Eros

150 42 9
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*
*
*
*
*

Ane tidak peduli lagi pada detak jantung. Dadanya panas, apalagi wajahnya. Dalam kelopak yang setengah terpejam itu, warna ametis di matanya masih dapat melihat dengan jelas bagaimana pemuda yang ia rengkuh ini tetap diam. Hanya terpaku bahkan tidak sedikit pun memberi perlawanan. Jarak antara bibir si gadis dengan wajah Damian sudah terkikis habis-habisan. Kini, tinggal menggerakkan dagu sedikit saja, dan Ane akan merasakan kenikmatan sebuah ciuman, sekaligus cinta dari orang yang ia cium.

Namun, bibirnya berkata lain. Saat debar-debar kencang telah mempersiapkan jantung sebaik mungkin, dagunya malah bergerak ke arah lain. Sekaligus memelesatkan wajah Ane ke samping wajah Damian rikuh. Tangan kirinya terangkat untuk menyentuh ujung rambut pemuda itu. Lalu sedikit menjambaknya dengan getar yang masih terbawa.

“Ada daun di rambutmu.” Ia berbohong.

Ane tidak bisa. Ia tidak sanggup melakukan ini. Ada sesuatu dalam dirinya yang mendorong Ane untuk membatalkan ciuman di detik-detik terakhir. Entah apa, tetapi ia tahu pasti perasaan itu tidaklah nyaman. Mungkin ada sejumput saraf dalam otaknya yang berteriak sangat kencang memperingatkan bahwa yang ingin dicium ini adalah kakak tiri. Kakak tirinya! Dan seruan sejumput saraf itu barangkali berhasil mengejutkan saraf-saraf lain hingga menciptakan sikap pengalihan secara tiba-tiba seperti tadi.

Meski begitu, Damian tetap diam di tempat. Napasnya terembus lebih berat barang sedikit dan tatapan pada mata itu berubah saat Ane kembali berdiri di depannya. Tak berani menatap balik atau bisa-bisa ia memuntahkan jantungnya sendiri yang telah meronta-ronta. Ia tidak percaya. Ciuman itu gagal. Benar-benar gagal dan membuatnya harus siap menghadapi sisa malam ini dengan berbagai atmosfer canggung yang akan terbentuk di antara mereka.

***

Ane tak sanggup menatap siapa pun haari ini. Ia meninggalkan rumah pagi-pagi buta supaya matanya tidak harus berlama-lama punya kesempatan untuk melihat Damian. Karena setiap itu terjadi, isi perutnya terasa seperti akan mencelus. Bahkan hanya dengan menangkap pintu kamar sang kakak tiri di ujung mata telah membuat dada Ane terasa dililit dengan tali tambang erat-erat.

Gadis itu tak bisa berhenti menunduk sesampainya di toko bunga. Ia buru-buru melakukan pembukaan toko dengan lagak seorang buronan yang tengah dicari seluruh dunia. Celingukan-celingukan yang kepalanya buat terkesan seperti upaya mencari siapa pun yang coba-coba meliriknya. Lalu saat ada yang melirik, Ane akan langsung bersembunyi hingga tak ada yang bisa menemukan.

Terutama lirikan-lirikan dari teman-teman Damian. Meskipun mereka tidak ada hubungannya dengan ini semua, teman-teman Damian selalu saja menjadi salah satu ketakutan terbesar Ane sejak Bupati Kota Timur memegang hak asuh atas dirinya.
Mereka terkadang mengatakan hal-hal kurang merdu didengar seperti komentar tentang Tuan Bupati yang seharusnya tidak perlu mengangkat Ane sebagai anak. Sebab ayahnya, Aspen Lou, memiliki satu toko bunga terlaris di Kota Timur dan itu membuat mereka tidak pernah miskin. Padahal Sang Bupati hanya melakukan itu semata-mata karena kewajibannya menjaga seluruh rakyat Kota Timur, dan tidak bisa diam saja melihat seorang anak 14 tahun yang ditinggal mati sang ibu. Setelah selama 14 tahun itu pula hanya mengenal nama ayahnya karena pria itu meninggal dunia setelah ia dilahirkan.

To Make A Goddess Where stories live. Discover now