakan tangannya yang bergetar untuk membuka sebuah pintu seukuran empat pria dewasa selebar dua gaun yang mengembang. Jati bahannya, tanpa ukiran atau ornamen seperti pintu-pintu lain di istana. Tetapi pintu ini terasa lebih magis. Mengesankan ada daya sihir begitu besar yang tidak akan pernah habis di baliknya.

"Ane, aku ingin kau melihat matahari kedua."

Ane terperangah saat manik matanya menangkap sebuah kamar raksasa berdinding biru gemerlap. Ribuan anak tangga melingkar di tepi-tepi ruangan. Dari tempat mereka berdiri, hingga dasar ruangan yang tampak lebih dalam dari muara apa pun. Rambatan-rambatan magis tampak memelesat dari bawah. Memercikkan sihir-sihir berbentuk cahaya demi menopang sebuah bola raksasa di puncak ruangan

To Make A Goddess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang