Pemakaman

93 17 5
                                    


Happy reading All!!!
.
.
.
.
.

Ane sebenarnya tidak mengerti apa yang merasuki diri hingga jemarinya bergerak untuk mengambil pena dan secarik kertas dua hari lalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ane sebenarnya tidak mengerti apa yang merasuki diri hingga jemarinya bergerak untuk mengambil pena dan secarik kertas dua hari lalu. Tetapi ia lebih tidak habis pikir lagi dengan dirinya yang cepat-cepat menulis surat itu dengan pikiran kosong, dan seingatnya, ia sempat tergoda untuk benar-benar mengirim surat itu pada Eros.

Namun, ia lekas menggeleng.

Jika ia boleh mengingat-ingat, sudah banyak sekali hal yang terjadi gara-gara gadis itu membuat kesepakatan dengan seorang penyihir. Pertama, perasaan malunya sebab gagal mencium Damian. Kedua, kakak tirinya yang tiba-tiba menikah dengan seorang putri dan menyebabkan hatinya lebih hancur lagi, selanjutnya diculik. Semuanya terjadi berkat sihir atau mungkin keputusannya yang gegabah untuk bermain dengan hal-hal magis. Dan Ane ragu ia ingin mengulangi keputusan yang diambilnya saat sedang patah hati. Meski kini, hatinya tak lagi patah, melainkan remuk.

Madge mendandaninya seperti seorang janda berkabung pagi ini. Gaun hitam polos yang menggantung cantik di kakinya benar-benar terlihat melankolis. Memamerkan dengan sempurna sepatu buts bertali tanpa hak jinjit yang membungkus seluruh tumit. Sama sekali tidak ada warna lain yang menghiasi paras Ane kecuali rambut lavendernya yang dibiarkan tergerai mengombak. Didampingi topi kecil berjaring hitam yang dipasang miring menutup sebagian wajah.

Setelah beberapa hari, akhirnya Ratu Meredith mendapatkan upacara pemakaman yang layak. Butuh berjam-jam sampai Loyith melepas jasad ibunya ke tangan para penggali kubur. Tak lagi memedulikan gaun panjangnya yang penuh dengan serpihan-serpihan tanah atau rambutnya yang lengket karena air mata.

Sang Putri menangis lebih keras daripada bunyi palu yang terketuk-ketuk memahat nisan Mendiang Ratu. Gerungan dukanya membuat semua yang hadir pada upacara pemakaman takut kalau-kalau Loynith tak sanggup mengendalikan diri lalu nekat melompat ke dalam liang lahat demi memeluk peti mati ibunya.

Ane menyaksikan semua itu dari kejauhan. Memperhatikan tanah yang mulai ditabur menutup liang saat lantunan doa-doa terdengar menyedihkan. Di sampingnya, jari-jari Evangelo terpaut pada milik Ane dengar getar-getar kecil yang seolah-olah takut melepaskan. Khawatir tunangannya akan bernasib sama seperti ratu mereka meski itu tidak mungkin. Sebab Ane sedang berdiri di sini sekarang dengan sangat aman. Terkecuali pikirannya yang melayang hingga ke Kota Kegelapan.

Upacara pemakaman itu selesai tanpa terlihat demikian. Di dalam istana, semua orang mengenakan pakaian serba hitam dan tak jarang para dayang mengenakan tudung hitam untuk menutupi wajah-wajah mereka yang sembab. Tak terkecuali tukang kuda dan penjaga kebun. Jika saja hari ini adalah hari kompetisi adu pakaian berkabung, mungkin merekalah pemenangnya.

Ane mengerti, pakaian-pakaian hitam itu masih akan terlihat bersliweran di istana sampai masa berkabung usai. Itu berarti beberap minggu lagi dari hari ini. Begitu juga ia.

To Make A Goddess Where stories live. Discover now