Enam

189K 18.1K 767
                                    

Cessa menyelipkan handphone diantara bahu dan telinganya, tangannya sedang sibuk, sebelah memasukan roti ke mulut, sebelah tangan lainnya mengunci pintu.

"Iya Kai, gue nggak papa, Kai kapan pulang? Oke deh, jangan lupa jaga kesehatan, safe flight ya. Bye." Cessa mematikan hpnya.

"Chika tukang ngadu!" Cessa memajukan bibirnya, mengingat percakapannya dengan Kai. Kai tau soal Bayu yang bunuh diri dan Cessa yang cabut kemarin, jadi sebagai abang, Kai baru saja menjalankan kewajibannya untuk memonitor keadaan Cessa.

Cessa baru ingin memasukan ponselnya ke tas, tapi gerakannya terhenti, ketika matanya menangkap sesosok cowok menyender pada sebuah motor hitam besar.

"Kak Elang?" Elang tersenyum lebar, mendengar suara Cessa. Kemarin, dia sebenarnya tidak pulang, tapi mengikuti Cessa sampai gadis itu tiba dirumah.

Rumah Cessa berlantai dua, tanpa pagar, tentu ini benar-benar memudahkan rencana Elang. Dan disinilah ia sekarang, menyender pada CBRnya, dengan senyum kemenangan tercetak di bibirnya.

"Kakak ngapain disini?" Cessa buru-buru tersadar dari keterkejutannya.

Jika mereka bertemu di mall kemarin, adalah sebuah kebetulan, tentunya tidak ada kebetulan yang bisa menjelaskan, kenapa cowok ini berdiri didepan rumahnya pagi-pagi. Disaat ia sudah siap berangkat ke sekolah!

Dengan gerakan cepat Elang merampas hp Cessa dari tangannya.

"Kak Elang ngapain?!" Cessa berteriak sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun gerakan Elang lebih gesit, jarinya menari-nari diatas layar hp Cessa, tidak lama kemudian sebuah bunyi terdengar dari saku kemeja Elang.

"Nggak usah nelfon kecuali lo kangen."  Elang melemparkan hp Cessa, Cessa melotot sejadi-jadinya, ketika membaca nama Elang di kontak hpnya.

Elang sayang.

Cih. Jagoan ini seleranya dangdut amat pake sayang-sayang.

Cessa menggeleng-gelengkan kepala, ada yang lebih penting dari pada nomor ini, keberadaan cowok ini di depan rumahnya.
"Kakak ngapain disini?"

"Jemput pacar," jawab Elang santai, sambil meletakan jaket helm ditangan Cessa.

"Maksud kakak?"

"Perintah pertama, jadi pacar gue!"

"Hah?" Cessa sukses melongo mendengarnya.

"Lo nggak lupa kan soal taruhan kemaren? Gue yang menang, inget?"

"Saya nggak inget pernah setuju untuk taruhan sama kakak." suara Cessa mulai dingin.

Pagi-pagi, seniornya sudah ada yang mau ngajak perang rupanya.

"Siapa bilang gue butuh persetujuan lo?"

"Memangnya siapa kakak bisa merintah-merintah saya?"

"Memangnya siapa elo bisa nolak perintah gue?" tandas Elang membuat Cessa berdesis, cowok ini benar-benar mengibarkan bendera perang rupanya.

"Kalau gitu kakak saya tolak, saya nggak bersedia jadi pacar kakak." Cessa mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menunjukan kepada siapa cowok sombong ini sedang berhadapan.

Are You? Really?Where stories live. Discover now