PART 4

13.9K 587 4
                                    

Ellen keluar dari ruangan bosnya itu dengan perasaan kesal.Kesal karena bosnya itu bersikap sangat dingin dan tidak sopan serta berani-beraninya pria itu menciumnya dengan paksa.

"Aku tidak suka ditolak" ucap Ellen menirukan suara Nathan dengan nada mengejek. "Apa-apaan dia"

Ellen masuk kedalam lift dan memncet tombol 5, tempat dimana Ben berada "Sial! Aku lupa kalau aku tidak memiliki gaun yang layak untuk ke pesta penting"

"Memangnya kau mau pergi ke mana?"

Ellen terlonjak "Ben! Sudah kubilang jangan mengagetkanku dengan mengendap-endap seperti itu"omel Ellen.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Ben yang menghiraukan omelan gadis itu.

"Aku yakin kau pasti akan terkejut" ucap Ellen. "Si bos mengajakku untuk menjadi partnernya di pesta nanti malam" jelas Ellen.

Ben menatap Ellen tanpa ekspresi.

"Kau pasti terkejut kan? Ya kan?" goda Ellen.

"Tapi ada yang lebih parah lagi" jelas Ellen sambil menundukan kepalanya dengan lesu.

"Apa?" tanya Ben dengan waswas.

Ellen mendekatkan bibirnya tepat ditelinga Ben dan berbisik sangat lirih, hanya memastikan bahwa pria itu saja yang bisa mendengar pengakuannya "Tadi tiba-tiba saja dia menciumku"

Ben hanya diam membisu ekspresinya tidak bisa ditebak. Ellen menjauhkan dirinya dan menatap Ben, pria itu masih terdiam seperti patung.

Ellen melambai-lambaikan tangannya di depan muka sahabatnya itu.

Ben segera tersadar dari keterkejutannya.

"Aku harus pergi, masih banyak tugas yang harus segera kuselesaikan" Ben langsung pergi tanpa memberikan kesempatan pada Ellen untuk berbicara lagi.

"Ada apa dengannya?" Ellen memperhatikan punggung Ben yang semakin menjauh.

****

Ellen pulang kerja sore hari pukul 6 tentunya dia bisa pulang setelah mendapatkan izin dari Nathan. Sesampainya di rumah Ellen melepaskan kepenatan dan kelelahan dengan berendam air hangat.

Setelah 20 menit berendam Ellen memutuskan untuk menyudahi acara mandinya, ia tidak mau pingsan di dalam kamar mandi.

"Sayang, tadi ada kurir yang mengantarkan paket untukmu" terdengar suara wanita dari balik pintu kamarnya.

Paket? Dari siapa? pikir Ellen kebingungan "Paket dari siapa bu?" Ellen berjalan mendekati pintu dan membukanya.

"Tidak tahu nak, nih" Joana menyerahkan kotak besar berwarna biru dengan pita silver.

Apa ini? Seingatku aku tidak memesan apapun via online. Hari ini juga bukan hari ulang tahunku lalu dari siapa ini? Pikir Ellen.

"Ambil nak, ibu mau menyiapkan makan malam" ucapan Joana menyadarkan lamunan Ellen karena gadis itu tak kunjung menerima paketnya, buru-buru Ellen meraih kotak itu.

"Ibu mau masak untuk makan malam, nanti turun kebawah dan bantu ibu ya"

Ellen hanya mengagguk dengan patuh.

Setelah Joana pergi. Ellen menutup pintu kamarnya dan memperhatikan kotak itu dengan pandangan bingung. Karena rasa penasaran yang tinggi, Ellen memutuskan untuk membuka kotak itu.

Di dalam kota itu terdapat sebuah coktail dress berwarna ungu yang cantik, serta sepasang sepatu berwarna silver .

Sebelum Ellen sempat bertanya-tanya lebih jauh tatapan mata Ellen tertuju pada sebuah kertas kecil yang menempel pada tutup kotak itu.

Di ambil dan dibukanya amplop itu.

Pakalilah dress ini dan berdandanlah dengan cantik, jangan membuatku malu.

Ku jemput pukul 7


N

N? Nathan? Bagaimana dia bisa tahu alamat... ah.. dari data CV milikku. Ellen menatap jam dinding di kamarnya yang menujukan pukul setengah tujuh. Dirinya terbelalak terkejut. "Sial! Aku harus buru-buru"

Tergesa-gesa Ellen segera menanggalkan pakaian santainya dan menggenakan gaun ungu itu, lalu berlari kecil menuju meja rias, Ellen menggunakan make up secukupnya dan mem blow rambutnya yang sebahu itu.

Saat sedang asik berdandan terdengar ketukan pelan "Nak, ada tamu yang menunggumu" ucap Joana dari balik pintu.

Tanpa perlu bertanya Ellen tahu bahwa itu adalah bosnya. "Ya, aku segera turun"

Ellen segera menyelesaikan dandanannya dan merapikan pakaiannya lalu memakai heels dan segera keluar kamar.

Saat menuruni tangga Ellen melihat punggung tegap seorang pria. Nathan? Ellen tidak tahu ekspresi apa yang kini dikenakan oleh pria itu, yang ia tahu bahwa Nathan adalah tipe orang yang tidak mau menunggu berapapun lamanya itu. Terlebih dirinya ini hanyalah seorang bawahan.

Nathan menoleh begitu mendengar ketukan heels milik Ellen. Ekspresinya tidak terbaca justru semakin membuat Ellen gugup.

"Sayang, kenapa kau tidak memberitahu ibu kalau kau ada janji?" Joana muncul dari balik punggung pria itu.

Ellen hanya tersenyum simpul dan berjalan mendekati mereka. Suasana sudah canggung ditambah dengan ayahnya yang hanya duduk diam, menyembunyikan wajahnya di balik lembar koran.

Ia tahu bahwa ayahnya tidak suka bila anak gadisnya keluar malam-malam terlebih dengan seorang pria.

"Saya mau memina izin pada om dan tante untuk mengajak Ellen pada pesta yang di selenggarakan oleh teman saya" jelas Nathan dengan ramah.

Ternyata pria itu bisa bersikap ramah batin Ellen, padahal selama ini karyawan termasuk dirinya selalu kena damprat dan Nathan tidak pernah berbicara halus seperti itu.

Ayahnya melipat koran dan meletakannya di atas meja. Menatap Nathan dan Ellen bergantian, lalu kembali memfokuskan padangannya pada Nathan "Baiklah, tapi ingat tidak boleh lewat pukul 10 malam. Kau harus membawa pulang putriku sebelum jam 10"

Nathan tersenyum simpul dan hal itu tak luput dari pandangan Ellen.

Ternyata dia manis jika tesenyum, wajahnya terlihat semakin tampan, mata birunya tidak lagi terlihat dingin. Ellen tersadar akan pemikirannya yang mulai melantur kemana-mana dan menampar pelan pipinya.

"Ada apa nak?" tanya ibunya dengan heran melihat tingkah putrinya yang menampar pipinya sendiri

"Tidak apa-apa bu, hanya ada nyamuk" ucap Ellen asal.

"Iya, saya akan membawa pulang putri anda tepat sebelum pukul 10 malam"

"Ya sudah sana kalian pergi, nanti terlambat"

Nathan berdiri yang langsung di susul oleh Ellen. "Kami pergi dulu" pamit Nathan dengan senyum ramah.

"Ayah, ibu aku pergi dulu ya" pamit Ellen lalu pergi bersama Nathan.

****

Published 14 Agust 2015

Copyright © by Liliann_Lily

When Beauty Tamed the Beast (DEWASA 21+)Where stories live. Discover now