Chapter 7

31.3K 3.1K 59
                                    

Setelah aku membulatkan tekat untuk keluar dari mobil, lantas aku berusaha memasuki lobby hotel sambil menutupi wajah dengan map yang sedang ku pegang. Orang-orang disekeliling menatapku penasaran, ada pula yang berbisik sambil menertawakanku. Namun aku masih tak memperdulikan mereka, karena yang ada dipikiranku saat ini adalah jangan sampai dia melihatku.

"Maaf ada yang bisa saya bantu?" Ucap salah satu resepsionis hotel dengan sangat ramah seperti biasa.

"Saya mau mengantarkan berkas kepada bapak jeremy ruffalo!"

"Sebentar ya?" Sang resepsionis lantas menelepon seseorang sambil mengangguk anggukkan kepalanya. Sedangkan aku masih tetap memperhatikan lingkungan sekitar berharap rizal tidak ada disekitar ku.

"Maaf mas, dengan mas rilrinanda?" Tanya resepsionis padaku.

"Ia betul mba"

"Baik kalau begitu langsung saja menuju lantai 9 terus dari lift belok kanan, ruangan tuan jeremy ada disitu?" Ucapnya kembali.

Lantas aku buru buru menuju lift, dan pintu lift pun terbuka. Tak ada satupun orang di dalamnya. Aku menekan angka sembilan dan lift pun menuju lantai tersebut. Namun ketika sampai dilantai empat, seketika lift berhenti dan menandakan ada orang lain yang akan masuk. Aku benar benar kaget ketika melihat seseorang yang masuk kedalam lift itu. Dengan secepat kilat aku mengangkat map yang sedang ku pegang dan berusaha menutupi wajahku. Karena orang yang masuk kedalam lift adalah orang yang ingin aku hindari. Ya.. betul dia adalah rizal  dan bersama seseorang yang kuyakini adalah wanita.

'Sial... siall.... siaalllll' aku terus bergumam dalam hati.

Aku terus saja memojokkan diri kearah tombol lift karena berusaha menutupi wajah ini. Dan tanpa terasa ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku yang kaget refleks menghempaskan tangan itu dari pundakku.

"Dasar aneh.." Ucap seseorang wanita.

"Oh maaf mas, bisa tolong tekan tombol delapan, soalnya ketutupan sama badan mas!" Itu suara rizal, bagaimana ini—

Dengan secepat kilat aku mulai berusaha menguasai diri. Dan dengan sedikit suara yang kubuat besar sehingga beda dengan suara asliku. Aku menjawab ucapan rizal.

"IYA MAS..." Suaraku yang kubuat buat sambil menekan tombol delapan.

Aku kembali mendengarkan percakapan mereka. percakapan yang membuatku sangat marah sekaligus menyulut emosi.

"Oh ia yang, jadikan sabtu ini kamu makan bareng sama keluarga aku lagi?" Ucap seseorang yang tak bisa kulihat wajahnya.

WHAATTT— 'sayang' Gumamku dalam hati. Jadi ini wanita yang kulihat difoto waktu itu. aku benar benar penasaran dengan wajahnya yang asli.

"Ia pasti dong yang!" Jawab seseorang yang ku tau pasti itu rizal.

'OOMMGG' Aku bergumam. Aku benar benar ingin muntah sekarang. Bagaimana tidak, rizal yang selama ini kukenal tidak pernah mau datang kerumahku, karena sedang fokus dengan karir dan tak mau berkomitmen dulu. Sekarang apa dengan santainya ia datang kerumah wanita itu. aku bahkan ingat perkataan dia dulu 'Tidak mau berkomitmen dulu... huh, BULLShittt..'

Aku terus saja bergelut dengan perasaan ini. Tanpa tersa lift sudah menuju lantai delapan dan dua orang yang paling menjijika— itu akhirnya keluar. Aku tak percaya bila tak mendengar langsung tadi, rizal yang selama ini ku kenal ternyata seperti itu.

Ketika lift berhenti tepat di lantai sembilan, lantas aku menuju ruang yang tadi diintruksikan oleh resepsionis. Ruang yang menurutnya adalah ruang tuan jeremy. aku berusaha melupakan kejadian didalam lift yang membuat mood ku menjadi hancur.

The Secret Housekeeper Where stories live. Discover now