Pernikahan Sang Putri

115 28 7
                                    

Selamat datang! Selamat menikmati pesta pernikahan termegah di Kota Cahaya abad ini!

Jangan lupa menikmati musiknya. Dan, oh! Kue-kuenya juga sangat enak.

 Dan, oh! Kue-kuenya juga sangat enak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.
.
.


Burung merpati beterbangan menyilang-nyilang. Menghias langit yang menaungi altar pernikahan. Karpet emas beludru tergelar dari teras istana, melapisi tiap anak tangga hingga berhenti di ujung halaman. 

Barisan tamu-tamu undangan berjajar rapi memenuhi sisi-sisi jalan menuju altar. Beberapa dari mereka tak bisa berhenti melepas pandang dari kecantikan si pengantin yang berdiri di bawah pelengkung karangan bunga. Menunggu musik pengiring langkah.

Bunyi terompet merambat di udara. Mengaba-ngabai tuts piano untuk berdenting. Memerintahkan senar biola untuk berbunyi. Sementara saksofon mengiring dengan irama yang teramat romantis. Menciptakan harmonisasi melodi sakral dengan nada yang membelai telinga. Seakan meminta sepatu sang Putri untuk segera menapaki karpet keemasan yang telah digelar.

Ane berdiri di belakang si pengantin dengan tangan yang terisi buket bunga sederhana. Didominasi dengan warna putih dan kuning dari melati dan kamboja. Kakinya mulai melangkah saat Loynith menyusuri altar. Menjadi pengiring pengantin wanita yang berjalan diikuti serabut cahaya paling terang. Menyalakan susunan berlian di gaun yang berkelimkan emas.

Banyak sekali orang yang berjajar di sisi-sisi Ane. Tetapi gadis itu bisa merasakan dengan amat jelas orang-orang itu hanya memperhatikan pengantin di depannya. Tak heran, sang Putri terlihat sangat bersinar bersama buket bunga tumpah-tumpah yang dia bawa. Isinya mawar putih segar yang saling paut dengan dahlia beserta bunga myrtle yang menggantung mewah.

Loynith tersenyum saat jaraknya dengan Damian yang berdiri di bawah tangga menuju altar terkikis. Lalu saat mereka telah berdiri berdampingan, Damian menekuk tangan. Memberikan lengannya untuk digandeng persis seperti tiap kali pemuda itu menawarkan gandengan kepada adik tirinya.

Lagi-lagi perut Ane terasa diaduk-aduk. Ini sensasi yang sama seperti kala ia menyaksikan ciuman pertama pasangan muda ini, hanya saja kali ini lebihh membuat mulas.

Calon pengantin itu sama-sama menunduk ketika sampai di hadapan Ratu Meredith, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju altar. Menyisakan Ane seorang diri di belakang. Ia melakukan hal yang sama saat sampai di hadapan ratu. Menunduk sedalam-dalamnya. Matanya turut turun. Namun, ketika kilat ametis itu kembali naik, ia sedikit-sedikit melihat sorot mata Ratu Meredith yang tidak seperti biasanya.

Waktu terlalu cepat dan musik terus berjalan. Tak memberi kesempatan bagi Ane untuk memikirkan apa arti sorot mata sang Ratu. Sepatunya kembali menapaki karpet keemasan hingga akhirnya berhenti beberapa langkah di belakang si pengantin berdiri.

To Make A Goddess Where stories live. Discover now