Perang Abadi

142 36 92
                                    

Pesta masih berlanjut. Ingatlah untuk tidak meninggalkannya sampai tengah malam.

Atau kau akan kehilangan cerita paling panas di kalangan para gadis dan mama-mama mereka setelah ini.

Selamat menikmati dansanya!
.
.
.
.

Ane memang mengikuti tuntunan Eros untuk pergi ke lantai dansa. Tetapi itu bukan berarti ia menerima ajakan dengan senang hati. Rautnya masam mengganjal. Bahkan tundukannya seolah terpaksa saat membalas Eros yang menunduk dalam hingga rambut-rambut keemasannya berjatuhan. Alunan lagu mengeras, dan Ane harus kembali mengambil tangan Eros untuk mulai berdansa.

"Jangan memasang wajah seperti itu, Nona Patah Hati. Kau bisa merusak dansa kita."

Langkah dansa menuntun kaki Ane untuk bergerak. Sebentar menjauh, sebentar mendekat. Dan setiap kali ia mendekat, raut Eros membuatnya ingin menyentak. Licik sekali orang ini, mengalihkan pembicaraan tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan.

"Dengar, jika kau hanya ingin membuat hidupku tambah pelik dengan memberi mantra aneh-aneh pada bunga ini, aku akan membuangnya sekarang juga."

"Dan mempertahankan utangmu?"

Ane praktis bungkam. Gerakan dansa memaksanya untuk berputar di bawah lengan Eros dan berhenti membelakangi pemuda itu. Punggung Ane sempurna menempel pada dada lawan dansanya dan ia dapat merasakan detak jantung Eros yang tak disangka, selaras dengan miliknya. Berdegup cepat. Entah karena gerakan dansa atau hal lain yang mungkin bisa menjadi alasan yang lebih menarik.

Ane juga merasakan tangan Eros mendekap pinggangnya erat. Sengaja mengunci raganya saat langkah mereka terpaksa bergerak seirama. Mendekatkan wajah mereka pula, karena entah atas dorongan apa, gadis itu tidak mampu menoleh ke arah lain.

Meski wajah Ane kini sungguh dekat dengan wajah si ahli pelet, ia tetap memilih diam. Apa yang Eros katakan benar-benar menyadarkannya bahwa ia akan selalu menjadi mainan Eros sebelum tanda utang itu enyah. Tetapi untuk kali ini, Ane benar-benar kewalahan mencari jawaban mengapa Eros memberinya mantra macam-macam. Saat ia pun belum juga menemukan alasan Eros memintanya meninggalkan Kota Timur.

"Katakan padaku," ucap pemuda itu. Suaranya melembut seolah berbisik, dan karena wajah mereka yang berdekatan, Ane bisa sedikit merasakan napas Eros. Harum.

"Apa yang menggangu pikiranmu sampai menghancurkan wajah manis ini?"

Gerakan dansa berganti. Membuat Ane akhirnya terbebas dari dekapan si ahli pelet yang membuat was-was. Kini ia bisa berpikir dengan lebih jernih.

Ramalan. Itulah yang menghantui pikiran Ane selama ini dan secara tidak langsung memperpelik kehidupannya di Solephim. Gadis itu tergoda untuk menjawab pertanyaan Eros dengan jujur. Didukung dengan awang-awang bahwa Eros mungkin bisa memberi jawaban.

"Ramalan."

"Ramalan?"

"Putri Loynith beberapa kali menyinggung tentang sebuah ramalan. Katanya aku mengingatkan dia pada sebuah ramalan yang aku tidak tahu ramalan apa. Dan mungkin, jika aku tidak salah tangkap, ramalan itu berhubungan dengan warna mataku."

Ane mengitari Eros di lantai dansa sesuai ritme musik yang teralun. Memberi kesempatan pemuda itu untuk berpikir.

"Brangkali kau, sebagai seorang ahli mantra ... mungkin, setidaknya sedikit mengetahui perihal ramalan itu. Dan barangkali bisa memberi tahuku ramalan apa yang dimaksud sang Putri supaya wajahku tidak kacau seperti sekarang?"

To Make A Goddess Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon