Jawaban-Jawaban

33 5 0
                                    


Hello All!

I'm back! Setelah hampir dua bulan hiatus, author ga tahan buat ga up wp lagi T_T

Last two months were very tough, author kemarin sibuk banget ngurusin ujian masuk universitas. Aaand when that over, i'm finally back!

Anyway, makasih buat semuanya yang udah setia nungguin To Make a Goddess up dan balik lagi ke sini untuk baca! Hope you all enjoy!

Happy Reading!

*
*
*

Ane terdiam sejenak sebelum kedua matanya benar-benar terbelalak.

“Dari mana kau mendapatkan itu?” Wajahnya memerah. Ia memang berencana kembali mengirim surat itu pada Eros. Tetapi Ane tidak pernah memiliki ide untuk mengirim surat yang ditulisnya dalam keadaan panik itu mentah-mentah.

Eros terkekeh tanpa sedikit pun menggoyahkan posisi duduknya yang terlihat rawan oleng hanya karena tertiup angin.
“Manis sekali. Kau marah padaku, tapi bahkan di tengah kemarahanmu kau tidak bisa tidak memikirkanku.” Kilat-kilat mengganggu sontak tercipta pada mata laut Eros. Itu bukan merupakan sesuatu yang menyenangkan. Pemuda ini seolah hanya menganggap kemarahan Ane sebagai sesuatu yang menggemaskan alih-alih sebuah masalah yang besar. Padahal ia jelas-jelas beranggapan sebaliknya.

“Berikan padaku.” Gadis itu melangkah mendekat.

“Untuk apa? Ini milikku, kau yang menulisnya sendiri untukku.”

“Oh, bahkan kau tidak bisa tidak memperhatikanku saat aku sedang marah padamu. Kapan kau menyelinap masuk ke sini dan mencuri surat itu?”

Ane perlu berjinjit demi memanjangkan tangannya yang terjulur-julur. Berusaha menggapai surat yang sengaja diangkat Eros tinggi-tinggi keluar jendela.

“Aku lebih suka menyebutnya dengan mengambil yang seharusnya menjadi milikku. Bukankah kau seharusnya berterima kasih? Kau jadi tidak perlu repot-repot mengirimkan surat ini padaku, Nona Patah Hati.”

Ane tidak menggubris kali ini. Tangannya sibuk menggapai-gapai surat yang tak kunjung terlepas dari tangan mengesalkan itu. Kertasnya yang melambai-lambai seakan bersekongkol dengan si penyihir untuk mengolok-oloknya yang bahkan tak bisa sedikit saja meraih.

“Pencuri biasanya senang berdalih,” sangkalnya dengan napas setengah-setengah.

Kakinya berjinjit tinggi-tinggi. Selopnnya terangkat sedikit saat tumit meninggalkan permukaannya. Ane telah berdiri di ujung jari kaki, tetapi ia belum puas dengan itu. Maka lagi-lagi ia berjinjit, memaksa tumit untuk terangkat tinggi-tinggi.

Sampai ujung jemari kakinya tak lagi menyentuh lantai.

Ane terjerembab. Rambutnya berceceran menggantung di luar jendela. Ia mungkin sudah terjun bebas ke bawah jika tidak ada tangan yang menangkap dan meraup tubuhnya. Bersamaan dengan itu, secarik kertas yang tadinya terus berusaha ia rebut, terhuyung di udara. Jatuh terbawa angin meninggalkan jendela kamar Ane saat gadis itu kaget setengah nyawa. Merasakan jantungnya yang meloncat.

Tangan Eros kini tepat berada di bawah dadanya. Menopang tubuhnya erat-erat tanpa beban. Dan Ane berani bersumpah jika saja si penyihir melepaskan tangannya sekarang, ia akan jatuh dan mati sebelum berhasil menemukan Damian.

“Apa kau masih akan menganggapku seorang pencuri sekarang?”

Pemuda itu berbisik. Dekat sekali. Terlalu dekat, hingga rasa-rasanya panas, serupa dada Ane sekarang. Ia dapat merasakan perutnya tergelitik janggal saat bibir Eros menyenggol telinganya. Kurang dari sedetik. Itu terlalu cepat sampai-sampai Ane rasa ia ingin memastikan lagi bagaimana rasanya saat yang tadi itu terjadi.

To Make A Goddess Où les histoires vivent. Découvrez maintenant