Part 19

5.3K 258 6
                                    

Nathan terbangun ketika ia berusaha meraih seseorang namun mendapati sisi ranjangnya kosong.

Sial bisa-bisanya aku mimpi tidur bersama Ellen.

Selama 2 hari kedepan ia akan tinggal di kamar ini. Entah kenapa suasana sepi yang biasa sangat dinikmatinya kini membuatnya tidak nyaman.

Mungkinkah ia sudah terbiasa dengan kehadiran Ellen? Mendengar suara wanita itu? merasakan keberadaan wanita itu?

Ini baru 1 hari, ya Tuhan! ada apa denganmu Nathan, rutuknya.

Nathan mengambil ponsel yang semalam ia letakkan diatas nakas dan berlama-lama menatapnya. Ia sudah mengganti nomornya dan saat ini ia hanya punya 3 nama di kontaknya. 1 operator dan duanya lagi Ellen dan dokter Tomo. Dokter keluarga.

Ia tidak butuh orang menghubunginya, akhir-akhir ini juga ponselnya sepi karena sudah tidak ada lagi wanita yang bisa menghubunginya, jika masalah pekerjaan mereka bisa menghubungi Ellen.

Berkali-kali Nathan mengamati nama Ellen yang tertera di layar ponselnya dan berkali-kali pula ia ingin menghubungi wanita itu tapi ia urungkan. Berkali-kali pula ia menyalakan dan mematikan layar ponselnya, gerakannya selalu terhenti ketika nama Ellen tertera dilayar dan hanya perlu satu langkah terakhir, menekan tombol telepon. Sedari tadi dirinya berpikir apakah ia perlu menghubungi Ellen.

Nathan melempar sembarang ponselnya, menutup kedua mata dengan sebelah lengannya.

"Sial! Wanita menyebalkan! Mengesalkan!" omelnya.

Ia ingin menghubungi Ellen bahwa ia telah sampai tapi setelah dipikir lagi untuk apa?

Memangnya mereka sepasang kekasih? Mereka suami istri iya tapi dalam waktu 10 bulan mereka akan berpisah. Berbasa basi? wanita itu juga tidak akan peduli dengannya.

Hanya butuh waktu kurang dari 5 menit Nathan duduk dan mencari kembali ponsel yang tadi ia lempar.

Tidak mau banyak berpikir ia langsung menghubungi Ellen.

Nathan menunggu cukup lama, hampir saja ia akan memutuskan sambungan ketika suara yang begitu ingin didengarnya menjawab panggilannya.

"Halo?"

Dari nada suara Ellen, wanita itu terdengar gembira, Nathan boleh berharap kalau wanita itu senang mendapat telepon darinya kan?

"Sedang apa?" bodoh! Tanyakan dulu kabarnya.

"Mau siap-siap kerumah oma"

Nathan melihat jam di ponsel, pukul 9 berarti disana sudah pukul 8.

Hening.

"Kau kesana bersama siapa?" Nathan memutar otak berusaha untuk mengobrol lebih lama, tapi yang terpikirkan hanyalah pertanyaan bodoh itu.

"Taksi"

Nathan hanya berguam tidak jelas. Haruskah ia memperkerjakan sopir untuk berjaga-jaga jika ia tidak bisa mengantar Ellen? Bukan peduli padanya, itu untuk mengurangi rasa bersalah karena dia sering menelantarkan Ellen, Nathan berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri.

Percakapan mereka begitu singkat dan canggung. Pada akhirnya Ellen yang lebih dulu mengakhiri percakapan mereka karena taksi yang dipesannya sudah datang.

"Hmm.. hati-hati"

Ditatapnya ponsel itu lama-lama. Mereka setidaknya berbicara 20 menit dengan durasi diam lebih dari 10 menit, artinya waktu bicara mereka sekitar 5 menit saja.

"Bodoh! Payah!" karena tidak memiliki objek untuk kekesalannya jadilah ponsel yang ia pegang yang menjadi sasaran kemarahannya.

"Ellen bukan wanita pertamamu, pengalamanmu sudah banyak! Menelpon dan bersikap cool dihadapan Ellen saja tidak bisa" omelan demi omelan ia lontarkan pada dirinya sendiri.

When Beauty Tamed the Beast (DEWASA 21+)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora