Part 23

4.7K 244 1
                                    

Nathan membaringkan diri di ranjang, menunggu gilirannya untuk mandi setelah Ellen.

Kamar mandi ada di dalam kamar dan Nathan sekali lagi dapat mendengar Ellen bersenandung lembut. Sepertinya wanita itu tidak sadar bahwa suaranya cukup keras dan entah lagu apa yang dinyanyikan oleh Ellen tapi Nathan menikmatinya setidaknya suara Ellen tidak buruk dan masih enak didengar.

Merasa bosan menunggu Ellen, Nathan bangkit berdiri dan berjalan menjelajah kamar Ellen. Ditatapnya satu persatu foto Ellen.

Ellen yang masih bayi dengan tubuh montok dan pipi tembam yang sangat mengemaskan. Sampai sekarang pun pipi itu juga masih tembam pikir Nathan, lalu tatapannya beralih ke foto lain Ellen yang masih kecil, Ellen remaja dan Ellen dewasa.

Nathan berhenti menatap Ellen yang mengenakan toga kelulusan dan sedang tersenyum ke arah kamera atau sekarang bisa dikatakan sedang tersenyum ke arahnya.

Nathan tidak tahu seperti apa Ellen saat kecil, tapi kini ia tahu. Ellen sedari kecil memang sudah cantik dan mengemaskan. Nathan akui itu.

Jika ia memiliki anak perempuan dengan Ellen akankah wajah anak mereka seperti bocah yang ada difoto ini?

Nathan menggelengkan kepalanya dan tersenyum geli, menertawakan pemikirannya yang terlampau jauh.

Nathan kembali berjalan dan berhenti menatap foto keluarga, muka mereka tidak terlihat begitu jelas karena kecil dan jumlah mereka banyak, tapi ia bisa tahu mana Ellen.

Ellen tengah memeluk wanita yang paling tua yang dia kenal sebagai Oma.

Nathan tidak memiliki foto-foto seperti ini. Foto keluarga yang dimilikinya sudah berumur lebih dari 7 tahun.

Foto Nathan dengan kedua orangtua angkatnya tepat sebelum mereka mengalami kecelakaan pesawat. Foto yang diambil saat Nathan lulus di perguruan tinggi.

Nathan juga tidak memiliki foto masa kecil. Masa kecilnya suram dan menyedihkan. Diam-diam Nathan tersenyum miris. Kehilangan orangtua angkatnya sama saja sekali lagi ia kehilangan keluarga, membuatnya kembali sendirian terlebih keluarga besar Gavriel tidak menerima dirinya.

Jika semua orang diluar sana begitu mendambakan bisa berada di posisinya mereka salah besar, begitu mereka mengetahui seluruh ceritanya mereka pasti akan mundur teratur dan merasa simpati padanya.

Nathan muak dengan rasa simpati. Nathan kembali berjalan dan menatap deretan foto yang diberi hiasan lampu dinding diatas ranjang.

Nathan memperhatikan satu persatu teman Ellen semasa sekolah.

Teman? Nathan juga tidak punya. Ia tidak memiliki teman. Semua yang berteman dengannya memiliki tujuan tertentu. Jelas Nathan kaya dan memiliki pengaruh, mereka semua berharap bisa menjadi teman Nathan dan berharap bisa menumpang untuk hidup enak dengan status sebagai teman. Nathan benci dimanfaatkan oleh sebab itu ia menjaga jarak.

Nathan menyentuh salah satu foto close up Ellen dan pintu kamar mandi terbuka, tanpa sengaja Nathan menariknya hingga lepas dan buru-buru menyembunyikan foto itu dibelakang punggungnya.

"Aku sudah selesai. Ehem.. kau bisa pakai peralatan mandi milikku." Ellen berbicara dengan sedikit kikuk dan Nathan bergegas mengambil handuk dan pakaiannya, diam-diam menyelipkan foto itu ke sela-sela baju didalam kopernya lalu berjalan ke kamar mandi.

Ellen menyentuh jantungnya yang berdetak begitu kencang. Sambil menunggu Nathan, Ellen turun ke bawah dan membuatkan cokelat panas, begitu kembali ke kamarnya Nathan sudah duduk santai di pinggir ranjang.

"Aku membawakan cokelat panas," Ellen menyerahkan mug itu pada Nathan. Samar-samar tubuh Nathan beraroma seperti dirinya.

Bodoh! Tentu saja sama, Nathan kan menggunakan sabun mandimu.

When Beauty Tamed the Beast (DEWASA 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang