Dua Puluh Lima

163K 14.6K 1.2K
                                    

"Cess?" Elang melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Cessa, berharap dengan begitu perhatian Cessa akan tertarik.

"Eh? Iya kak?" Cessa tersadar dari lamunannya.

"Kita udah sampe." Elang memberikan isyarat pada Cessa, mata gadis itu berkeliling, lalu tersadar bahwa mereka memang sudah berada di parkiran sekolah.

"Lo beneran nggak papa?" tanya Elang khawatir, sejak malam tahun baru seminggu yang lalu, sikap Cessa berubah aneh, ia jadi pendiam, jauh lebih pendiam dari pada saat suara Reno menggema di ruang keluarganya.
Padahal sampai Elang mengantar cewek itu pulang, Cessa masih baik-baik saja.

"Nggak papa, udah ya kak, gue ke kelas duluan." Cessa tersenyum simpul, lalu turun dari motor Elang, baru hendak meninggalkan Elang, tangannya dicekal oleh cowok itu.

"Gue yang anter ke kelas ya sayang-" belum sempat Cessa protes, Elang sudah kembali melanjutkan kalimatnya, "dan nggak ada tapi, kecuali kamu mau aku seret ke kelas aku." Cessa berdecak, tapi akhirnya dituruti juga tangan Elang yang menggiringnya.

"Kayaknya lo lagi butuh digenggam ya?" tanya Elang lembut, sebagai jawaban Cessa hanya tersenyum manis. Ia masih enggan menceritakan tentang Reno kepada Elang, walaupun sepertinya cowok itu sudah tau hampir seluruh ceritanya dengan Reno.

"Pagi-pagi udah bikin dosa aja lo Lang," tiba-tiba Bimo muncul di antara Cessa dan Elang, mengurai tangan keduanya.

"Nggak boleh tau, dosa pegangan tangan pagi-pagi."

"Kalo malem-malem atau siang-siang, dosa nggak Bim?" tanya Elang belagak bodoh, Bimo mengetuk-ngetukan jari telunjuk ke dagunya, wajahnya tampak serius, ditambah dahinya yang berlipat.

"Dosa," tandas Bimo yakin, Cessa baru ingin memuji Bimo yang tobat, tapi cowok itu sudah kembali melanjutkan, "kalo ada gue."

Mendengar kalimat Bimo, Elang menoyor kepala temannya itu.

"Yeee, itu sih elonya aja yang ngiri." Bimo terkekeh mendengar kalimat Elang.

"Nah itu lo tau."

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kelas Cessa, mengantar cewek itu terlebih dahulu.

"Belajar yang bener ya, biar nggak dapet nilai nol lagi," kata Elang sambil mengacak-acak rambut Cessa, membuat cewek itu mendengus. Masih aja Elang doyan ngeledekin dia.

"Yuk Bim, cabut."

"Ayo kapten, jangan pada kangen ya." Bimo menyempatkan diri melambai pada teman-teman sekelas Cessa sebelum hilang dari pandangan. Sejak Elang pacaran sama Cessa, dia memang jadi kenal banyak teman Cessa, lumayan untuk ngegodain sesekali.

"Masih hari pertama nih, kurang-kurangin dong," protes Tika ketika Cessa duduk dibangkunya.

"Bilang sama Elangnya sana gih Tik." Cessa mengabaikan protes teman-temannya, lalu menangkupkan kepalanya di atas meja.

Cessa menutup matanya, berkat buket bunga dan kado yang ia terima beberapa hari lalu, ia hanya tidur tiga jam setiap malamnya, dan itu membuat matanya lama-lama lelah.

Biasanya ia sama sekali tidak mengantuk, tapi setelah bertemu Elang tadi, ia merasa sesaknya sedikit berkurang dan itu malah membuatnya mengantuk.

Tanpa sadar Cessa terlelap, jatuh kedalam tidurnya.

***

Edo melenggang santai hendak menuju kelas, namun langkahnya terhenti ketika melihat seorang cewek keluar dari ruang tata usaha. Untuk sesaat, ia berpikir ia sedang berhalusinasi, tapi halusinasi itu terlalu nyata, dan sekarang cewek itu balik menatapnya.

Are You? Really?Where stories live. Discover now