Damian Orville

167 41 11
                                    

*****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*
*
*
*
*


Ane tidak pernah sadar langit Kota Timur akan berubah warna secepat ini. Atau mungkin, waktu saja yang berjalan terlalu cepat di dalam tempat praktik ahli pelet Eros. Sejak ia keluar dari distrik rumah toko setelah meninggalkan gang tersembunyi, Ane langsung menemukan lentera-lentera dari rumah-rumah dan toko-toko yang mulai berpendar di setiap sisi jalan. Jalanan dengan motif batu kotak-kotak yang sempit juga mulai ramai. Sesuai dengan jadwal buka pasar malam di alun-alun kota.

Ane berhenti di depan sebuah toko buku cerita untuk merasakan bibirnya. Botol kaca yang ia genggam dirasa bisa jatuh kapan saja, sebab tubuhnya bergetar begitu hebat saat memikirkan apa yang harus ia lakukan dengan bibir ini kepada Damian. Mencium kakak tiri? Itu gagasan gila. Tetapi bukankah dari awal ia memang sudah gila menaruh cinta pada anak ayah angkatnya?

Ane menoleh pada kaca toko buku. Di sana terpajang sebuah buku tentang kisah Putri Tidur. Ia tahu kisah itu, dan di usianya yang ke-17, ia cukup dewasa untuk mengerti bahwa ciuman adalah hal yang wajar dalam sebuah kisah romansa. Karena hal yang sama juga terjadi dengan kisah Putri Salju dan cerita tentang Pangeran Katak. Tapi tokoh-tokoh dalam cerita-cerita itu menggunakan ciuman mereka untuk mematahkan mantra. Bukan untuk merapal dan membuat seseorang berada dalam pengaruh mantra.

Lamunan gadis itu buyar saat papan tanda buka yang menggantung di pintu toko kini berbalik menjadi tulisan tutup. Ia terkesiap saat teringat, sudah berapa lama ia meninggalkan toko bunganya? Oh, bahkan sihir telah membuatnya lupa pada sesuatu yang tadinya menjadi satu-satunya hal paling penting di hidup Ane. Apa itu berarti peringatan untuk tidak bermain-main dengan sihir?

Gadis itu tergopoh-gopoh berjalan cepat menuju toko bunga peninggalan sang ayah yang untungnya tidak berada jauh dari toko buku. Toko sudah gelap saat Ane sampai di sana. Tulisan buka yang sepanjang hari menggantung di balik pintu kini telah berganti dengan tulisan tutup. Serupa toko buku tadi. Membuat ia menghela napas lega. Damian pasti telah mewakilinya menutup toko karena pemuda itu selalu khawatir dengan keadaan sang adik tiri yang belum pulang hingga larut begini.

"Ane?"

Jantungnya melompat saat suara itu terdengar. Sosok itu turut muncul dari balik pintu toko bunga. Menutup dan mengunci kenopnya tanpa sedikit pun mengalihkan pandang dari Ane yang terkejut.

"Damian? Apa yang kau lakukan?" tanyanya hampir terbata.

"Kau pergi terlalu lama. Aku kira kau hanya ingin pergi beberapa menit."

Bodohnya Ane. Ia bahkan hampir melupakan bagaimana tadi sore Damian mampir ke tokonya untuk membantu persiapan mendirikan kios di pasar malam. Namun, gadis itu malah tergoda untuk menyatakan cinta yang sontak ditolak mentah-mentah oleh kakak tirinya sebelum ia lari meninggalkan toko sambil susah payah menahan air mata.

"A-aku ... maaf, kurasa aku lupa." Degup jantungnya mendadak tak terkendali. Menghilangkan seluruh jawaban yang telah Ane pikirkan. Ia teringat dengan botol ramuan cinta di tangannya. Sontak botol itu disembunyikan dengan amat terburu-buru ke balik punggung. Berharap Damian tak menyadari pergerakannya yang tiba-tiba.

To Make A Goddess Where stories live. Discover now